Mohon tunggu...
Dzikri Amrullah
Dzikri Amrullah Mohon Tunggu... Administrasi - Selamat Datang

Membaca | Menulis | Olahraga Menulis adalah bekerja untuk keabadian - Pram amrullahdzikri7@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Duka Kanjuruhan, Wajah Peradaban Bangsa

4 Oktober 2022   11:54 Diperbarui: 4 Oktober 2022   12:11 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkap layar YouTube RCBFM Channel

Saat hendak berangkat apel pagi, saya dikejutkan dengan informasi yang diupdate oleh kakak saya dalam sebuah status WhatsApp. Dalam unggahanya itu menampilkan foto breaking news salah satu media dengan judul  "Rusuh Sepak Bola, 127 Orang Tewas dan Ratusan Luka-Luka. Berita ini sontak membuat saya tidak percaya. Kalaupun ia, saya kira dan berharap tidak terjadi di Indonesia.

Tidak berfikir panjang, setelah apel pagi selesai saya langsung buka media sosial, memastikan berita tersebut. Benar saja, beberapa hastage menampilkan informasi yang menjurus kepada kejadian tersebut. Mulai dari Kanjuruhan, Gas Air Mata, FIFA, Kapolda Jatim, Banned, Bonek, dan yang lainya.

Setelah saya buka hastage tersebut, ternyata kekhawatiran saya benar-benar terjadi. Kejadian yang memilukan itu terjadi di Indonesia. Kejadian tragis itu terjadi pasca pertandingan derby Jawa Timur yang mempertemukan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Stadion Kanjuruhan yang menjadi kebanggaan warga Malang itu menjadi saksi hilangnya ratusan nyawa.

Kerusuhan itu nampak tidak terlihat gelagatnya saat pertandingan berlangsung. Semua berjalan dengan baik, bahkan hingga babak kedua telah berakhir untuk kemenangan Persebaya Surabaya atas Arema FC dengan skor tipis 3-2. Sho Yamamoto menjadi pencetak gol penentu kemenangan Persebaya pada menit ke 51 dengan kaki kirinya. Para pemain pun bersalaman setelah semua pertandingan berakhir. Beberapa juga ada yang sudah meninggalkan lapangan.

Dalam video amatir yang diupload oleh akun YouTube RCBFM Channel, para pemain dan official Arema FC nampak masih di lapangan dan menghadap ke tribun penonton. 

Hendak hati untuk menyapa penonton seraya mengucapkan permintaan maaf atas kekalahan yang dialami. Namun tiba-tiba terdapat penonton yang turun ke lapangan dengan memanjat pagar pembatas. Bagian pengamanan pun coba untuk menghalau agar tidak mendekati pemain, namun gagal. Penonton itu kemudian memeluk salah satu pemain dan menghampiri pemain lainya.

Tidak lama kemudian penonton lainya ikut turun ke lapangan. Bagian pengamanan mulai siaga untuk menghalau. Namun semua itu tak terkendali karena jumlah penonton yang turun ke lapangan jauh lebih banyak dari bagian pengamanan. Seorang penonton kedapatan berlari tak tentu arah di tengah lapangan sambil mengibarkan baju. 

Kemudian diikuti oleh penonton lainya yang kian banyak berhamburan ke tengah lapangan. Para pemain mulai panik dan langsung meninggalkan lapangan. Kiper Arema FC kedapatan dikerubungi suporter yang secara tiba-tiba menggulung. Tidak begitu jelas apa yang dilakukan oleh mereka, namun sang kiper langusung bergegas meninggalkan lapangan.

Aksi pemukulan oleh superter terhadap pemain Arema FC tertangkap di layar. Seorang pemain yang masih mengenakan rompi terkena pukulan dari bagian belakang kepala saat hendak meninggalkan lapangan. 

Aparat kemanan pun langsung melakukan tindakan. Kondisi di lapangan sudah tidak kondusif. Beberapa suporter mulai anarkis dengan melempar barang-barang dan merusak fasilitas stadion. 

Flare menyala di belakang bangku cadangan menyambut kericuhan tersebut. Para suporter sudah tidak terhitung jumlahnya yang turun ke lapangan memenuhi bibir pintu keluar kemain.

Dalam kondisi seperti itu tidak ada pilihan lain bagi aparat yang bertugas di lapangan untuk melakukan tindakan tegas. Pihak Polisi dan TNI berupaya untuk membubarkan para suporter yang sudah tidak kondusif lagi dan mengarah kepada kerusuhan. 

Lagi-lagi, jumlah aparat tidak sebanding dengan jumlah suporter, sehingga tindakan tegas terus dilakukan. Beberapa penonton dipukul mundur untuk segera bubar. Namun tindakan itu justru memicu suporter lain untuk melawan aparat.

Kondisi semakin tidak terkendali. Masa suporter semakin anarkis dan menyerang aparat yang bertugas. Jumlah aparat yang sedikit membuat mereka jadi bulan-bulanan. Bahkan suporter berhasil memukul mundur aparat ke samping lapangan. Para suporter semakin berkuasa untuk melakukan segala tindakan. Aparat pun panik dan mencoba bertahan. 

Gas air mata pun jadi pilihan untuk membubarkan masa. Namun sayang, beberapa gas air mata itu justru diarahkan ke tribun. Kondisi pun semakin buruk, suporter lainya mulai panik dan berbegas untuk segera meninggalkan stadion. Melihat kondisi yang semakin memanas, mobil ambulan dan polisi sudah bersiaga di samping lapangan.

Entah sampai jam berapa kerusuhan itu terjadi. Berdasarkan update Minggu pagi, jumlah korban meninggal dunia sebanyak 127 orang dan ratusan lainya masih dalam perawatan. 34 diantaranya meninggal dunia di stadion. 

Korban meninggal dunia pun tidak hanya dari suporter, melainkan juga dari anggota Polri, sebanyak 2 orang. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nico Afinta.

"Dalam kejadian tersebut telah meninggal 127 orang, dua diantaranya anggota Polri," ujar Kapolda Jawa Timur. Dikutip dari nasional.tempo.co (2/10/22).

Tragedi ini jelas mencoreng nama baik sepak bola Indonesia yang tengah bersemi. Baru saja beberapa hari lalu pecinta sepak bola Indonesia merayakan kenaikan rangking, dari 155 menjadi 152. 

Peningkatan peringkat tersebut terjadi pasca kemenangan anak asuh Shin Tae-yong dalam FIFA Matchday melawawn Curacao pada 24 September 2022 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api dan 27 September 2022 di Stadion Pakansari Bogor. Curacao yang menduduki peringkat 84 dunia itu tidak bisa menaklukan Timnas Indonesia dalam 2 leg tersebut. Curacao kalah berturut-turut dengan skor 3-2 dan 2-1.

Fanatisme yang Irasional

Sepak bola tanpa supporter tentu terasa hambar. Lihatlah beberapa waktu lalu ketika Covid-19 masih melanda dunia, laga pertandingan besar berasa laga persahabatan. 

Bahkan ada istilah yang mengatakan bahwa supporter adalah pemain keduabelas yang bisa menentukan sebuah kemenangan. Dukungan supporter tentu sangat berarti bagi performa pemain di lapangan. Mereka adalah persembahan pertama dikala tim mendapat kemenangan.

Di luar pertandingan, supporter memiliki peran penting dalam sebuah klub. Beberapa pos pendapatan club diantaranya datang dari supporter. Penjualan merchandise dan tiket penonton merupakan pos penting dalam pendapatan klub. Semakin besar supporter, maka peluang jumlah merchandise yang terjual semakin besar, begitupun dengan tiket pertandingan yang terjual dalam sebuah pertandingan.

Ada kebanggaan tersendiri menjadi supporter, apalagi club tanah kelahiran. Tentu rasa cinta terhadap club akan hadir dengan sendirinya. Sehingga aroma fanatisme secara tidak sadar akan hadir di dalamnya. 

Kecintaan terhadap club sepak bola harus ditimbang dengan akal sehat, jangan sampai menjadi fanatisme yang irasional. Cinta artinya sayang, peduli, siap menjaga, mendukung dan lain sebagainya. Maka apabila fanatic terhadapnya, lakukanlah tindakan yang mengarah kesana.

Namun demikian apabila supporter yang mengaku fanatic tetapi tidak melakukan hal tersebut dan justru bertindak sebaliknya, maka tidak ada cinta di dalamnya. Kerusuhan di stadion akibat ulah supporter akan mengubur mimpi club. 

Serangkaian sanksi akan diterima oleh klub, bahkan lebih jauh akan menimpa negaranya. Sanksi federasi tidak pandang bulu, pelanggaran sama dengan hukuman. Adakah kita yang mengaku cinta sepak bola tapi justru menciderainya?

Kedewasaan supporter dalam hal ini menjadi sorotan. Suporter sejati pasti akan menjaga segalanya demi sepak bola. Hanya oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan sepak bola sebagai wadah untuk melakukan kerusuhan. Saya khawatir supporter dijadikan tameng oleh oknum untuk melakukan tindakan anarkis.

Kedewasaan dalam menghadapi segala resiko dalam pertandingan hadur dihadirkan dalam jiwa supporter. Kalah, imbang dan menang adalah suatu kepastian dalam pertandingan. 

Maka sudah sewajarnya supporter menerima kenyataan itu. Tidak ada klub yang selalu menang, juga tidak ada klub yang selalu kalah. Semua pasti bisa terjadi, apalagi sepak bola dengan filosofi bundar, yang bermakna apapun bisa saja terjadi.

Lampiasan kekecewaan tim kesayangan kepada pemain tentu sah-sah saja, tetapi dilakukan dengan cara yang benar. Jangan sampai melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi merugikan pemain, club, hingga pecinta sepak bola secara luas. 

Jangan sampai fanatisme mengalahkan segalanya, sehingga persatuan dan kesatuan bangsa menjadi terancam. Maka wajar banyak caption mengatakan bahwa "tidak ada sepak bola seharga nyawa."

Dilema Aparat 

Dalam setiap even resmi sepak bola, apalagi kasta tertinggi dalam suatu negara tentu memiliki prosedur pengamanan, termasuk BRI Liga 1 Indonesia. Pengamanan menjadi factor penentu jalananya suatu pertandingan. 

Jika keamanan tidak terjamin, tentu laga tidak akan bisa berlangsung. Aparat keamanan harus menjamin ketertiban, mulai sebelum hingga akhir pertandingan. Tentu semuanya harus terkordinasi dengan panitia pelaksana sebagai penyelenggara. Segala hal harus dikoordinasikan jauh sebelum pertandingan digelar. Sehingga hal-hal yang tidak diinginkan bisa diantisipasi dengan baik.

Pada Sabtu malam di Stadion Kanjuruhan, aparat kemanan dari Polri dan TNI telah siaga menjaga ketertiban. Namun apalah daya saat para supporter turun ke lapangan setelah laga usai. 

Tindakan-tindakan anarkis membuat aparat keamanan keteteran. Jumlah yang tak sebanding tentu harus diimbangi dengan tindakan tegas aparat keamanan. Tak sedikit supporter yang mendapat pentungan dari aparat. Namun supporter masih tetap membandel.

Kondisi tersebut membuat aparat semakin terdesak. Mereka tidak hanya sekedar mengamankan situasi saja, melainkan mesti juga mengamankan dirinya. Namun yang disayangkan, aparat justru menembakan gas air mata ke arah tribun yang dipenuhi oleh penonton. 

Tindakan tersebut banyak menuai sorotan. Penggunaan gas air mata di stadion merupakan hal terlarang. Pelarangan penggunaan gas air mata tercantum dalam aturan federasi sepak bola dunia, Federation Internationale de Football Association (FIFA) pasal 19 huruf B: "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (Senjata api atau 'gas pengendali masa' tidak boleh dibawa atau digunakan)."

Beberapa pihak turut menyoroti penggunaan gas air mata yang dilakukan oleh pihak kepolisian pada saat mengkondisikan supporter di Stadion Kanjuruhan. Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) menyesalkan tindakan itu. Ia menyampaikan bahwa penggunaan gas air mata telah melanggar aturan FIFA.

"Penggunaan gas air mata di stadion sepak bola sesuai aturan FIFA dilarang. Hal itu tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 huruf b disebutkan bahwa sama sekali tidak diperbolehkan mempergunakan senjata api atau gas pengendali massa," ujar Sugeng Teguh, dikutip dari nasional.tempo.co pada 2 Oktober 2022.

Malam itu, kasta tertinggi kompetisi sepak bola Indonesia menjadi wadah pencabutan nyawa. Ratusan orang meninggal begitu saja. Anak-anak, remaja, ibu-ibu, bapak-bapak, pria, wanita  turut menjadi korban yang kini tinggal nama dan meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya. Gas air mata, kini menjadi petaka.

"Akibatnya, banyak penonton yang sulit bernapas dan pingsan. Sehingga, banyak jatuh korban yang terinjak-injak di sekitar Stadion Kanjuruhan Malang," lanjutnya.

Dalam pernyataanya pada Minggu pagi (2/10/22), Kapolda Jawa Timur tidak menyatakan bahwa petugas di lapangan telah menyalahi prosedur. Anggota yang bertugas di lapangan telah menjalankan tugasnya untuk mengurai kerumunan yang tak terkendali. Sehingga akhirnya para supporter berhamburan menuju satu titik pintu keluar. 

Maka terjadilah penumpukan yang mengakibatkan terjadinya sesak nafas dan kekurangan oksigen. Jika memang tindakan tersebut sesuai prosedur, maka prosedur apa yang digunakan? Sementara federasi sepak bola dunia jelas telah melarangnya. Tindakan ini harus diusut tuntas, apakah mereka bertugas sesuai dengan SOP atau karena factor kepanikan saja?

Duka untuk Indonesia

Ratusan nyawa hilang tentu bukan kejadian biasa, ini luar biasa. Satu nyawa hilang saja sebulnya sudah luar biasa, apalagi ratusan nyawa. Rasanya sulit juga untuk dijelaska dengan kata-kata. 

Peristiwa ini menjadi luka yang sangat mendalam, terutama bagi keluarga korban. Mereka hanya menonton sepak bola, tapi mengapa pulang tinggal nama? Ungkap hati para keluarga korban.

Duka ini tentu bukan hanya dirasakan oleh keluarga korban. Duka ini adalah duka kita semua, bangsa Indonesia. Dengan adanya insiden ini, dunia sepak bola Indonesia menjadi sorotan dunia karena tercatat sebagai tragedi terbesar kedua di dunia dalam dunia sepak bola. Beredar kabar bahwa salah satu ancaman yang akan didapat oleh Indonesia adalah dibekukanya peresepak bolaan Indonesia selama 8 tahun. 

Bayangkan jika ini benar-benar terjadi, Piala Dunia U-20 terancam gagal diselenggarakan, pertandingan internasional dilarang, liga resmi ditiadakan dan nasib generasi muda pun menjadi ancaman!

Jika benar demikian bagaimana nasib para pelaku sepak bola, para pemain, pelatih, , official dan lain sebagainya. Mau tidak mau laga tarkam menjadi alternative pilihan bagi pemain untuk terus hidup dari sepak bola atau beralih menjadi profesi lain.

Kanjuruhan menjadi bukti bagaimana kondisi bangsa Indonesia saat ini. Tragedi memilukan ini bila ditarik lebih jauh bukan hanya sekedar persoalan sepak bola semata, melainkan juga bagaimana wajah peradaban bangsa. 

Hal ini terlihat bagaimana perilaku supporter yang mimicu keriruhan terjadi, sikap arogansi aparat yang bertugas sekehendak hati, panitia pelaksana yang tidak professional, stasiun televisi pemegang hak siar yang gila akan rating, hingga pengurus federasi yang beraroma kepentingan politik.

Setelah insiden ini terjadi semua saling tunjuk, sudut menyudutkan satu sama lain. Tidak ada yang berani menyatakan sikap bahwa ini adalah kesalahan kita, kelalaian kita, sehingga kita harus undur diri karena tidak layak untuk menempati posisi ini. Tapi ini sangat mustahil. Janganka begini, yang sudah jelas divonis bersalah saja masih tetap mengelak dan masih ingin kembali menjabat.

Kita berharap bahwa tragedi ini tidak akan terulang kembali dimanapun. Kejadian ini lebih dari cukup untuk jadi cermin semua pihak, baik yang terlibat secara langsung dengan dunia sepak bola atau pun tidak. 

Ini menjadi PR kita semua sebagai generasi bangsa untuk memajukan kehidupan bangsa. Jangan sampai fanatisme dan kepentingan kelompok mengalahkan tujuan yang telah dicita-citakan para pendiri bangsa.

2/10/2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun