Mohon tunggu...
Dzihni TalidahSuni
Dzihni TalidahSuni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Menulis, editing dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kenaikan UKT Bertentangan dengan Cita-cita Bangsa

16 Juni 2024   20:00 Diperbarui: 17 Juni 2024   05:56 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Tujuan pendidikan adalah mencari ilmu, dan ilmu itu sendiri penting tidak hanya dalam bidang pekerjaan, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, ilmu diibaratkan seperti cahaya yang menerangi segala hal yang ingin dicari di ruangan yang gelap. Kegelapan di sini dimaksudkan sebagai kebodohan. Contoh kecilnya, jika seseorang ingin menulis, ia harus tahu apa itu pulpen dan bagaimana cara menggunakannya.

Baru-baru ini, marak pemberitaan mengenai kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa perguruan tinggi setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024. Hal ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa.

Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed, Maulana Ihsan, menyebut bahwa biaya UKT melambung hingga mencapai 300%-500%. Menurutnya, penyebab utama adalah aturan Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Nomor 54 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.

"Yang kami resahkan, UKT di Unsoed naik sangat jauh, mencapai 300%-500%. Contohnya, di fakultas saya sendiri, Fakultas Peternakan, sebelumnya Rp 2,5 juta, sekarang naik menjadi Rp 14 juta," kata Ihsan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI, Jumat (17/5).

Di sisi lain, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Farras Raihan, mengungkap adanya penambahan kelompok golongan UKT, yang awalnya ada tujuh, kini menjadi 10 kelompok UKT.

"Dengan keterbatasan sarana dan prasarana, bahkan UKT tertinggi di vokasi mencapai Rp 14 juta di golongan 10," ujarnya.

Bukan Hal Baru

  Naiknya UKT bukanlah hal baru dalam sistem demokrasi ini; hal ini telah terjadi berkali-kali di berbagai perguruan tinggi akibat kapitalisasi pendidikan. Pendidikan, yang seharusnya sepenuhnya dibiayai oleh negara, kini semakin sedikit didukung oleh pemerintah dalam sistem demokrasi saat ini.

"Kenaikan UKT ini merupakan konsekuensi logis dari liberalisasi sektor pendidikan, terutama perguruan tinggi. Pendidikan tinggi yang awalnya didukung penuh oleh pemerintah, sejak menjadi BHMN, BHP, atau sekarang namanya BLU, sudah tidak lagi didukung oleh pemerintah," ujar Riskha Budiarti, M.Sc., Tim Riset Institut Muslimah Negarawan (IMuNe).

Menurut Riskha, akibat perguruan tinggi saat ini tidak lagi didukung oleh pemerintah, maka perguruan tinggi tersebut mencari sumber dana lain selain dari pemerintah, yaitu dari mahasiswa atau orang tua mahasiswa. Dengan demikian, pengambilan sumber dana dari mahasiswa atau orang tua mahasiswa merupakan bentuk pelepasan tanggung jawab pemerintah terhadap penyediaan pendidikan yang berkualitas bagi anak bangsa.

"Jika ini terus dibiarkan, maka akan berbahaya. Ketika berbicara tentang aset pembangunan sebuah bangsa yang paling utama adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, maka apabila pendidikan ini semakin mahal, tidak semua orang bisa mengaksesnya," paparnya.

Selanjutnya, katanya, dengan kondisi seperti ini, kesempatan SDM dan generasi penerus bangsa untuk mencapai pendidikan yang berkualitas akan semakin berkurang. Jika terus dilanjutkan, maka kita tidak memiliki modal utama untuk pembangunan itu.

"Sehingga, bisa dibayangkan, kita punya bonus demografi, banyak anak muda, tetapi anak mudanya tidak berkualitas. Kedepannya, hal ini akan menjadi malapetaka yang luar biasa," tambahnya.

Mengembalikan Hakikat Pendidikan

Berhasil atau tidaknya suatu peradaban bergantung pada generasi muda.

"Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia." Itulah perkataan Ir. Soekarno sebagai pendiri Indonesia yang menegaskan betapa pentingnya peran generasi muda dalam kemajuan bangsa dan negara.

Oleh karena itu, penting menciptakan perubahan dalam sistem pendidikan saat ini, yaitu mengembalikan hakikat pendidikan sebagai tanggung jawab pemerintah, bukan pada tiap-tiap lembaga sekolah atau kampus. Setiap generasi muda memiliki hak untuk menempuh pendidikan yang gratis, layak, dan berkualitas, sesuai dengan cita-cita bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Maka, pendidikan ini membutuhkan dukungan dari pemerintah, salah satunya melalui pendanaan penyediaan pendidikan. Jika bangsa ini serius ingin membentuk atau menciptakan peradaban yang lebih baik, dukungan tersebut adalah keharusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun