Mohon tunggu...
Dzar Al Giftar
Dzar Al Giftar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif S1 Ilmu Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Mahasiswa sedikit gabut, bukan pemalas tapi sedang menjalankan mode hemat energi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengidealkan Oposisi Tanpa Bahasa Kemunafikan

20 April 2023   23:55 Diperbarui: 20 April 2023   23:59 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari ini bahwasannya dengan segala kebebasan yang ada, senyatanya telah banyak membuka kesempatan yang lebar kepada masyarakat Indonesia agar dapat berpartisipasi aktif, massif dan progressif untuk menyuarakan apa yang menjadi keresahan-keresahan dari segala bentuk penindasan yang ada[1], dalam negara demokrasi partisipasi rakyat serta entitas yang menjadi penyeimbang dalam penyelenggaraan pemerintahan amat diperlukan[2] dalam usaha untuk mengimplementasikan hal tersebut ialah dengan adanya oposisi pemerintahan.

Dalam konteks negara modern yang bersifat demokratis, oposisi adalah keniscayaan. Mereka yang tidak mendapat suara terbanyak atau pemenang pemilu maka sudah dipastikan akan menjadi oposisi yang memiliki fungsi untuk mengawasi segala bentuk ketimpangan, pelanggaran dan hal-hal yang dinilai musykil yang dilakukan pemerintahan[3]. Namun, seiring dengan perkembangan demokrasi di Indonesia pascareformasi ternyata mengalami kompleksitasnya sendiri[4]. Hal ini nampak bahwa oposisi tidak berjalan sebagaimana mustinya, pascapemilu 2019 lalu misalnya pihak oposisi yang notabene dilekatkan pada partai Gerindra ternyata dengan pragmatisme politiknya telah mereduksi dan mengkhianati oposisi. 

Hal ini dalam satu sisi membahayakan masa depan demokrasi karena pemerintahan yang tidak mengenal oposisi dalam artian tidak mendapat pertentangan serta kritikan yang sepadan dalam lembaga-lembaga resmi negara dalam hal ini parlemen akan melemahkan atau bahkan menghilangkan apa yang menjadi kepentingan rakyat yang dalam satu sisi sering bertentangan dengan apa yang menjadi kepentingan pemerintahan.

Oleh karenanya penulis akan berusaha untuk mencoba memaparkan tentang pengertian oposisi, bagaimana oposisi seharusnya bertindak dan berperilaku serta mencoba menghadirkan suatu wacana pembentukan oposisi yang ideal sehingga dapat mengawal demokrasi agar tidak mati dan berjalan sebagaimana konsepsi teorinya.

 

A. Pengertian Oposisi

Dalam negara demokrasi yang mana kekuasaan tidak tersentralisasi pada eksekutif melainkan terdesentralisasi atau dibagi ke dalam beberapa bagian yang pada kemudiannya dikenal dengan istilah trias politica, yakni pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif[5]. Maka, dalam hal ini oposisi pun memiliki keterkaitannya sendiri, hal ini dimaksudkan karena tidak ada kepastian jika kedaulatan, kepentingan rakyat seluruhnya dapat tertampung dalam lembaga-lembaga negara tadi. Sejarah telah mencatat bahwa banyak pemerintahan yang mengatasnamakan rakyat ternyata memudarkan esensi dari rakyat tadi[6].

Untuk itu, Sukron kamil dalam Islam dan Demorkasi: Telaah Konseptual dan Histories mendefinisikan oposisi sebagai pemihakan rasional sebagai konsekuensi dari pelembagaan kontrol atas kekuasaan[7] lebih jauh oposisi dalam konteks demokrasi adalah bagian penting yang tak dapat dipisahkan serta menjadi sesuatu yang fundamental dengan fungsi di antaranya:

  • Oposisi menjadi penyeimbang kekuasaan[8], artinya jika terdapat kekuasaan yang mana kekuasaan tersebut terbentang dari eksekutif hingga legislatf sebagaimana dewasa ini terjadi di Indonesia maka oposisi diperlukan sebagai penyeimbang kekuasaan. Idealnya, dalam negara demokrasi kekuasaan eksekutif tersebut diawasi oleh legislatif namun ternyata lembaga parlemen pun dikuasai atau menjadi pendukung rejim oleh sebabnya oposisi niscaya menjadi penyeimbang[9]
  • Oposisi sebagai alternative suatu pikiran atau kebijakan yang dapat disuarakan[10], oposisi dapat memungkinkan lebih banyaknya alternatif suatu pikiran atau kebijakan dari apa yang menjadi produk kebijakan pemerintahan.
  • Menjadi stimulus yang sehat bagi elite pemerintahan dan elite politik, sama dengan hal-hal lainnya sesuatu akan mengalami kemunduran atau stagnasi jika tidak terdapat persaingan yang sehat diantara persaingan, hadirnya oposisi ialah sebagai bentuk dari persaingan yang sehat karena demokrasi yang berjalan bukan hanya tentang retorika tetapi adu gagasan yang berpotensi mendewasakan tentang bagaimana cara penyelenggaraan pemerintahan yang baik menurut versinya sendiri-sendiri[11]

 

Oposisi tidak hanya dapat dimaknai sebagai sekelompok orang yang "anti-pemerintahan" dalam artian terhadap kebijakannya jauh daripada itu, oposisi merupakan hadir untuk dapat memberikan suatau wacana pembangunan sebagai anti-tesa dari wacana pembangunan yang digelontorkan pemerintahan, ia hadir sebagai alternatif pikiran dan jawaban atau representasi masyarakat yang kurang puas terhadap kinerja pemerintahan[12]

Meskipun secara hakikat oposisi berarti, "berlawanan". Dalam konteks negara dengan sistem presidensiil ada yang beranggapan bahwa oposisi tidak diperlukan karena tugas oposisi sebagai pihak yang secara vis a vis berhadap dengan pemerintah telah diwakilkan oleh parlemen, meskipun ada pendapat lain yang sama kuatnya menganggap bahwa karena di parlemen pun sering terjadi kompleksitasnya sendiri untuk itu oposisi tetap diperlukan, hal ini nampak misalnya dalam keterangan SBY pascapemilu 2009 lalu yang mengatakan bahwa, "kompetisi berakhir ketika kita bersatu"[13]. Hemat penulis, bahwa oposisi diartikan sebagai kawan yang selalu bersusah-payah dan dengan ikhlas memberikan nasihat kebaikan kepada kawannya sendiri guna terus insyaf akan realitas politik sehingga dapat mengawal demokrasi lebih jauh dan menciptakan suatu sistem tatanan politik yang dinilai baik bagi semua kalangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun