Dimana ada tahun baru pasti ada kemeriahan dentuman petasan, kembang api, dan acara bakar ikan itulah yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia. Pelajar pun tak mau ikut ketinggalan untuk merogek kantong uang jajannya untuk dibelikan petasan, kembang api, terompet padahal terlalu banyak membeli barang-barang tersebut dapat menyebabkan kanker (kantong kering). Sehingga makna pergantian tahun baru yang seharusnya diisi dengan muhasabah atau evaluasi akhir tahun, malah berakhir dengan penyakit kanker, yang bisa-bisa sampai menyebabkan “kematian”, kalau masalah yang dialami pelajar di tahun 2011 belum sempat terselesaikan atau ada solusinya.
Banyak evaluasi yang seharusnya dilakukan Pemerintah dan pelajar terkait pendidikan, khususnya pendidikan moral dan akhlak. Tidak heran ketika Ujian Nasional menjadi patokan satu-satunya untuk mengukur kemampuan siswa selama 3 tahun sekolah di SMP maupun SMA, sehingga banyak masalah yang dialami pelajar untuk melewati masa-masa UN dengan penuh ketegangan dan harap-harap cemas bisa lulus atau tidak.
Tahun depan pun pemerintah bersikeras tetap menjalankan UN tanpa adanya ujian ulangan, dan info terbaru nilai UN dapat menjadi nilai untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tanpa harus melewati ujian SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk PTN). Serta nilai paket C pun bisa dijadikan rujukan masuk PTN. Padahal kompetensi siswa masih perlu diujikan dengan ujian SNMPTN, tidak hanya dengan nilai UN, karena kecurangan di UN pasti akan terjadi kecurangan yang akan melibatkan siswa, guru dan sekolahnya, agar anak didiknya bisa lulus UN dan bisa masuk ke PTN favorit. Sehingga citra sekolahnya akan menjadi baik di masyarakat, padahal kalau dikorek-korek ternyata bobrok juga. Ada apa dengan pendidikan di Indonesia saat ini? Ini pertanyaan besar buat para pelaku pendidikan di Indonesia untuk menjadi tolak ukur dengan pendidikan yang ada di luar negeri, sehingga pendidikan di dalam negeri bisa terangkat dan bersaing.
Pentingnya pendidikan Moral
Kualitas pendidikan moral kita sebenarnya patut diacungi jempol, karena di Indonesia menganut pendidikan etika dan sopan santun. Namun belum tentu juga semua remaja dan pelajar dapat menjaga tingkah lakunya di tengah masyarakat bahkan di lingkungan keluarganya sendiri. Masih banyak pelajar yang kadang seenaknya saja dalam artian bertindak tanpa pikir-pikir dahulu, seperti jadi preman di sekolah, sering berantem, kasus asusila hingga terjadi kehamilan. Itu semua buntut dari pendidikan moral yang kualitasnya mungkin semakin menurun. Sekolah hanya mementingkan bagaimana siswa biar bisa membayar SPP tepat waktu tanpa memikirkan moral dengan pendidikan yang baik dan tepat sasaran.
Lingkungan keluarga pun dapat mempengaruhi beban psikologis pelajar dalam bersosialisasi terhadap masyarakat. Broken home, orang tua tidak pernah ada di rumah, kasus perceraian orang tua, kemiskinan, dll sehingga pelajar dan remaja kian nekat saja, mencuri, berandal, menghamili, prostitusi, jual diri, sampai bunuh diri.
Itu semua bisa jadi bahan evaluasi dan refleksi saya dan kita bersama sebagai warga negara dan Hamba Tuhan agar selalu memperoleh ridho-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H