Mohon tunggu...
Dzaky Vivaldi
Dzaky Vivaldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mahasiswa aktif Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Sate Klathak Pak Pong : Keunikan Rasa dan Tradisi Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu

27 Desember 2024   21:23 Diperbarui: 27 Desember 2024   21:23 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu proses paling krusial ketika sate sedang dibakar agar mendapatkan kematangan yang tepat

Yogyakarta - Sate, makanan berbahan dasar daging yang dipotong kecil-kecil dan ditusuk pada sebatang lidi, merupakan salah satu kuliner yang tak asing di Indonesia. Namun, ada satu varian sate yang cukup khas dan memiliki cita rasa unik, yaitu Sate Klathak Pak Pong. Terletak di kawasan pedesaan Bantul, Yogyakarta, Sate Klathak Pak Pong telah menjadi ikon kuliner yang tak hanya menggoda lidah, tetapi juga menyimpan cerita panjang tentang tradisi dan budaya yang berkembang di tengah masyarakat setempat.

Nama "Sate Klathak" mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Istilah "klathak" sendiri merujuk pada bunyi yang dihasilkan saat daging sate dipukul dengan alat pemukul khusus. Dalam bahasa Jawa, "klathak" bisa berarti suara yang timbul saat daging dipukul atau ditekan. Proses pemukulan ini menjadi bagian dari tradisi dalam pembuatan sate klathak yang membedakannya dengan sate lainnya.

Sate Klathak pertama kali diperkenalkan di kawasan pedesaan sekitar Bantul oleh seorang penjual sate bernama Pak Pong pada tahun 1990-an. Sebelumnya, Sate Klathak hanya dikenal di kalangan masyarakat lokal, namun seiring waktu, popularitasnya semakin meluas hingga dikenal oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Pak Pong, sang pendiri, adalah sosok yang begitu sederhana, namun ide-ide kreatifnya dalam mengolah sate membuat warungnya menjadi tempat yang banyak dikunjungi.

"Awalnya, Pak Pong hanya menjual sate klathak dengan menggunakan tusuk bambu kecil seperti sate biasa. Namun, seiring berjalannya waktu, ia melakukan inovasi dengan menggunakan tusuk besi yang lebih besar dan kuat. Dengan tusuk besi inilah, daging kambing yang digunakan untuk sate bisa dimasak dengan lebih merata dan matang sempurna, serta menambah kenikmatan saat memakannya." Ujar Pak Pong pendiri dari Sate Klathak Pak Pong

"Yang membuat Sate Klathak Pak Pong begitu istimewa adalah cara memasaknya yang khas. Berbeda dengan sate pada umumnya yang menggunakan bumbu kacang atau bumbu kecap, Sate Klathak hanya menggunakan bumbu sederhana, yakni garam dan merica. Meski bumbu yang digunakan minimalis, cita rasa yang dihasilkan sangat lezat dan mampu memanjakan lidah." Terus Pak Pong

Proses pemasakan juga menjadi salah satu faktor pembeda. Daging kambing yang digunakan untuk sate Klathak Pak Pong dipilih dari kambing muda dengan kualitas terbaik. Daging ini dipotong lebih tebal daripada sate pada umumnya dan ditusuk menggunakan tusuk besi besar. Tusuk besi ini memungkinkan daging kambing matang dengan sempurna di atas arang panas, menciptakan tekstur yang empuk di luar namun tetap juicy di dalam.

Setelah daging kambing ditusuk, proses selanjutnya adalah pemanggangan di atas bara api yang sangat panas. Proses pemanggangan ini dilakukan dengan teknik yang sangat hati-hati dan penuh ketelatenan. Setiap tusukan sate dibiarkan beberapa menit di atas bara api, kemudian diputar agar setiap sisi daging terpanggang rata. Proses ini memunculkan aroma khas yang menggugah selera, dengan daging kambing yang terasa empuk dan sedikit berlemak, namun tetap memiliki tekstur kenyal yang tidak banyak ditemukan pada sate lainnya.

Namun, yang tak kalah menarik adalah bunyi "klathak" yang muncul setiap kali daging kambing tersebut dipukul. Bunyi ini muncul ketika tusuk besi yang digunakan untuk memanggang sate menghantam bagian daging yang dipanggang. Inilah yang menjadi asal-usul nama "Sate Klathak" dan membuat pengalaman makan sate ini semakin unik dan menyenangkan.

Selain cara masak yang unik, bumbu sate Klathak Pak Pong juga menjadi kunci kenikmatannya. Sate ini memang tidak menggunakan bumbu kacang atau sambal kecap seperti sate pada umumnya. Sebagai gantinya, hanya garam dan merica yang menjadi bahan utama dalam meracik bumbu. Meskipun terkesan sederhana, perpaduan garam dan merica yang tepat memberikan cita rasa yang begitu khas. Rasanya gurih, sedikit asin, namun tetap membiarkan rasa daging kambing yang alami tetap terasa.

Tak lupa, sate klathak juga sering disajikan dengan sambal spesial yang dibuat dari cabai rawit, bawang putih, dan bumbu lainnya. Sambal ini memberikan sensasi pedas yang membangkitkan selera, tetapi tidak menutupi rasa daging yang telah dipanggang sempurna. Sambal klathak ini bahkan menjadi pelengkap yang tak terpisahkan dalam menikmati sate klathak di warung Pak Pong.

Seiring dengan popularitasnya yang semakin meluas, warung Sate Klathak Pak Pong kini telah menjadi salah satu destinasi kuliner yang wajib dikunjungi bagi wisatawan yang datang ke Yogyakarta. Berlokasi di kawasan dusun Imogiri, Bantul, warung ini menawarkan pengalaman kuliner yang autentik. Suasana di warung Pak Pong sangat sederhana namun nyaman, dengan pemandangan sawah yang hijau dan udara segar khas pegunungan. Tidak jarang, para pengunjung harus mengantri panjang untuk mencicipi sate klathak yang terkenal enak ini.

Meski demikian, Pak Pong dan keluarganya tetap menjaga kualitas dan cita rasa satenya, tanpa terpengaruh oleh jumlah pengunjung yang semakin banyak. Mereka tetap menggunakan daging kambing muda pilihan yang dipasok dari peternak lokal, serta menjaga kebersihan dan kualitas dalam setiap proses pembuatan sate.

Sate Klathak Pak Pong bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga merupakan bagian dari tradisi kuliner yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Keunikan rasanya, cara penyajiannya yang sederhana, serta ketelatenan dalam memasak membuat sate klathak menjadi salah satu kuliner legendaris yang tidak lekang oleh waktu. Bagi siapa pun yang berkunjung ke Yogyakarta, mencicipi sate klathak Pak Pong adalah sebuah pengalaman kuliner yang tak boleh dilewatkan, karena di balik setiap tusukan sate, terdapat cerita tentang rasa, tradisi, dan keramahtamahan masyarakat Yogyakarta yang tak pernah pudar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun