Stunting yaitu suatu kondisi dimana seorang anak yang memiliki tinggi badan yang terlalu pendek jika dibandingkan dengan anak pada usia yang sama. Secara mudahnya, bahwa stunting mengacu kepada kegagalan pertumbuhan pada anak. Stunting pada anak dapat terjadi dikarenakan kurangnya asupan nutrisi sehingga pertumbuhan anak menjadi kurang baik. Saat ini masih banyak orang tua yang kurang menyadari bahwa masalah pada gizi anak dapat menyebabkan tinggi badan pendek pada anak. (Gaffar, 2023). Seorang anak kecil belum tentu mengalami keterbelakangan pertumbuhan, namun anak yang menderita stunting pasti bertumbuh pendek. Anak yang mengalami pertumbuhan yang lambat karena memiliki asupan makan yang kurang dalam kurun waktu yang lama sehingga hal itu yang membuat pertumbuhan anak terhambat. (Widari et al., 2021).
Indonesia mempunyai permasalahan gizi yang sangat serius, ditandai dengan tingginya gizi buruk pada anak dibawah usia lima tahun dan dibawah usia sekolah, hal ini terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Permasalagan gizi pada anak usia sekolah dapat menyebabkan rendahnya pencapaian pendidikan. Salah satu dampak negatifnya adalah tingginya angka ketidakhadiran hingga terjadinya putus sekolah. Indonesia berada di urutan ke 5 dunia dalam hal jumlah anak stunting. Lebih dari sepertiga anak yang berada di bawah usia 5 tahun di Indonesia memiliki tinggi yang berada di bawah rata-rata. (Ahmad et al., 2022)
Anak-anak dengan stunting tidak hanya mengalami terhambatnya pertumbuhan fisik dan terhambatnya pertumbuhan, namun juga terhambatnya perkembangan otak yang berdampak signifikan terhadap kinerja akademik, kinerja produktivitas dan kreativitas terutama pada masa kerja. Kebanyakan stunting disebabkan oleh kekurangan gizi, salah satunya yaitu kemiskinan. Dampak stunting pada anak akann menimbulkan keberlanjutan kemiskinan karena berdampak langsung terhadap produktivitas anak. (Yuliandy et al., 2023)
Stunting dapat disebabkan oleh pekerjaan ibu, tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, pendapatan, pola asuh orang tua, dan pemberian ASI eksklusif. (Ruaida, 2018). Faktor-faktor pendukung penyebab stunting lainnya seperti, pendidikan ibu, pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif, umur pemberian MPS-ASI, tingkat kecakupan zink dan zat besi, riwayat penyakit serta faktor genetik. (Aridiyah, 2015).
Rapat Kerja Nasional BKKBN, Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), Rabu (25/1/2023) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Menurut World Health Organization (WHO), masalah stunting terjadi di sebuah negara dapat dikatakan jika kumlah orang yang terinfeksi melebihi 20%. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan, jumlah kasus stunting pada anak balita di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 21,6% sehingga hal ini menjadi permasalahan yang perlu ditangani.
Penurunan ini tentu mungkin membuat tenang sementara, namun tentunya tidak membuat keadaan tenang terlalu lama karena tantangan baru bermunculan untuk semakin mengurangi jumlah infeksi dan mencegah peningkatan jumlah infeksi. Penurunan angka penularan dapat dicapai dengan berbagai cara oleh seluruh pemangku kepentingan, termasuk kita sebagai masyarakat dengan cara melakukan kegiatan sosialisasi. Sosialisasi pencegahan stunting dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk penjangkauan yang tidak terlalu langsung, media informasi bisa menjadi pilihan yang baik. Media yang digunakan mulai dari media cetak seperti surat kabar, poster, pamflet, dan spanduk hingga media informasi digital seperti video edukasi. (Winda & Trisnadoli, 2023).
Terdapat faktor yang menyebabkan terjadinya stunting, yaitu :Â
- Faktor sosio-ekonomi (kemiskinan)
- Kurangnya pengetahuan dan pendidikan orang tua mengenai pemberian gizi dan makanan untuk bayi
- Pengaruh budaya
- Kelainan metabolisme bawaan
- Infeksi kronis yang disebabkan karena kurang nya menjaga kebersihan lingkungan
- Adanya penyakit bawaan
Lalu apakah stunting dapat dicegah?
Tentu saja stunting dapat dicegah pada saat masa kehamilan, pada fase ini orang tua terutama Ibu disarankan untuk memeriksa kondisi kehamilan ke dokter. Selain itu juga diperlukan asupan nutrisi dan gizi yang baik selama kehamilan agar bayi yang dikandung dapat memiliki  nutrisi dan gizi yang cukup baik. Pada saat bayi sudah lahir stunting juga dapat dicegah dengan menerapkan Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Lakukan juga pengecekan ke dokter atau posyandu terdekat untuk membantu dalam memantau tumbuh kembang bayi. Lakukan Imunisasi secara rutin sesuai jadwal agar bayi dapat terlindungi dari berbagai macam penyakit. Berikan ASI eksklusif lalu diteruskan MPASI yang sehat dan bergizi. Jika semua sudah dilakukan secara rutin dan berkala hal terakhir yang perlu dilakukan untuk mencegah stunting adalah dengan menerapkan gaya hidup bersih dan sehat. Gaya hidup bersih dan sehat dapat dilakukan dengan mencuci tangan sebelum makan, menggunakan air yang bersih, menjaga sanitasi agar tetap bersih dan sehat dan hal lainnya. (Fitriani et al., 2022).
Dalam pencegahan stunting pada anak, orang tua memiliki peranan yang cukup penting  dalam menjaga pola gizi seimbang. Hal ini masih menjadi perhatian khusus seluruh pemangku kepentingan, khusunya orang tua. Pasalnya pola makan yang seimbang sangat berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak. Pola makan yang seimbang juga dapat angka mortalitas anak. Stunting dapat terjadi pada siapa saja, oleh karena itu penting untuk mengedukasi orang tua mengenai kebiasaan makan bergizi, pola asuh yang mengutamakan tumbuh kembang anak dan pola hidup yang sehat. (Widari et al., 2021).
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, termasuk dalam meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas. Pesatnya perkembangan yang terjadi pada teknologi informasi menjalar ke berbagai bidang, termasuk kesehatan. Di era digital, masyarakat mulai menyadari bahwa teknologi komunikasi merupakan alat yang penting dalam mengatur derasnya arus informasi. Oleh karena itu masyarakat harus dapat memanfaatkan dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini. (Prasanti & Indriani, 2018).