Mohon tunggu...
Ahmad Dzaky
Ahmad Dzaky Mohon Tunggu... Pelajar -

A Student.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

PPDB Berbasis Zonasi dalam Perspektif Seorang Pelajar

3 Juni 2018   13:44 Diperbarui: 3 Juni 2018   16:35 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Belakangan ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan perubahan dalam pendidikan di Indonesia.  Berbagai kebijakan mengenai pendidikan sudah banyak dikeluarkan oleh pemerintah pada tahun ajaran 2017-2018 ini, mulai dari penambahan jumlah soal penalaran dalam Ujian Nasional dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional hingga kebijakan mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi.  Semua kebijakan tersebut diambil oleh pemerintah untuk satu tujuan puncak, yaitu demi terciptanya generasi Indonesia yang cerdas, intelektual, berkarakter, dan berintegritas melalui pemerataan mutu pendidikan.

Banyak kebijakan yang dikeluarkan bukan berarti kebijakan-kebijakan tersebut tidak ada yang menentang.  Walaupun pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) beralasan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil merupakan salah satu upaya Indonesia untuk menyelaraskan tren internasional atas pendidikan, banyak yang beranggapan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut belum siap diberlakukan di negara yang kondisi wilayahnya beragam.  Salah satu kebijakan yang kontroversial adalah mengenai soal HOTS dalam UN dan USBN, banyak masyarakat, baik dari kalangan pelajar maupun para pakar, yang beranggapan bahwa kebijakan mengenai penambahan jumlah soal penalaran (Higher Order Thinking Skill -- HOTS) menjadi 10-15% dari jumlah soal belum siap diterapkan di Indonesia karena mutu pendidikan di berbagai daerah di Indonesia belumlah sama dan soal HOTS terlalu membuat siswa menjadi stres karena tidak terbiasa mengerjakan soal-soal penalaran yang sulit dan complicated.

Tak cukup sampai kebijakan mengenai soal penalaran dalam UN dan USBN, sekarang sedang ramai diperbincangkan mengenai zonasi dalam sistem PPDB.  Menurut Permendikbud No.14 Tahun 2018, yang harus menjadi pertimbangan dalam PPDB bukanlah nilai (dalam konteks ini adalah nilai UN ataupun penilaian-penilaian lainnya), melainkan jarak dari sekolah ke rumahlah yang menjadi pertimbangan utama dalam seleksi masuk sekolah negeri.

PPDB 2018: Upaya Pemerataan Pendidikan

Pemerataan pendidikan merupakan salah satu alasan dari pemberlakuan sistem zonasi dalam PPDB tahun 2018 ini.  Melalui PPDB ini, pemerintah berharap bahwa melalui pemerataan jumlah siswa yang masuk ke sekolah akan tercapai pula pendidikan yang merata, tanpa adanya sekolah yang elit dan favorit.  Lantas, apakah bisa pemerataan pendidikan dilakukan dengan demikian?

Pemerataan pendidikan melalui pemerataan jumlah siswa bukanlah hal yang tepat apabila kita simulasikan siswa dan guru dalam sebuah variabel penelitian.  Siswa dikategorikan sebagai variabel yang dependen (dapat berubah tergantung variabel independen), sementara guru beserta infrastruktur pendidikan dikategorikan sebagai variabel yang independen (berdiri sendiri, mandiri).  Apabila gurunya berkualitas dan ditopang dengan infrastruktur pendidikan dan lingkungan yang bagus, maka siswanya akan menjadi siswa yang unggul, intelektual, dan berkarakter.  Dari hal ini, dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan seharusnya dimulai dari pemerataan guru atau tenaga pendidik dan infrastruktur pendidikan, bukan dari pemerataan siswanya.

Mengapa Ada Sekolah Unggulan?

Pada hakikatnya, menurut PPDB berbasis zonasi, seluruh sekolah adalah sama.  Tidak ada hal yang berbeda dari tiap-tiap sekolah.  Namun pada praktiknya, tentu saja hal ini tidaklah benar.  Setiap sekolah mempunyai infrastruktur, kualitas tenaga pengajar, dan lingkungan yang berbeda.  Ketiga hal tersebutlah yang membuat beberapa sekolah dianggap sebagai sekolah unggulan dan atau favorit karena hal-hal tersebut merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan sekolah.  Tentu siapa yang tak mau menempuh pendidikan di sekolah yang gurunya berkualifikasi dan bermutu tinggi, fasilitasnya memadai, dan lingkungan sekolahnya yang aman dan kondusif.

Untuk jenjang pendidikan menengah atas, khususnya SMA, terdapat hal lain yang harus dipertimbangkan untuk memilih SMA yang akan dituju, yaitu rekam jejak sekolah dan jumlah siswa yang diterima di PTN melalui jalur SNMPTN (Undangan).  Rekam jejak sekolah dan jumlah siswa yang diterima untuk melanjutkan pendidikan di PTN melalui SNMPTN merupakan hal yang saling berhubungan karena biasanya semakin bagus rekam jejak sekolah dan alumni sekolah tersebut, semakin banyak pula jumlah siswa yang diterima melalui jalur SNMPTN.  Biasanya, sekolah-sekolah favoritlah yang biasanya mempunyai banyak siswa yang diterima melalui SNMPTN, hal ini menjadi daya tarik tersendiri dari sekolah favorit.

Ketika saya menghadiri suatu seminar mengenai PPDB yang diselenggarakan oleh salah satu bimbingan belajar kenamaan di Kota Bogor, salah satu pembicaranya yang merupakan pejabat dinas pendidikan, mengatakan bahwa yang membuat sekolah favorit itu adalah para orangtua sendiri.  Ia mengatakan sekolah favorit ada karena para orangtua menganggap sekolah itu unggul dan favorit, padahal sekolah-sekolah negeri lain di Kota Bogor adalah sama secara akreditasi dan setiap sekolah juga mendapatkan bantuan operasional pendidikan dalam jumlah yang sama.  Akreditasi dan jumlah bantuan yang diberikan memang sama, tetapi apakah lingkungan pembelajaran dan sosialisasi siswa juga sama?  Lingkungan merupakan faktor pembentuk kepribadian remaja yang sangat krusial, apalagi di kota-kota besar yang rawan terjadinya keributan antar sekolah.  Apabila siswa masuk dalam lingkungan pergaulan yang salah, maka kepribadian dan pergaulan remaja pun akan rusak.

Celah Hilangnya Integritas

Setiap kebijakan pasti ada celah terjadinya kecurangan dalam praktiknya, begitupun dengan kebijakan mengenai penerimaan siswa baru berbasis zonasi ini.  Penghapusan 'kastanisasi' sekolah tak membuat orang-orang menghilangkan anggapan akan sekolah favorit.  Sebelum adanya sistem zonasi ini, desas desus mengatakan sudah banyak kasus sogok menyogok untuk masuk sekolah favorit milik pemerintah, lalu apakah kasus sogok menyogok yang banyak orang bicarakan akan terhenti juga dengan penggantian sistem dalam PPDB?

Aktivitas yang tak berintegritas seperti sogok menyogok mempunyai kesempatan yang besar untuk terjadi dalam sistem PPDB dengan zonasi ini.  Hal ini karena jumlah siswa yang ingin masuk sekolah favorit akan lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya.  Sebelum diberlakukannya sistem zonasi, siswa-siswa dengan nilai yang rendahlah yang biasanya memberi sogokan kepada oknum tertentu untuk masuk sekolah favorit.  Tetapi setelah sistem zonasi diberlakukan, siswa yang memiliki nilai tinggi tetapi rumahnya jauh dari sekolah tujuanpun mempunyai kemungkinan yang besar untuk bisa melakukan hal yang sama tidak berintegritasnya, yaitu menyogok.

Selain aktivitas sogok menyogok, aktivitas yang tidak berlandaskan hukum lainnya juga dapat terjadi karena kebijakan baru yang berbasis zonasi ini.  Contohnya, para orangtua nantinya akan memindahkan kartu keluarganya ke alamat yang dekat dengan sekolah, padahal keluarga tersebut tidak berdomisili pada daerah setempat. 

Celah seperti ini memang sering muncul dalam pelaksanaan PPDB atau penerimaan siswa baru berbasis zonasi.  Contohnya di Korea Selatan, disana penerapan sekolah berbasis tempat tinggal untuk jenjang SD dan SMP sudah dilakukan dan sering terjadi penitipan nama anak pada kartu keluarga kerabat dekat atau saudara.  Hal ini dilakukan karena para orangtua mau anaknya bersekolah di sekolah yang mereka inginkan, walaupun sebenarnya hampir infrastruktur pendidikan dan kualitas SDM dalam bidang kependidikannya sudah hampir sama rata.  Para orangtua di Korea Selatan juga memperhatikan faktor lingkungan pergaulan dalam pemilihan sekolah, oleh karena itu mereka melakukan pelanggaran seperti itu.

Siapakah yang Diuntungkan dalam Kebijakan Ini?

Mengenai keuntungan dari kebijakan ini, ada kemungkinan siswa dapat merasakan keuntungan dari kebijakan ini.  Siswa-siswa yang memiliki nilai rendah tetapi lokasi rumahnya dekat dengan sekolah yang sudah sangat baik infrastruktur dan tenaga pendidikannya akan sangat diuntungkan dengan kebijakan ini.  Namun, masih banyak siswa lain yang tidak dapat merasakan keuntungan dari kebijakan ini.  Bukan hanya siswa yang memiliki nilai tinggi tetapi berada jauh dari sekolah yang dituju, tetapi juga siswa yang berada di wilayah yang akses pendidikannya jauh.

Kuota masuk sekolah negeri yang tidak terlalu banyak membuat persaingan untuk mendapatkan kursi di sekolah negeri sangatlah ketat.  Di satu sisi, memang ada pihak yang diuntungkan dalam hal ini, yaitu pihak dari sekolah-sekolah swasta karena sekolah swasta akan mendapatkan jumlah siswa yang lebih banyak daripada tahun-tahun sebelumnya.  Sekolah swasta, yang mendapatkan bantuan operasional lebih kecil daripada sekolah-sekolah negeri, tentunya membutuhkan pendapatan yang jauh lebih besar daripada sekolah negeri.  Hal ini membuat sekolah-sekolah swasta membutuhkan lebih banyak siswa untuk dapat beroperasi. 

Disini saya tidak bilang kalau sekolah swasta itu mengedepankan finansial dalam melaksanakan pelayanan pendidikan, tetapi saya hanya ingin memberikan korelasi antara PPDB sistem zonasi dan keuntungannya bagi pihak swasta.  Saya juga tidak bilang kalau sekolah swasta itu tidak sama kualitasnya dengan sekolah negeri karena saya adalah seorang (alumni) siswa dari sekolah swasta yang sedang mencari sekolah negeri untuk jenjang pendidikan selanjutnya.  Sekolah swasta memang pada dasarnya lebih unggul dalam pembelajaran karena sekolah swasta biasanya mempunyai layanan khusus yang dapat menguntungkan para siswa dalam mengenyam ilmu.

 PPDB Berbasis Zonasi, Haruskah Diterapkan Tahun Ini?

Saya sangat yakin bahwa pemerintah mempunyai tujuan yang baik melalui kebijakan ini, yaitu tujuan untuk mereformasi pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi dan mewujudkan generasi Indonesia yang unggul dan berkarakter.  Namun, melihat kondisi infrastruktur pendidikan dan tenaga pendidik yang belum merata, kebijakan ini belum siap diterapkan secara nasional pada tahun ini.  Mungkin sistem zonasi bisa diberlakukan di beberapa kabupaten/kota dan provinsi yang infrastruktur pendidikan dan tenaga pendidiknya sudah merata sebelum diterapkan secara nasional.

Selain meratakan infrastruktur pendidikan dan tenaga pendidik, diperlukan pula suatu kerja sama yang berkesinambungan antara Kemendikbud dengan instansi lain yang ada hubungannya dengan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.  Contohnya, seleksi masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur undangan atau SNMPTN perlu beberapa perubahan karena kesenjangan pada jenjang SMA salah satunya disebabkan oleh jumlah penerimaan SNMPTN.  Perubahan tersebut dapat berupa penyamarataan kesempatan bagi seluruh siswa SMA di Indonesia tanpa memandang status sekolah, sehingga siswa yang masuk PTN melalui jalur SNMPTN tidak hanya tertumpuk dari satu sekolah yang dikatakan sebagai sekolah favorit saja.

Reformasi Pendidikan di Masa Depan

Perubahan itu memang butuh tahapan, hal yang sama juga berlaku untuk pelaksanaan reformasi pendidikan di Indonesia.  Melihat dari kebijakan-kebijakan yang sudah diambil saat ini, pemerintah memiliki optimisme yang besar terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.  Kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan tren pendidikan di dunia merupakan awalan yang bagus untuk menuju gerbang Indonesia maju. 

Namun, kebijakan-kebijakan tersebut hendaknya tetaplah diambil secara bertahap dan tidak terburu-buru agar nantinya reformasi pendidikan tersebut dapat terlaksana dengan sukses.  Ibarat orang yang menaiki tangga, apabila orang tersebut menaiki tangga dengan melangkahi dua atau lebih anak tangga dalam sekaligus, orang tersebut memang akan lebih cepat sampainya ke lantai atas tetapi resiko mengalami kecelakaan akan sangat besar.  Akan tetapi, apabila orang tersebut melangkah per satu anak tangga, orang tersebut akan sampai ke atas dengan resiko kecelakaan yang rendah.  Sama dengan mengambil kebijakan untuk suatu perubahan, hendaknya ambillah secara bertahap agar tujuan dapat tercapai dengan sukses tanpa merugikan orang banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun