Kasus ini bermula dari sejumlah masyarakat pada tahun 2020 di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau yang heboh dengan temuan salah satu produk bahan pangan pada bantuan sosial(bansos) Covid-19 Â yang mengandung cacing belatung. Bahan pangan tersebut merupakan ikan sarden kemasan bermerek Poh Sun yang ternyata berulat-belatung. Bantuan ikan sarden tersebut seharusnya menjadi bantuan makanan yang dapat dimakan langsung, namun kenyataannya malah sebaliknya.
Menurut Kepala Dinas Sosial Kabupaten Meranti, bantuan tersebut diberikan oleh pihak Ketua RW setempat, yang seharusnya sudah melakukan seleksi terhadap makanan yang akan dibagikan. Namun, karena kurangnya pengawasan dan koordinasi, makanan yang sudah tidak layak konsumsi tersebut ternyata tetap dibagikan ke masyarakat. Sementara itu, menurut Pemkab Meranti melalui Dinas Sosial memberitahukan bahwa Ikan sarden kalengan itu diduga bocor pada saat proses pendistribusian sehingga ikan di dalamnya rusak dan membusuk yang menyebabkan lahirnya cacing parasit tersebut (cacing belatung).
Setelah munculnya kasus ini, Dinas Sosialpun dengan cepat menarik seluruh bantuan yaitu sebanyak 34 kaleng ikan sarden merek Poh Sung yang sempat didistribusikan kepada warga penerima bantuan dampak Covid-19 dan mengganti dengan ikan kaleng yang bermerek J&J. Setelah mengetahui kasus ini BPOM RI langsung mengambil tindakan selanjutnya menarik produk sarden kalengan dari pasaran. Dalam hal ini BPOM RI telah meminta kepada BBPOM seluruh Indonesia menarik barang tersebut. Selain itu, pihaknya juga akan menyetop masuknya 16 merek sarden kaleng impor ke Indonesia. Merek-merek yang ditemukan tidak mengandung cacing juga akan diteliti. Jika ditemukan mengandung cacing maka produksinya akan dihentikan.
Kasus ini memiliki dampak terhadap perusahaan sebagai produsen maupun masyarakat sebagai konsumen. Karena kurangnya koordinasi dan pengawasan pemerintah, membuat citra perusahaan yang memproduksi ikan sarden menjadi buruk dimata masyarakat. Dikutip dari laman jpnn.com, akibat dari kasus ikan sarden berbelatung ini menyebabkan hampir seluruh pabrik pengalengan di seluruh Jawa dan Bali telah menghentikan produksinya. Ribuan karyawan juga terpaksa dirumahkan.Â
Disisi lain, karena adanya temuan ulat belatung ini membuat masyarakat awam menjadi heboh dan takut untuk mengonsumsi produk ikan sarden dan makarel kalengan. Permasalahan ini juga sangat dikhawatirkan mampu mempengaruhi angka penjualan produk ikan kalengan di Indonesia sehingga akan berimbas pada menurunnya tingkat perekonomian nasional.
Pandangan etika engineering terhadap kasus ini akan melibatkan pertimbangan terhadap beberapa teori etika dan kode etik insinyur yang berfungsi agar insinyur tersebut dapat mengambil keputusan atau tindakan yang paling bijak dalam menyelesaikan kasus tersebut. Kode etik insinyur dapat memudahkan insinyur dalam mengambil keputusan, apakah tindakannya itu termasuk kedalam hal yang benar atau salah? Baik atau buruk?
Pada kasus ini, insinyur di perusahaan yang memproduksi ikan sarden tersebut tidak melakukan tindakan yang melanggar kode etik insinyur. Tetapi, tindakan pemerintah yang tidak mengkoordinasi dan memberikan pengawasan dengan baik merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan dasar kode etik insinyur dalam National Society of Professional Engineers(NSPE). Aturan dasar yang dimaksud yaitu mengutamakan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan umum
Kasus yang terjadi ini dapat dikategorikan ke dalam kecelakaan sistemis. Kecelakaan sistemis merupakan kecelakaan yang terjadi karena kesalahan-kesalahan kecil dan terjadi secara bersamaan. Pada kasus ini, disebabkan karena kurang nya koordinasi dari Dinas Sosial . Pemda juga seharusnya memberikan pengawasan terhadap produk-produk bantuan sosial yang akan didistribusikan. Serta jarak tempuh dari pusat kota ke tempat pendistribusian yang jauh membuat kondisi kemasan kaleng sarden menjadi tidak baik. Seharusnya pemerintah dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Jika dilihat dari kategori kecelakaan nya, insyur tidak ikut bertanggung jawab atas kecelakaan ini. Meskipun demikian, penting bagi insinyur untuk memahami dan mempertimbangkan produknya agar bisa menghindari sebanyak mungkin kesalahan yang mungkin terjadi. Sebagai desainer, seorang insinyur juga ikut bertanggung jawab untuk membuat petunjuk dan prosedur pendistribusian pada produk sarden kalengan tersebut. Meskipun insinyur tidak dapat menjamin prosedur itu akan diikuti, setidaknya insinyur sudah seksama dan teliti dalam menetapkan prosedur pendistribusian produk.
Ketika kasus ini dikaitkan dengan teori etika, maka ada beberapa teori etika yang dapat menyelesaikan masalah ini. Teori etika yang dimaksud seperti utilitarianisme, etika hak, etika kewajiban, dan etika moralitas. Berikut analisis kasus diatas berdasarkan teori etika:
Etika Kemanfaatan Umum (utilitarianism) menyatakan bahwa suatu tindakan dianggap baik bila tindakan itu meningkatkan derajat manusia. Menurut teori ini, tindakan yang dilakukan pemerintah setempat merupakan tindakan yang salah. Karena dengan tidak mengkoordinasi dan mengawasi penyaluran bantuan sosial merupakan tindakan yang tidak memberikan manfaat kepada orang banyak. Sehingga terbukti bahwa produk yang diterima masyarakat merupakan produk dengan kondisi yang tidak layak untuk dikonsumsi