Mohon tunggu...
Dzakwan Ariqah
Dzakwan Ariqah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Baru ITB - Alumnus Pemali Boarding School PT Timah Tbk

Sedang mengisi waktu luang dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika "Guru Pelit Nilai" Merugikan Siswa di SNBP

18 Juli 2024   00:01 Diperbarui: 18 Juli 2024   06:13 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sistem Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) merupakan salah satu jalur penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri yang sangat mengandalkan nilai rapor. Sebagai jalur prestasi, SNBP diharapkan mampu menyeleksi siswa berdasarkan capaian akademik selama masa sekolah. Namun, ketika nilai rapor menjadi faktor penentu, peran guru dalam memberikan penilaian menjadi sangat krusial. Sayangnya, ada fenomena "guru pelit nilai" yang dapat merugikan siswa dalam proses seleksi ini.

Fenomena guru pelit nilai terjadi ketika guru sangat ketat atau bahkan terlalu ketat dalam memberikan penilaian kepada siswa. Hal semacam ini tentu sering terjadi disekitar kita, termasuk ketika saya masih menempuh pendidikan di SMA. Ada beberapa guru yang saya menilainya tidak profesional dalam memberikan nilai. Contohnya, ada guru yang memberikan nilai yang sama (pukul rata) untuk satu kelas. Sungguh bentuk ketidakadilan yang sangat memprihatinkan.

Ada pula tipikal guru yang memberi nilai terkesan pelit kepada muridnya. Padahal, menurut sudut pandang saya pribadi, jika tolak ukurnya adalah nilai yang dicapai siswa maka tidak etis jika hanya hanya menyalahkan siswa karena tidak paham. Banyak konteks dalam pembelajaran yang sangat memengaruhi kualitas siswa salah satunya adalah cara mengajar guru yang tidak berorientasi kepada siswa, memaksa siswa memahami gaya mengajarnya tanpa merefleksi diri sendiri sebagai seorang pendidik.

Melalui tulisan ini saya menyoroti lebih dalam pada kasus dimana guru cenderung sulit memberikan nilai tinggi, meskipun siswa telah menunjukkan usaha dan capaian yang baik. Bagi sebagian guru tentu mereka memiliki banyak alasan dibalik hal, mulai dari standar yang terlalu tinggi, keinginan untuk mendisiplinkan siswa, hingga perbedaan persepsi terhadap capaian akademik.

Namun, guru juga harus sadar bahwa tindakan demikian memiliki dampak negatif bagi siswa.

1. Mengurangi Kesempatan siswa Lolos SNBP.

Nilai rapor adalah komponen utama dalam SNBP. Siswa yang mendapatkan nilai rendah dari guru pelit nilai otomatis memiliki peluang lebih kecil untuk lolos seleksi. Guru tentu saja mengetahui hal demikian, namun banyak juga yang seolah acuh dengan hal tersebut. Keegoisan kadang dibawa dalam memberikan nilai sehingga siswa yang sebenarnya memiliki kemampuan yang baik harus menerima kenyataan yang pahit. Nilai rapor yang rendah akan menghambat mereka untuk bersaing dengan siswa dari sekolah lain yang mungkin memiliki guru yang lebih “murah hati” dalam memberikan nilai.


2. Motivasi Belajar Menurun

Guru juga harus tahu bahwa dalam membangun sebuah keberhasilan pembelajaran, memberikan umpan balik kepada siswa adalah hal yang diperlukan. Ketika usaha keras siswa tidak diakui melalui nilai yang mereka terima, hal ini bisa sangat merusak semangat belajar mereka. Bayangkan saja jika seorang siswa menjadi utusan sekolah yang berjuang di lomba kejuaraan olahraga namun nilai raport yang didapat setara dengan siswa yang tidak berkontribusi apapun di bidang olahraga. Pantaskan guru mata pelajaran yang terkait melakukan hal demikian?

Oleh karena itu, tindakan semacam itu dapat membuat siswa menjadi merasa tidak dihargai dan kehilangan motivasi untuk belajar lebih giat. Akibatnya, prestasi akademik mereka bisa menurun dan menciptakan lingkaran setan di mana siswa menjadi semakin malas dan tidak bersemangat.

3. Ketidakadilan dan Ketidakpuasan

 Perasaan ketidakadilan muncul ketika siswa merasa diperlakukan tidak adil dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di sekolah lain yang mungkin mendapatkan nilai lebih tinggi untuk usaha yang sama. Ketidakpuasan ini bisa berdampak jangka panjang pada pandangan siswa terhadap sistem pendidikan dan keadilan di dalamnya.

4. Pengaruh Buruk terhadap Sistem Pendidikan

Fenomena guru pelit nilai bukan hanya merugikan siswa secara individual, tetapi juga berdampak negatif pada sistem pendidikan secara keseluruhan. Ketidakseragaman dalam pemberian nilai antar sekolah dapat menciptakan ketidakadilan dalam proses seleksi nasional seperti SNBP. Hal ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan dan proses seleksi masuk perguruan tinggi.

 Tentu saja, hal semacam tidak boleh dibiarkan begitu saja. Berbagai macam hal dapat menjadi upaya dalam memperbaikinya.

1. Adanya Standarisasi Penilaian

Pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan perlu membuat kebijakan yang lebih jelas dan terstandardisasi mengenai penilaian akademik di sekolah. Guru juga perlu dilatih dengan benar dan diberi pedoman yang jelas tentang cara memberikan penilaian yang adil dan objektif. Di sebagian sekolah, mereka memiliki beberapa guru yang mengampu mata pelajaran yang sama. Tentunya, standarisasi yang sama perlu dilakukan dimulai dari tingkah sekolah itu sendiri, agar nantinya kemampuan individu memang dinilai secara adil dan menyeluruh yang akan menentukan keadilan pada saat proses pemeringkatan eligibel dikelas 12. Demikian pula, standarisasi antar sekolah juga sangat bermanfaat dalam membantu mengurangi kesenjangan dalam pemberian nilai antar sekolah.

2. Evaluasi Kinerja Guru

Guru juga perlu dievaluasi kinerjanya secara berkala, termasuk dalam hal pemberian nilai. Kepala sekolah sebagai pimpinan di satuan pendidikan tersebut harus peduli dengan hal semacam ini. Terdengar sepele namun tidak boleh dibiarkan. Lebih lanjut, pihak sekolah juga harus terbuka terhadap masukan dari siswa dan orang tua yang dapat menjadi salah satu indikator penting untuk menilai apakah seorang guru terlalu ketat atau adil dalam memberikan nilai.

3. Pengembangan Profesionalitas Guru

Guru harus profesional, menghindari sikap subjektif dan memegang prinsip keadilan yang benar. Tidak lah adil jika guru memberikan nilai yang merata bahkan memberikan standar yang terlalu tinggi untuk siswa mendapatkan indeks nilai tertentu. Guru perlu mendapatkan pelatihan yang terus-menerus untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam penilaian. Pelatihan ini tidak hanya mengenai teknik penilaian, tetapi juga pendekatan pedagogik yang lebih manusiawi dimana memahami kebutuhan serta kondisi siswa.

4. Pendekatan Holistik dalam Penilaian

 Selain nilai rapor, proses seleksi seperti SNBP sebaiknya juga mempertimbangkan aspek lain seperti keterlibatan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler, prestasi non-akademik, dan rekomendasi dari guru. Pendekatan holistik ini akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kemampuan dan potensi siswa. Guru tidak boleh hanya menjadikan faktor nilai yang diperoleh di dalam kelas sebagai komponen penilaian di raport. Guru perlu memahami potensi yang dimiliki siswa dan mendorongnya dengan maksimal.

Pada akhirnya, tulisan ini hanyalah sebuah bentuk dan cara saya dalam memperjuangkan keadilan guru dalam memberikan nilai kepada siswa. Guru yang terlalu pelit nilai merupakan fenomena yang bisa merugikan siswa, terutama dalam konteks SNBP yang sangat bergantung pada nilai rapor.


Walaupun demikian, kita semua setuju bahwa guru yang terlalu gampang dalam memberikan nilai juga tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Profesionalisme guru-lah yang diperlukan dalam hal ini. Guru harus memiliki kedekatan dengan setiap siswa, dalam hal mengetahui rencana studi yang akan ditempuh dimasa depan siswa tersebut. Guru juga harus melek dengan potensi yang dimiliki siswa, mendorongnya, dan memberikan umpan balik atas usaha siswa dalam mengikuti dan memahami pembelajaran.


Demikianlah, semoga melalui tulisan ini dapat membuka mata setiap pendidik yang masih pelit dalam memberikan nilai untuk selalu menghargai usaha dan mewujudkan lingkungan pembelajaran yang membangun masa depan siswanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun