Mohon tunggu...
Dzakwan Ariqah
Dzakwan Ariqah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

Sedang mengisi waktu luang dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Pernikahan Dini: Potret Keadaan Remaja Masa Kini

1 November 2023   00:02 Diperbarui: 1 November 2023   00:07 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di zaman ini dinamika kehidupan masyarakat telah mengalami perubahan. Semua ini tidak bisa dipisahkan dari perkembangan globalisasi yang juga mengubah pola pikir sebagian masyarakat termasuk para remaja. Saat ini remaja bebas mengakses internet yang memungkinkan mereka memperoleh informasi dan mengetahui perkembangan dunia luar. Akibatnya, banyak remaja saat ini meniru kebudayaan dari luar negeri seperti dari cara berpakaian, gaya hidup hingga pergaulan. Salah satu akibat dari pengaruh negatif globalisasi adalah pergaulan bebas.

Pergaulan bebas adalah pemicu terjadinya pernikahan dini. Pernikahan dini sedang marak terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dikutip dari laman kompas.com, Komisi Nasional Perempuan dan Perlindungan anak mencatat sepanjang tahun 2021, terdapat 59.709 kasus pernikahan dini. Kasus tersebut cenderung mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, permasalahan tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja. Fenomena pernikahan dini yang marak terjadi adalah representasi dari buruknya keadaan remaja di Indonesia.

Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan sebelum waktu ideal menikah. Sementara itu batas minimal usia menikah berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 adalah 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Pada usia ini, seorang remaja dinilai telah memiliki kesiapan secara fisik dan mental untuk membangun rumah tangga. Sebaliknya, menikah dibawah usia ideal tersebut dikhawatirkan akan memberi dampak buruk bagi remaja itu sendiri. Dampak negatif pernikahan dini itu sendiri akan memengaruhi kesehatan remaja baik secara fisik dan psikis.

Pada usia pernikahan yang belum ideal, organ reproduksi pada perempuan masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk bereproduksi walaupun fisik dalam keadaan sehat, Hal tersebutlah yang tidak diketahui oleh remaja-remaja yang melakukan pernikahan di usia dini. Sehingga memungkinkan pernikahan dini berakibat pada gangguan kesehatan reproduksi remaja perempuan. Tidak hanya itu, dampak yang terjadi pada seseorang yang hamil pada usia yang belum ideal adalah gangguan kehamilan seperti keguguran, cacat pada janin/bayi, hingga bisa berujung pada kematian bayi atau ibu yang melahirkan.

Pernikahan dini juga bisa menyebabkan gangguan mental dan psikis remaja seperti depresi, kecemasan dan trauma. Remaja pada usia tersebut belum memiliki kesiapan mental yang sempurna untuk memulai rumah tangga. Kehidupan rumah tangga juga akan diwarnai dengan banyaknya konflik dan pertengkaran disebabkan masalah sepele. Perceraian juga sering terjadi  disebabkan kurangnya kemampuan dalam mengontrol emosi. 

Dalam konteks pendidikan, pernikahan usia dini dapat memutus akses seorang anak perempuan jika ingin melanjutkan ke jenjang sekolah tinggi, sehingga tinggi kemungkinan mereka akan mengakhiri pendidikannya setelah menikah dan dikemudian hari menyebabkan mereka kesulitan dalam mendapatkan perkerjaan yang layak.

Namun, perlu disadari bahwa fenomena pernikahan dini tidak terjadi begitu saja. Banyak faktor yang memengaruhi tingginya angka pernikahan diusia dini seperti pengaruh buruk lingkungan sosial seorang remaja, hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis, tekanan dari orang tua untuk segera menikah, hingga minimnya pengetahuan yang dimiliki remaja sehingga berujung pada sex bebas. Kemajuan teknologi juga bisa menjadi faktor pendorong pernikahan diusia dini yang mengakibatkan perubahan pola pikir, gaya hidup remaja, hingga penyalahgunaan media sosial. Misalnya, menggunakan media sosial untuk mengakses infomasi dan konten-konten pornografi.

Dalam hal mencegah keberlanjutan fenomena pernikahan dini perlu dilakukan berbagai upaya yang efektif dan terarah. Dorongan dari keluarga memegang peranan sangat penting. Hal ini tidak terlepas dari peran keluarga sebagai madrasah pertama seorang anak sekaligus pembentuk kepribadian anak. Orang tua perlu memberikan perhatian khusus kepada seorang anak yang telah menginjak usia remaja untuk mencegah timbulnya perbuatan buruk remaja seperti pergaulan bebas dan sebagainya. Penguatan dari keluarga juga dapat dilakukan dengan mengajak anak untuk dekat pada Tuhan sejak dini. Dengan menumbuhkan keimanan dan kepercayaan seorang anak pada Tuhan akan menjadi benteng bagi seorang anak untuk menjauhi perbuatan buruk ketika usia remaja.

Pemerintah harus menjadikan pernikahan diusia dini sebagai masalah yang serius dengan dibuktikan dengan tindakan untuk menanggulanginya. Penegasan terhadap aturan tentang pernikahan juga perlu dilakukan. Melalui tenaga kesehatan, edukasi tentang dampak dari pernikahan dini harus giat disosialisasikan dikalangan masyarakat khususnya para remaja. Dengan memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang dampak negatif dari pernikahan dini, penulis mengharapkan seiring berjalannya tingginya angka pernikahan dini di Indonesia mengalami penurunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun