Mohon tunggu...
Bang Pray
Bang Pray Mohon Tunggu... Freelancer - Educator, Microsoft Inovative Educator, Writer

Pengajar dan pendidik yang menginginkan perubahan pendidikan yang lebih baik, sebagaimana konsep pendidikan Islam dalam waktu yang singkat menghasilkan orang-orang yang hebat. Tertarik pada teknolgi informasi, aplikasi android, teknologi pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Genduren, Shadaqah ala Jawa Sambut Bulan Suci Ramadan

18 Mei 2020   18:26 Diperbarui: 18 Mei 2020   19:02 1763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Genduren sering disebut juga Kenduren atau dalam Bahasa Indonesianya Kenduri adalah salah satu warisan tradisi hindu yang masih kentara di masyarakat jawa, khususnya sekitar daerah tempat tinggalku. 

Genduren adalah acara yang diselenggarakan pada momen tertentu dengan cara membuat buceng kuat (nasi tumpeng), golong yaitu nasi yang dicetak menggunakan nyaton (cetakan yang terbuat dari tempurung kelapa), ditambah dengan nasi yang ditempatkan di nampan dengan lauk yang beraneka ragam ada ayam, ada urap,  ada kering mie dan tempe, serta telur dadar.

Saat jelang bulan suci ramadhan ada beberapa tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sekitar tempat tinggalkau. Biasanya mereka akan membakar merang (batang bulir padi kering) kemudian abunya ditaruh dalam wadah berisi air, kemudian digunakan untuk keramas. Ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tua, sementara yang muda menggunakan shampo. 

Biasanya dilakukan pada pagi hari, sementara pada sore harinya masyarakat akan berziarah ke orang tua atau kerabat yang sudah meninggal. Dalam ziarah mereka membersihkan kuburan dari rumput-rumput dan dedaunan yang berserakan, setelah itu menaburkan bunga kemudian berdoa.

Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat satu hari jelang ramadhan disebut dengan megengan rangkaian tradisi megengan ini dimulai dengan mandi keramas pada pagi harinya, kemudian dilanjut ziarah kubur pada pagi hari dan sore hari.

Sementara pada malam harinya diadakan genduren kalau dalam bahasa daerahku. Tradisi makan bersama dan mengirimkan doa kepada para leluhur dengan cara mengundang tetangga dekat. Begitu terus bergantian dari satu rumah ke rumah yang lain.

Seiring perkembangan zaman tradisi itu kini mulai dirubah dari yang tadinya bergiliran dari rumah ke rumah kini dikumpulkan disatu rumah, yaitu di rumah Pak Kamituo atau sesepuh dilingkungan tersebut, kemudian semuanya berkumpul disitu. Ini lebih efektif dan efisien.

Acaranya pun lebih simpel tidak seperti dulu ada tukang kajatnya yang menjelaskan fungsi tiap hidangan mulai dari tumpeng, kolong, jenang abang, dll.

Sekarang hanya sambutan, menyampaikan hajatnya yaitu shadaqah tasyakuran menyambut datangnya bulan suci ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan doa. Setelah itu dilanjutkan dengan makan bersama kemudian bubar, pulang ke rumah masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun