Mohon tunggu...
Mochamad Djoem
Mochamad Djoem Mohon Tunggu... Montir - Fa bi ay ala irobbikumaa tukadzibaan

Hanya seorang manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pendakian 3 Hari ke Puncak Gede

2 Juli 2012   06:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:21 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendakian 3 hari ke puncak gede...

Rencana ini telah direncanakan kami sejak bulan Maret 2012 lalu... Dari rencana yang akan ikut 7, 11, 9, 8 personnel dan akhirnya hanya menjadi 8 orang yang positif. Aku, Cahyo (purchasing), Adhy (GA), Ivan, Jibon, Jeje, Gigin, jurek (semua gangnya Cahyo). Hari H yang sudah ditentukan, istriku tersayang walau sambil menggendong anak perempuanku yang baru berusia 9 bulan mengantarku ke Indomart ujung jalan Tol Cimanggis, tempat yang sudah disepakati anak-anak menjemputku. Jam 8 kurang 8 menit waktu itu. Dengan keyakinan menunggu lebih baik daripada ditunggu, istriku aku persilahkan pulang karena anakku sudah terlihat ngantuk. Jam terus berlalu, sinar matahari semakin meninggi, hingga keringatpun terus menetes membasahi bajuku... anak-anak tak kunjung datang. Hari itu Jumat yang cerah dan menyilaukan, ada rasa khawatir dalam hatiku tak mendapatkan sholat Jum'at di lokasi yang dituju... (Cibodas). Benar dugaan ku, jam 11.00 angkot carteran yang sudah dijejali anak-anak baru menampakan dirinya di hadapanku, dengan sedikit menghela nafas panjang kunaiki juga angkot tersebut, dimana sebelumnya kami menyusun kembali carriel-carriel bawaaan kami. Padat dan sesak rasanya! Jam 12.30 kami tiba di lokasi wisata Cibodas (kekhawatiranku tidak sholat Jum'at menjadi kenyataan), saat Cahyo dan Jeje melakukan registrasi dan yang lainnya menunggu sambil makan siang, saya sholat dhuhur di mushola lokasi wisata. Ada cerita yang terlewat saat di perjalanan. Saat itu kami sedang melaju di jalan tol Jagorawi arah Bogor, sekonyong-konyong si Gigin teriak : Ada mobil terguling! Serentak yang lain termasuk aku melihat ke arah pandangan si Gigin. Berhenti-berhenti! Tolongin... Tolongin dulu, kasian! Kata yang lain. Ternyata sebuah mobil box yang sebelumnya menyalip mobil kami, telah tergeletak ditengah jalan dengan posisi miring berbalik arah dan muatan minyak goreng kemasan yang berserakan di badan jalan dan posisi sopir masih terduduk di belakang stir karena masih terikat oleh safety belt (Itulah gunanya safety belt kawan!). Kami menepi dan ada 2-3 mobil lain pun berhenti dengan niat yang sama untuk menolong sang supir dan mengumpulkan kemasan-kemasan minyak goreng yang berserakan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain. Setelah kami rasa cukup aman, dimana petugas jalan tol telah datang dan sang sopir sedang menelphone (kemungkinan bosnya) dan kamipun melanjutkan perjalanan. Setelah selesai sholat dhuhur saya kembali lagi ke warung nasi tempat kami berkumpul, ternyata Cahyo dan Jeje belum juga kembali dari registrasi, dan aku pun makan untuk energi pendakian.

Jam 13.30 Cahyo dan Jeje baru keluar dari registrasi di kantor Taman Nasional sambil membawa form yang harus diisi data perbekalan kami, terutama perbekalan yang menghasilkan limbah sampah karena sampahnya harus dibawa kembali saat turun nanti. Yang namun pada kenyataannya semua hanya formalitas saja, karena disepanjang perjalanan dan tempat persinggahan yang kami lalui sampah seperti puntung rokok, bungkus permen, tali, bungkus mie, masih banyak berserakan.

Setelah beristirahat sejenak sehabis makan, jam 14.00 kami memulai perjalanan...

Pos I : Kami sampai pukul 14.30, kami menyerahkan carbonice data barang bawaan kami Pos II : Kami sampai pukul 15.40 di Telaga Biru namanya, Pos nya tidak terawat dan kami sempat foto-foto di sana.

Wajah lelah mulai nampak, walaupun perjalanan baru 1/4 pendakian...

Pos yang tidak terawat

Pos III : Jam 16.00 kami memasuki kawasan jembatan kayu (sekarang sebagian jembatannya sudah diganti dengan beton, karena sebagian kayunya sudah lapuk).

Jembatan kayu yang masih tersisa Jam 17.00 kami mulai memasuki hutan, namun dengan jalan masih dengan undakan-undakan batu kali yang di susun sedemikian rupa menyerupai tangga menuju beberapa tempat wisata yang kami lalui  Air terjun dan Air panas. Pos IV : Jam 19.48 kami tiba di tempat wisata air panas dan dalam perjalanan mendaki ini kamipun melewati bebatuan menyebrangi aliran sungai air panas tersebut... Subhanallah.

Posko tempat wisata Air panas

Sedang melintasi sungai air panas

Pos V : Jam 22.00 kami tiba di tempat camp I (Kandang badak -  Aku tidak tahu kenapa tempat ini dinamai seperti itu), kami mendirikan tenda, membuka perbekalan, masak nasi, tak lama setelah itu embun gerimis pun mulai turun. Aku sholat Isya dan Magrib, dalam tenda kami, diisi Aku, Adhy, Cahyo dan Gigin Aku ambil posisi di pinggir, Aku tak bisa lelap karena Cahyo dan Adhy mendengkur saling bersahutan walaupun telinga ku sudah ditutup headphone sambil mendengarkan lagu, suara itu masih tetap terdengar... terlebih karena tanahnya agak miring ke arahku, aku merasa tersudutkan, sleeping bag yang aku pakai sudah basah bagian luarnya karena tendanya sudah rembes (tetapi alhamdulillah... hujan tidak deras), perasaanku ingin segera pagi... lama. Entah jam berapa aku bangkit, duduk diantara kaki-kaki temanku, menunggu waktu pagi seperti menunggu gajian lagi, saat tanggal masih muda tapi sisa uang di dompet tinggal 50ribu... Akhirnya pagi itu tiba, kemungkinan jam 5.30 pagi aku memaksakan diri keluar ambil wudhu di air pancuran jaraknya tidak terlalu jauh walaupun jalannya aga sulit tapi... Brrrrrh dinginnya menusuk tulang.

Subuh puncak Pangrango

Bangun... bangun... sholat subuh woi...

Pagi sebelum kabut puncak Pangrango

Persiapan bikin sarapan

Jemur jemur karena kebasahan semalam

Ketika teman-2ku yang lain sudah bangun, kami melihat sekeliling ternyata yang nge camp disitu banyak juga, jam 7 an temanku Jeje, Jurek, Jibon melakukan pendakian ke Pangrango (aku tidak ikut untuk saat ini) karena jalur Pangrango dan Gede berlawanan arah kalo dari kandang badak Pangrango kearah kanan Gede ke arah kiri dan apabila kami mendaki ke Pangrango dulu, setelah mencapai puncak kami harus turun balik lagi kemudian naik ke arah gunung gede (belum cukup niat untuk itu). Kandang Badak adalah salah satu Pos persinggahan mendaki atau menuruni puncak dari dan ke puncak Gede atau dari dan ke puncak Pangrango. Menjelang siang pendaki yang datang dan pergi mulai banyak, kami menunggu waktu melanjutkan pendakian ke Gn. Gede dengan memasak dan makan.

Sekedar menyeduh teh madu dan kopi

Berkemas persiapan mendaki lanjutan Jam 12 san kami berkemas kembali untuk melanjutkan pendakian, Setelah sholat kami mulai perjalanan... Tepatnya jam 14.00 kami mulai perjalanan... Jam 16.00 kami smpai disebuah tanjakan (lereng gunung) namanya TANJAKAN SETAN, mungkin karena menyeramkannya tanjakan tersebut sehingga dinamai orang tanjakan seperti itu... namun kami beruntung karena kepedulian pemerintahan setempat memasang tonggak-tonggak  pengaman dan kabel-kabel sling baja yang walaupun sebagian sudah pada patah dan putus karena karat, dan kami juga sangat berterima kasih kepada pendaki-pendaki sebelum kami yang telah memasang tali tambang seadanya yang sangat membantu menaklukan tanjakan ini.

Sejenak berpose menatap tanjakan...

Ini dia tanjakan SETAN itu...

Dengan melalui akar-akar pohon dan celah-celah aliran air, jam 16an akhirnyua kami sampai di kawah Gn. Gede, kami istirahat sebentar sambil menikmati mie rebus yang sempat kami masak sambil menunggu teman-teman kami yang belum sampai (Jeje, Gigin, Jurek - Jurek sempat keseleo jempol kakinnya) dan sebungkus nasi uduk (di puncak pun ada yang dagang nasi uduk, dingin dan pera tapi cukup untuk sekedar mengganjal perut). Pedagang ini setiap hari turun naik gunung untuk berdagang nasi uduk ini + rokok. Salut! Aku? Hobi sekalipun, setengah tahun sekali mendaki mungkin akan berfikir 2 kali... Nasi uduk versi mereka adalah Nasi kuning menurutku dengan taburan telur dadar dipotong-potong sebanyak 6 kali suapan seharga Rp. 6 ribu / bungkus. Tak lama berselang Jeje, Gigin dan Jurek datang, mereka istirahat sebentar dan kamipun sempat berfoto narsis di bibir kawah dan mengabadikan keindahan alam kekuasaan Allah yang Maha Besar.

Tidak lama kami disana, kami melanjutkan perjalanan ke puncak gede, jam 18.00 kami tepat berada di puncak Gede pada tiang titik triangulasi, kami melakukan sujud syukur disana, karena kami telah sampai di puncak.

Titik triangulasi puncak Gede Kami melanjutkan perjalanan menuruni bukit menuju tempat camp ke 2 (Surken - Surya Kencana :

Surya Kencana

Sunrise di Surya kencana

Sebuah lapangan luas dengan hamparan rumput dan perdu-perdu Edelweis diketinggian antara 2 puncak  Gn Gede dan  Gn. Gemuruh), dengan melalui celah-celah pepohonan gunung kami terus menerobos... dan hujan pun turun menemani perjalanan kami. Jam 21an kami tiba di lokasi perkemahan. Dalam hujan dan kebingungan menempatkan carriel dan barang bawaan untuk mengeluarkan tenda, sekonyong-konyong ada orang yang masuk dalam rombongan sambil ngobrol dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata sebuah terpal parasit ukuran 2 x 3 meter untuk kami jadikan bivak. Kemudian kami menggelar alas yaitu sebuah banner plastik (maaf, ternyata banner EMERALDA GOLF CLUB yang kami bentangkan di kawah tadi sangat berguna juga untuk alas sementara menempatkan barang bawaan). Dan kami pun membentangkan terpal tadi dengan diikat keempat sudutnya dengan tali yang diikatkan di pepohonan untuk dijadikan tempat meneduh sementara (bivak). Setelah tenda berdiri, kami merapihkan semuanya, ganti baju, sholat dan masak untuk makan malam. Aku memasak nasi, membuat teh, kopi dan air jahe dan temanku Gigin memasak lauknya (Mie instan, otak-otak dan Nuget), saking dinginnnya aku tidak ikut makan, tapi setelah sholat aku berusaha untuk tidur, personnel isi tenda kami tidak berubah, hanya Gigin yang diminta pindah ke tenda satunya karena tempatnya kami siapkan untuk orang yang membawa terpal tadi, lagi-lagi aku tak bisa tidur... hehe, dan ternyata orang yang membawa terpal (namanya Ery) tadi pun tidak masuk masuk ke tenda kami, aku dengar Gigin keluar meminta si Ery masuk, dia tetap menolak dalam kedinginan, hujan, baju basah, tidur diluar berselimutkan sarung dibawah naungan terpal. Sulit dibayangkan rasa dinginnya. Salut juga untuk orang ini... Pagi menjelang, sekitar jam 5 an aku bangun, tapi tidak terus keluar, aku tayamum didalam tenda, sholat subuh, kemudian aku keluar... aku lihat si Ery masih tertidur nyenyak. Si Ery ini, menurut pengakuannya adalah seorang karyawan sebuah pabrik di bekasi, masih berusia 23 tahun, punya hobi naik gunung (dia cerita banyak tentang seluk beluk gunung ini gunung itu yang pernah dia taklukan). Dia bercerita kalau sebenarnya dia mau nyusul rombongannya yang sudah pergi lebih dahulu dan berkemah di surken, bertemu pertama kali saat aku lagi di tengah-tengah tanjakan setan, dia terlihat lagi ngobrol dengan Gigin, dan setelah itu berpisah, dan sekonyong-konyong langsung masuk ke dalam rombongan pada saat kami sedang kebingungan menempatkan barang bawaan kami setibanya kami di surken karena hujan dan gelap.

Sosok aneh Ery (pakai kaus merah) sedang berbincang denganku sejenak sebelum dia pergi Anehnya lagi, pagi saat kami beres-beres dan menjemur tas-tas dan baju kami, dia pamit untuk naik lagi ke puncak gede dan tidak meneruskan mencari teman-teman rombongannya untuk bergabung... dan dia pun berlalu dalam kebingungan dan keheranan kami. Jam 12an, kami mulai berkemas lagi untuk melakukan perjalanan pulang... ditegalan ditengah hamparan rumput dan perdu Edelweis kami sempat berfoto, karena kami tak ingin kehilangan momen seperti ini. Dan aku, Adhy, Jurek (entah dengan yang lain) menyempatkan diri untuk memetik beberapa tangkai bunga Edelweis yang katanya tidak boleh dipetik, dan apabila ditemukan membawa pada saat dilakukan pemeriksaan di pos keluar, akan dikenakan denda sebesar Rp. 500rb. Aku menaruhnya didalam sarung tangan yang aku pakai dan sebagian di dalam jas hujan. Untuk ini kami mohon maaf...

Hamparan Edelweis

Full team berfoto sebelum meninggalkan Surken

Tidak ada yang menarik dalam perjalanan pulang ini, Cahyo berjalan lebih dulu jauh meninggalkan kami, karena beban yang dia bawa lebih sedikit dari barang bawaan kami... dan kami pun beberapa kali di salip orang-orang yang turun dari puncak atau turun dari sekedar berwisata alam... Tapi tak ada yang lebih menyiksa kami, diriku terutama... saat menuruni bukit dan menemui undakan-undakan tangga, beban di pundak seakan jatuh di lutut, paha, betis, pergelangan kaki, dan jari-jari kaki... sungguh, sangat menyiksa ketimbang mendaki! Ketika menemui pepohonan pisang, hati merasa lega... karena terbayang pemukiman dan istirahat. Jam 17an aku tiba kedua di pos pemeriksaan Gunung putri... karena Cahyo mungkin sudah duduk berleha-leha di warung dan makan... Kalau ingat itu kadang aku menggerutu dalam hati... Ah, si Cahyo ini, ga punya rasa setia kawan nih! Kembali lagi ke pos, karena saat itu pas berbarengan dengan rombongan yang sama baru turun juga, diriku tak sempat diperiksa dan dalam momen seperti itu aku langsung minta ijin kepada petugas untuk numpang melakukan sholat Dhuhur dan Ashar (karena memang aku belum sholat). Adhy datang kemudian setelah dan langsung bablas ke bawah tanpa diperiksa karena petugasnya sedang sibuk... kemudian Ivan, Gigin, Jurek, Jibon dan Jeje. Jeje dan Jibon lapor barang bawaan ke pos, sementara Jurek, Ivan dan Gigin langsung turun menyusul Adhy. Selesai sholat aku sudah ditunggu Jeje dan Jibon, dan langsung melanjutkan perjalanan. Jam 18an kami tiba di warung, pos tempat biasa mangkal "GEGARES" kalau mendaki, O iya Cahyo, Jeje, Jurek, Jibon, Ivan dan Gigin itu punya komunitas di facebook yaitu "GEGARES" dan komunitas ini yang sering mengadakan aktifitas outdoor seperti ini. Di warung tersebut kami istirahat, numpang mandi di rumah penduduk dan sholat magrib di Mesjid... Mandi dan Mesjid (selain anak dan istri) adalah 2 hal yang aku rindukan 3 hari ini. Jam 19an, kami menyewa angkot untuk turun ke jalan raya... ya Alloh... jalannya jelek banget, hampir seluruh badan jalannya berlubang, mobil yang kami tumpangi pun sempat mati lampu karena korslet. Kurang lebih 1 1/2 jam kami baru sampai ke tepi jalan raya, kami nyegat bis jurusan Jakarta lalu turun di pintu tol Citeureup dan melanjutkan dengan menyewa angkot lagi, saya turun di pertigaan perumahan Jatijajar simpangan Depok, aku menyempatkan diri untuk mampir menyantap sepiring Nasi uduk dengan bebek goreng dan segelas teh manis panas, baru kemudian naik ojek dan jam 1/2 12 aku sampai dirumah... Alhamdulillah... walau pegal di kakiku baru terasa hilang selama 3 hari, tapi aku puas dan sangat berkesan dengan pendakian ini. Gunung, alam luas... i miss u. Emeralda, 27 Juli 2012 Salam Rimba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun