Mohon tunggu...
Dahlia Yustina
Dahlia Yustina Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

simple - ada di : http://www.pondokdumeliadytna.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Rumputmu Ternyata Hanya Imitasi

29 April 2015   07:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:34 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_413555" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption]

Dalam keseharian kita, terkadang ketika sesuatu terjadi pada orang lain dekat kita - kadang itu juga merupakan sinyal bagi kita untuk harus segera instrospeksi dan berbenah diri agar kejadian yang sama tidak menimpa pada kita.

Mohon maaf sebelumnya, tak ada maksud saya sama sekali untuk mengumbar masalah yang sedang dialami oleh orang lain, tulisan ini saya maksudkan untuk jadi bahan pengingat bagi saya pribadi sebagai suatu pembelajaran yang harus saya garis bawahi dengan tinta yang tebal agar tidak lupa. Syukur-syukur bisa bermanfaat buat yang membaca.

Ceritanya, suatu hari di bulan Februari yang lalu kami kedatangan seorang teman. Beliau menceritakan kondisi yang sedang dia dan keluarganya hadapi. Sebenarnya saya sudah mendengar sedikit selentingan tapi saya  bukanlah tipe orang yang langsung percaya sama omongan orang lain, karena orangnya langsung yang bercerita,  kita baru bisa yakin dan merasa turut prihatin dan hal ini sungguh sangat di luar dugaan kami selama ini. Mudah-mudahan teman saya bisa melewati masa-masa sulit yang sedang dia hadapi ini.

Ternyata, teman kami ini sedang mengalami kesulitan keuangan yang membuat kondisi mereka menjadi sedemikian rumit. Istri teman terlibat hutang yang lumayan besar jumlahnya. Hutang tersebut merupakan hutang untuk pembelian perabotan rumah tangga, peralatan dapur yang serbawah dengan segala tetek-bengeknya, disertai hutang untuk menunjang lifestyle.

Sejak dua bulan terakhir hidup mereka menjadi tak tenang karena selalu didatangi para penagih hutang, terakhir mereka terpaksa berurusan dengan polisi karena istrinya dilaporkan ke yang berwajib dengan pasal penipuan. Keadaan menjadi bertambah parah karena bisnis mereka sedang mengalami penurunan seiring kondisi ekonomi saat ini, setahun ini mereka juga mengambil kredit dari bank untuk penyelesaian pembangunan rumahnya dan membeli kendaraan yang sepertinya selalu gonti-ganti mengikuti model terbaru.

Memang benar, saya perhatikan sejak beberapa tahun terakhir kehidupan mereka boleh dikata terlihat makmur, kita pikir mungkin memang usaha mereka sedang sukses. Jadi wajarlah jika gaya hidup sampai ikut berubah. Sang istri memang selalu terlihat modis dan trendy serta selalu update dalam segala hal, pergaulannya juga berubah level. Tak disangka sama sekali di balik itu ternyata tidak seperti apa yang terlihat.

Jika urusannya sudah sampai ke polisi, aduh nggak kebayang... bagi saya lebih baik menjalani hidup apa adanya, semampu saja. Siapa sih yang tidak kepingin punya segalanya.... Siapa sih yang tidak kepingin semua keinginan bisa direalisasikan? Tapi kalau harus berhutang dan tidak mampu bayar gimana? Hidup tidak bakalan tenang, makan nggak enak tidur juga tak nyenyak - padahal nikmat hidup sesungguhnya ketika kita bisa tidur nyenyak dan maka enak walau cuma sama sayur asem dan ikan asin #bener nggak ya....
.
Sebenarnya, cerita yang saya sebut di atas hanya salah satu contoh, masih ada kasus yang lain yang kurang lebih sama, terjerat masalah akibat gaya hidup yang terlampau tinggi.

Dalam hidup sebuah "perencanaan" itu penting sekali, dan "kontrol" terhadap diri sendiri juga amat sangat penting, apalagi jika kita mengikuti perkembangan zaman yang demikian pesat, jika kita tidak punya perencanaan dan kontrol diri, maka susahlah bagi kita untuk tetap bertahan.

Permasalahan seperti ini bukan cuma dialami orang-orang yang hidupnya pas-pasan, tapi banyak juga terjadi pada orang-orang yang notabene uangnya banyak, hanya karena pengelolaan keuangan yang amburadul sehingga menyebabkan kondisi seperti di atas sering terjadi.

Saya bukanlah seorang pakar perencana keuangan yang handal, jadi saya tidak bisa memberikan ulasan yang detil dan njelimet apalagi memakai teori ini itu, tapi sebagai ibu rumah tangga saya punya logika yang sangat sederhana tentang hal ini, sekiranya pendapat saya masih kurang pas tolong dikoreksi dan ditambahin.

Pastikan keseimbangan antara penghasilan dan pengeluaran, jangan besar pasak daripada tiang. Coba lihat kebutuhan, cek atau dibuat daftar apa saja yang menjadi kebutuhan kita yang benar-benar mendesak di luar kebutuhan pokok kita. Perhatikan juga barang yang kita beli itu fungsinya untuk apa, jangan-jangan hanya meramaikan saja dan tak ada manfaatnya sama sekali. Kemudian masalah keinginan, rasanya kalau kita bicara tentang keinginan sampai kapan pun tidak akan ada habisnya. Di sinilah fungsinya apakah kita sudah terampil untuk "mengontrol diri", jangan sampai sesuatu yang kita beli merupakan barang yang tidak kita butuhkan sama sekali. Jujur  dalam poin "keinginan" ini terus terang saja saya merasa perlu untuk menyentil diri sendiri karena kadang juga bablas dan terpengaruh pandangan mata terhadap suatu barang atau nggak enakan sama teman yang nawarin barang dagangan. Saya kadang menyesal bukan kepalang, duit yang tinggal sisa di dompet habis dibelikan barang tak berguna.

Setiap bulan pastikan "menabung" menjadi suatu kewajiban ibarat kita punya hutang yang harus segera dilunasi. Sisihkan berapa pun jumlahnya tak penting sekedar 'satu rupiah dua rupiah' tak mengapa - tetapi usahakan untuk disiplin dalam hal ini karena manfaatnya baru terasa di kemudian hari. Mungkin ada rasa minder kalau menyimpan uang di bank tapi jumlahnya sedikit. Pakai cara lain yang paling pas buat kita karena kita tidak tahu apa yang bakal terjadi di depan, syukur-syukur semua baik-baik saja.

Hidup sesuai kemampuan, saya rasa itu lebih baik, daripada harus memaksakan diri untuk mengikuti gengsi dengan gaya hidup yang terlalu tinggi tak sesuai kemampuan dan berhutang sana-sini, mungkin waktu terima duit atau barang utangannya sih kita merasa oke-oke saja, tapi giliran bayarnya itu yang harus dipikirkan.

Demikian tulisan yang sangat sederhana ini. Mohon maaf saya sama sekali tidak bermaksud untuk menggurui dan saya tau banyak sekali orang-orang yang handal di bidang ini yang bisa memberikan penjelasan yang lebih rinci. Mudah-mudahan saja bisa memberikan sedikit manfaat paling tidak sebagai pengingat, minimal bagi diri saya sendiri untuk terus berbenah dan memperbaiki diri. Tak ada kata terlambat untuk terus berbenah diri - intinya, bijaklah dalam mempergunakan uang, syukuri saja apa yang sudah kita miliki - jangan suka memandang rumput tetangga yang terlihat sangat subur karena bisa saja semua itu adalah fatamorgana, hanya imitasi yang palsu belaka. Berusahalah semaksimal mungkin agar rumput kita selalu subur walau tak terlihat.

Kalau boleh izinkan saya mengutip kata-kata dari seorang ustadz....."Yang terpenting bagi kita bukanlah banyak, tetapi yang penting adalah cukup.banyak itu relatif - sedangkan cukup itu terukur". #Mengingatkan diri sendiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun