Mohon tunggu...
Syarifah Aini
Syarifah Aini Mohon Tunggu... Editor - Seorang ibu disleksik yang suka menulis.

Ibu biasa yang suka bereksperimen dengan kata-kata. Memanfaatkan berbagai platform dan media sebagai laboratorium aksara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peran Perempuan dalam Program Literasi Digital

14 Juni 2022   11:59 Diperbarui: 14 Juni 2022   12:18 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah memiliki anak kedua dan berhenti bekerja paruh waktu di laboratorium kampus, saya baru benar-benar merasakan menjadi seorang perempuan berbeda; perempuan yang tidak  saya kenali sebelumnya, saya begitu mudah lelah, mulai canggung bersosialisasi, dan emosi saya lebih labil dibandingkan dengan saat saya berperan di dua ranah sekaligus: publik dan domestik. Mungkin masa-masa transisi menyulitkan saya dari keadaan yang sebelumnya begitu padat aktivitas di luar, kemudian bertukar menjadi jauh lebih padat di dalam rumah, walau saat itu hanya berkutat di seputaran rumah, saya justru merasa jauh lebih sibuk dibanding dengan sebelumnya.

Sejenak kebosanan pada rutinitas rumah menyergap saya dan semangat melakukan hal-hal yang dahulu saya minati meredup. Kondisi tersebut agaknya memengaruhi lingkungan keluarga, terutama anak-anak. Mereka menjadi kurang ceria dan tidak bersemangat.

Akhirnya saya memutuskan bekerja paruh waktu untuk mencari keseimbangan dan demi aktualisasi diri. Dari sana saya mulai belajar journaling untuk membuat catatan-catatan daftar yang harus dikerjakan hari ini dan waktu yang saya butuhkan untuk menyelesaikannya. Memang terkadang tidak selalu tepat di waktu yang tertulis di jurnal, tapi dengan catatan semacam itu, membuat pekerjaan tidak keteteran terlalu banyak dan saya lebih bisa menentukan skala prioritas.

 

Terjun ke Dunia Digital

Konvergensi digital di tahun 2008 konkretnya seperti perangkat ponsel yang sebelumnya hanya bisa dipakai untuk menelepon kemudian punya fungsi lain menjadi PDA, multimedia player, bisa mengambil foto dan video walaupun belum sejernih saat ini karena resolusinya yang masih rendah.

Saya juga tidak ketinggalan mengikuti tren akses internet boardband unlimited dengan harga terjangkau. Semua piranti itu bisa saya pakai untuk terhubung dengan orang di seluruh dunia dengan minat yang sama. Saat itu sains menjadi begitu rumit untuk diobrolkan secara ringan, maka saya pun mulai mengasah keterampilan-keterampilan yang mudah dipelajari secara otodidak, atau keterampilan yang dasarnya telah saya kuasai seperti menulis dan menggambar.

Saya mulai dengan menulis dan mempelajari dunia blog. Beberapa platform menulis dan mailing list menyajikan tautan yang dibagi-bagikan oleh teman-teman di Yahoo! Massenger. Karena musim saat itu adalah menjadi ibu dan orang tua, maka saya sangat tertarik dengan tema-tema pengasuhan. Artikel-artikel dan buku-buku dengan materi yang sama seringkali saya resume dalam sebuah tulisan yang lain dan ditulis kembali di blog.

Seiring waktu, jejaring pertemanan saya kian luas dengan orang-orang yang memiliki minat sama; menulis dan parenting. Saya semakin luwes berselancar di dunia maya dan piawai menggunakan piranti digital. Celah-celah untuk produktif, mengaktualisasikan diri dengan bonus-bonus berupa sahabat baru dan rezeki tak terduga pun berdatangan. Penguasaan gawai atau piranti digital ternyata tidak sesulit dibayangkan. Selanjutnya setelah piawai dengan gawai, sepertinya ada hal penting yang terlewatkan, yaitu tentang etika di dunia digital.

 

Definisi Literasi Digital

Program Literasi Digital Nasional diluncurkan pemerintah pada tahun 2021. Lalu apakah sebenarnya definisi literasi digital dan kenapa hal tersebut menjadi penting sampai pemerintah mendukung program-program peningkatan literasi digital tersebut?

Literasi secara sederhana bisa diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca, walaupun dalam Deklarasi Praha yang digagas PBB di tahun 2003 juga sudah merumuskan tatanan literasi dunia dengan istilah yang lebih populer dengan  information literacy dengan empat tahapan: basic literacy (literasi dasar), media literacy (kemampuan untuk menggunakan media informasi), technology literacy (literasi teknologi), dan kemampuan untuk mengapresiasi grafis dan teks visual (visual lieracy).

Jadi, literasi digital menurut Deakin University's Graduate Learning Outcome 3 adalah upaya memanfaatkan teknologi dalam menemukan, menggunakan, dan menyebarluaskan informasi dalam dunia digital.

Benar adanya, karena di tahun berikutnya fitur digital semakin berkembang. Teknologi memang mudah dipelajari semudah perkembangan itu terjadi, tetapi jika generasi Baby Boomers, gen X, dan gen Y tidak mampu mengimbangi, bukan tak mungkin mereka akan terombang-ambing oleh zaman. Gen Z dan generasi Alpha adalah generasi digital native, tetapi usia mereka saat ini masih sangat membutuhkan pendampingan. Jika tidak melek literasi digital, modal apa yang dimiliki orang tua untuk mendampingi mereka? Itulah motivasi saya tetap terus belajar dan mengikuti perkembangan dunia digital.

Awal 2020 pandemi melanda dunia tak terkecuali Indonesia. Seberapa canggungnya pun individu, di saat pandemi mau tak mau harus karib dengan piranti teknologi. Penggunaan digital platform menjadi hal mutlak dalam pembelajaran, pekerjaan, bahkan transaksi ekonomi. Kala pandemi, tanpa skill digital yang memadai, peradaban bangsa bisa tertinggal. 

Berdasarkan laporan We Are Social, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 191 juta orang pada Januari 2022. Jumlah itu telah meningkat 12,35% dibandingkan pada tahun sebelumnya sebanyak 170 juta orang. Melihat trennya, jumlah pengguna media sosial di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

Seiring dengan semakin riuhnya dunia maya, berbagai cyber crime atau cyber bullying, bahkan konten hoaks tak lagi bisa dihindari, tetapi sebagai perempuan berdaya dan cerdas, sudah seharusnya mengambil peran dalam hal ini.

Riset dari DataReportal menunjukkan bahwa jumlah pengguna media sosial Indonesia mencapai 191,4 juta pada Januari 2022. Angka ini meningkat 21 juta atau 12,6 persen dari tahun 2021. Indonesia bahkan menempati peringkat keempat untuk pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India.

Dari data di atas, bisa dilihat bahwa masyarakat Indonesia sangat loyal mengakses internet. Namun, kondisi belum berbanding lurus dengan pengetahuan dan literasi digital. Bagaimanapun, saat ini kemampuan mengoperasikan gawai saja belum cukup.

Data Kominfo menyebutkan rerata waktu yang dihabiskan untuk mengakses internet di Indonesia berkisar 7 jam 52 menit. Harus ada upaya keras untuk meningkatkan literasi digital. Dalam program Gerakan Literasi Digital Nasional, ada 4 pilar yang harus dipenuhi: pertama, Etika Bermedia Digital, yaitu menyadari dan mengembangkan etika digital.

Kedua, Aman Bermedia Digital, yaitu menerapkan dan meningkatkan kesadaran data pribadi dan keamanan digital. Ketiga, Cakap Bermedia Digital, yaitu kemampuan menggunakan software, hardware, dan sisitem operasi digital. Keempat, Budaya Bermedia Digital, yaitu aktivitas di ruang digital dengan wawasan kebangsaan sesuai budaya Indonesia.

 

Peran yang Bisa Diambil Perempuan dalam Menyukseskan Literasi Digital

Penekanan pada digital safety selama berselancar di dunia maya sebenarnya adalah demi kebaikan tiap individu. Salah satu program literasi digital nasional adalah etika digital. Etika sangat erat kaitannya dengan pengasuhan di dalam rumah. Perempuan, sebagai garda terdepan dan teladan utama dalam pengasuhan di dalam rumah, bisa mengambil peran penting di sini. Menanamkan etika dalam berinteraksi di dunia maya tak boleh dianggap sepele.

Keterampilan literasi digital dibutuhkan untuk perempuan di ranah mana pun. Di ranah domestik, keterampilan digital perempuan berguna untuk meningkatkan kapasitas diri dan pendampingan keluarga. Sementara itu di ranah publik, perempuan dengan keterampilan digital yang mumpuni akan lebih mudah berkolaborasi dengan rekan kerja lainnya, menjadi mitra yang setara dan saling menghargai.[]

Artikel ini sudah terbit di Harian Serambi Indonesia, kolom Jurnalisme Warga 7 Juni 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun