Mohon tunggu...
Dyna Analysa
Dyna Analysa Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis cerita

minat membaca dan menulis tentang informasi dan wawasan terutama terkait dengan bidang lingkungan dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

7 Catatan Hitam Putihku

30 September 2022   16:44 Diperbarui: 30 September 2022   16:48 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan ke-7

            Satu hari sebelum hari itu, aku berpamitan mau ke luar kota pada Eyang uti untuk suatu keperluan. Eyang uti menolak dengan keras dan tak memperbolehkan aku pergi. Aku mencoba keras untuk menurut meski didalam hati ini ada yang berontak. Dan tanpa kusadari perasaan itu terbaca jelas diwajahku. Tanpa kusadari pula perasaan itu menyakiti beliau. Padahal kalau aku berpikir secara jernih, larangan itu mempunyai alasan kuat karena dua hari yang lalu kami sekeluarga juga habis jalan-jalan keluar kota. Aku memang tak jadi berangkat tapi hitamku membuat hatiku sakit banget, karena merasa terkekang dan egoku tertindas. Kuasa Tuhan pula akhirnya aku tak berangkat meski hati ini merasa sakit dan dongkol sekali. Dan tak bisa kubayangkan penyesalanku kalau hari itu aku nekat berangkat.

            Di waktu senja mengintip menunggu waktu untuk menjelang, saat itulah saat yang selalu kuingat sepanjang hidupku. Seakan semua terasa hampa dan tak berdaya diri ini melihat orang yang terdekat saat itu menutup mata dan menghebuskan nafas untuk terakhir kalinya. Di dalam kalbu ini terasa sepi, sunyi dan melayang tak berarah. Di dalam hati ini berbisik lirih "Tuhan beri hambamu kekuatan dan ketabahan menerima ini". Hari itu hari Rabu dimana hari yang mengingatkanku akan Mitos-mitos yang menghantui eyang uti selama ini. Hari rabu, hari naas itu yang dipikirannya eyang uti. Hal itu bukan karena sebab tapi ada beberapa kejadian di hari Rabu yang memberikan kepedihan teramat dalam buat eyang uti. Mulai dari meninggalnya almarhum Ibu saat melahirkan aku dan meninggalnya eyang uyud(Ibunda Eyang uti) juga pada hari Rabu. Hari yang mengingatkan akan kehilangan orang-orang terkasih. Tanpa ku sangka di hari Rabu pula Eyang uti menghembuskan nafas yang terakhir.

Aku berharap semua ini hanya mimpi, tapi ini adalah kenyataan yang harus aku terima dengan lapang dada. Waktu seakan sulit berputar, anganku terus melayang tak tahu arah. Seperti  ada yang hilang dalam bagian tubuhku. Masih segar teringat saat terakhir bersama. Saat malam terakhir aku terus mendengar rintihan dan terus memeluk aku. Sampai esoknya masih sering ku dengar rintihannya saat aku mendekat dan memberiku beberapa pesan. Hingga akhirnya aku melihat beliau tidur dalam ketanangan tanpa terlihat ada yang dirasakan sakit. Dan baru kusadari kalau tidur itu adalah tidur panjang dalam kedamaian untuk selamanya. Meninggalkan aku untuk kembali ke pangkuan Yang Kuasa, pemilik segalanya, Tuhan. Tangisan aku dan yang lainnya tak bisa mengembalikan nafasnya untuk kembali berhembus. Apa namanya perasaan ini Tuhan? Tanya hatiku. Seperti ada yang hilang dalam diriku dan tak kembali lagi selamanya. Putihku menyiratkan tak boleh aku meratapi semua ini, tak mau membuat tak tenang arwah eyang disana. Dan saat itu hati kecil berkata"belajarlah untuk ikhlas". Biarkan aku melepas dengan ikhlas karena aku yakin ini jalan yang terbaik untuk eyang uti.

            Hari hari kulewati seakan mengingatkanku akan arti seorang eyang uti yang sudah kuanggap ibuku, meski aku tahu Ibu tak akan terganti tapi eyang uti adalah orang terdekat dalam hidupku selama ini. Orang yang merawat aku dengan kasih sayang, mendidik aku dengan aturan -- aturan yang dulu sering aku protes karena menurut aku saat itu terlalu kaku dan kuno.  Dan aku sadar Eyang uti cuma ingin yang terbaik untuk aku seperti ibu-ibu yang lainnya yang menginginkan anaknya mendapatkan yang terbaik. Keegoisan pikiranku membuatku tak bisa mengerti itu, tak sadar kalau hal itu bisa menyakitinya. Kedewasaan yang belum mapan membuatku tak memahami arti kasih sanyangnya. Dan saat saat terakhir dihidup beliau sangat mengkuatirkan aku sampai saat didekati selalu ingin dipeluk dan menitipkan aku pada yang lain. Sepertinya sudah ada bayangan dihadapannya tentang akhir dari hidup didunia ini. Seandainya aku tahu dan merasakannya lebih awal mungkinkah aku bisa mengubah keadaan?tanya dalam hatiku. Tapi putihku menyerukan "Semuanya ini adalah takdir Tuhan yang hanya bisa kupasrahkan pada Tuhan dengan doa dan terus berusaha lebih ikhlas". Meski kadang hitamku mencoba mengajakku untuk bertanya mengapa Tuhan mengambil orang yang aku sayangi padahal Tuhan sudah mengambil ibu kandungku. Bagaiman nanti hidupku tanpa kehadirannya, siapa yang akan membelaku saat orang lain menyerangku? Putihku menenangkan dan berbisik bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan hambanya dan Tuhan pasti punya rencana yang indah diluar perkiraan manusia. Dan dalam hening aku berdoa" Tuhan ampuni banyak dosa dan khilafku saat menjaga amanah-Mu yaitu seorang Eyang uti. Aku tak menjaganya dengan sempurna, tak selalu membuatnya bahagia. Kadang membuatnya sedih dan marah. Tuhan mohon ampun aku atas segala salahku saat bersama beliau. Aku mohon sampaikan maafku sebesar-besarnya untuk beliau atas salahku yang pernah menyakiti yang tak seharusnya aku lakukan dan semua ini hanya membuahkan penyesalan dalam hidupku dan mengapa penyesalan selalu ada dibelakang tak di awal agar aku tak menyakiti dan berbuat salah. Aku rela terluka dan menanggung perih ini. Karena Engkau Tuhan telah mengambil beliau dengan indahnya, tak melebihkan sakitnya. Dan aku melihat saat malaikat mencabut nyawa beliau dengan lembutnya dan memudahkan jalannya. Aku merasakan kedamaian diwajahnya, indah dan terasa tentram didada meski hati ini terasa hampa dan serasa ada yang hilang didiriku tak mengapa. Tuhan mohon ampuni segala dosa dan khilaf eyang uti saat hidup. Mohon terima amal ibadahnya selama hidup. Mohon jaga eyang uti disana dengan kasih sayang-Mu karena Engkau Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. Tuhan tolonglah aku untuk bisa belajar ikhlas dengan semua ini, cerdaskan aku dalam berpikir agar aku lebih cepat memahami ilmu ikhlas. Karena ikhlas adalah jawaban atas semua dan aku yakin Tuhan yang tahu jalan terbaik untuk kita semua karena Tuhan mengetahui seutuhnya seluruh cerita hidup ini.

Ku tulis ini untuk mengenang almarhum eyang uti yang sangat aku sayangi dan aku rindukan, terima kasih untuk segalanya. LMCR 2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun