Mohon tunggu...
Dyna Analysa
Dyna Analysa Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis cerita

minat membaca dan menulis tentang informasi dan wawasan terutama terkait dengan bidang lingkungan dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

7 Catatan Hitam Putihku

30 September 2022   16:44 Diperbarui: 30 September 2022   16:48 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Hari libur telah tiba, seperti yang direncana sebelumnya aku dan kakak perempuanku  jalan jalan ke kota Surabaya naik kendaraan umum. Berangkatlah kami menuju Surabaya naik bus antar kota. Karena hari libur penumpang cukup ramai, beruntung kami mendapakan tempat duduk. Setelah beberapa kali berhenti di tempat pemberhentian bus, aku melihat ibu-ibu yang sudah berumur berdiri agak jauh tempatnya denganku karena tempat duduk sudah terisi penuh. Aku hanya diam melihatnya, dan anak muda didekatnya juga diam dan tak memperdulikan keberadaan ibu itu. "Kenapa tak dikasihkan saja tempat duduknya", gumanku dalam hati. Dan kenapa aku harus berpikir lama untuk memberikan tempat dudukku. Akhirnya aku berdiri dan ngasih tempat dudukku pada ibu tersebut. Dan aku sadar kalau aka hanya diam, aku nggak lebih baik dari anak muda tadi. Dan ternyata diam bukanlah hal yang selalu baik kalau dalam posisi seperti itu. Pastinya perasaanku sesudah memberikan tempat dudukku terasa jauh lebih baik daripada sebelumnya. Ternyata berbuat baik kepada orang lain adalah memberikan hadiah yang manis untuk diri kita sendiri. Tak kalah menyenangkannya dengan perasaan jatuh cinta.

Catatan ke-4

Saat pertama saling memandang, ada rasa yang tak biasa. Rasanya hati ini tertusuk panah asmara yang dilepaskan dan tertuju tepat di jantung hatiku. Itulah awal mula aku merasakan indahnya jatuh cinta, cinta pertama pada pandangan pertama. Detak jantung berderap kencang saat ada didekatnya apalagi saat dia akan mengucap cinta. Tapi semua itu harus aku sudahi sampai disitu. Rasa cinta itu harus aku pendam dan biarkan dia berlalu. Satu janji yang pernah kuucap mengingatkanku untuk memendam dalam-dalam perasaan ini. Janji yang kubuat untuk kutepati, Sebuah janji yang terungkap dan tak bisa kuingkari. Mungkin aku salah mendustai perasaan ini pada dirinya. Bukan inginku untuk tidak menghiraukan perasaan dia padaku. Tapi saat aku menghadap Tuhan dalam setiap doaku, aku teringat akan janji itu dan tak boleh ada yang bisa mengalahkan itu semua. Karena hati ini mengucap sumpah untuk tidak menjalin hubungan cinta sebelum lulus sekolah. Semoga Tuhan menyatukan cinta aku dan dia suatu hari nanti, itu yang aku harap saat itu kalau memang dia yang terbaik untuk aku.

            Tak lama untuk meyakinkan aku atas jawaban doa yang terpanjat. Tidak butuh waktu yang lama untuk dia berpaling dari perasaannya padaku. Aku melihat dia beberapa kali bersama perempuan lain. Cemburu? pasti ada rasa itu meski selalu aku tepis jauh-jauh tapi rasa itu masih ada. Hitamku menyalahkan diri ini karena dia berpaling karena aku tak menghiraukannya. Hitamku berkata semua salahku karena membohongi perasaan sendiri. Tapi putihku menyejukkan nuraniku dan membenamkan rasa sakitku karena Tuhan diatas segala-galanya, meyakinkanku bahwa janji harus ditepati. Dengan berjalannya waktu dan cerita yang aku dengar dari teman-temanku aku mulai sadar bahwa itu tidak salah. Yang membuatku merasa bersyukur tak menerima cintanya, saat aku dengar dari cerita teman-teman seperti apa dia, seperti apa gaya hidupnya dan apa yang dia lakukan bersama teman wanitanya. Tak seperti yang aku inginkan, meski sakit dihatiku ini dan kecewa mencintai seorang seperti dia, aku sadar kalau apa yang kita cintai belum tentu baik untuk kita, itu adalah apa yang kutangkap dari rasa pedih ini. Perasaan pedih itu semakin menghilang tergerus oleh waktu dan jalan yang aku tempuh. Dan yang pasti aku butuh dukungan keluarga dan teman. Dimana saat-saat seperti ini merindu akan kehadiran dan dekapan Almarhum ibu yang mengelayut di hatiku.

 

Catatan ke-5

            Di usiaku saat itu yang masih remaja, sering aku merindukan kehadiran seorang ibu yang tak aku miliki sejak dulu. Ibuku meninggal saat melahirkan aku. Karena itu terus terang aku sering iri melihat kemesraan antara ibu dan anaknya. Rasanya ingin sekali dipeluk seorang ibu. Dan rasanya marah sekali kalau melihat ada anak yang menyia-nyiakan ibunya. Di dalam hatiku berguman, keterlaluan anak ini tidak tahu apa kalau pengorbanan ibu itu luar biasa besarnya dan tak pantas seorang ibu di sakiti sedikitpun. Seorang ibu bahkan rela meregang nyawa untuk melahirkan kita, seperti ibu yang meninggal sesaat setelah melahirkan aku.

            Hitamku mengeluh pada Tuhan mengapa aku tidak bisa menerima kasih sayang seorang ibu, ibu yang melahirkanku. Putihku menegaskan bahwa ini semua takdir Tuhan yang patut disyukuri karena ibu meninggal dalam keadaan yang mulia yaitu mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan seorang anak yang merupakan amanah Tuhan. Meski aku sudah tidak mempunyai seorang ibu tapi masih banyak yang sayang dengan aku. Terutama eyang uti dan eyang kakong. Mereka bisa menjadi penggantinya. Hitamku menjawab tentu tidak akan sama rasanya, kasih sayangnya. Kasing sayang seorang ibu tak akan terganti. Perasaan membenarkan hal itu, tapi putihku terus mencoba membuatku mensyukuri semua yang aku miliki. Sebelum aku menyesali dan menggambarkan bahwa mereka terbaik untukku. Karena mereka ada saat sedih dan senangku, sehat dan sakitku. Orang yang memberiku dorongan moril saat aku jatuh, kecewa dan terluka seperti saat aku tidak lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi yang aku ingini.

Catatan ke-6

            Sesudah lulus sekolah menengah tingkat atas, aku berencana melanjutkan kuliah. Ingin masuk perguruan tinggi impianku yang ternyata itu hanya mimpi tak tersampaikan. Perasaanku sangat kecewa saat itu.dan sepertinya hancur lebur. Ada rasa penyesalan kenapa aku tak belajar dengan giat, tak gunakan waktuku semaksimal mungkin untuk belajar. Bahkan sering membuang waktu untuk melakukan hal yang tidak bermanfaat. Memang benar penyesalan selalu datang belakangan tapi tak diawal dan itu yang aku rasakan saat itu. Ingin rasanya terus menangis terkadang marah-marah tak tentu yang hanya memperkeruh hati ini. Dengan berjalannya waktu dan dukungan dari keluarga aku bisa bangkit dan mencoba ikut seleksi perguruan tinggi yang lainnya. Aku berhasil lolos masuk perguruaan tinggi itu. Meski beghitu hati belum sepenuhnya menerima kegagalan masuk perguruan tinggi impianku. Motifasi dari orang-orang yang menyayangiku adalah kekuatan untuk menjalani semua. Dan akhirnya aku pun masuk ke perguruan tinggi yang menerima aku menjadi mahasiswanya.

            Awal semester yang aku kira menyebalkan ternyata tak sperti itu. Dengan berjalannya waktu rasa kecewa semakin tak berbekas sakitnya. Di situ aku menemukan teman- teman yang menyenangkan yang tak pernah ku temukan sebelumnya. Ternyata ada hikmah yang indah  didalam setiap kegagalan. Dan butuh waktu untuk mengerti tentang hidup. Dan aku setuju dengan anonim "Boleh minta apa saja dengan pengertian bahwa jawaban Tuhan berasal dari pandangan Tuhan. Dan pandangan itu tak selalu harmoni dengan harapan kita, karena hanya Tuhan yang tahu keseluruhan cerita"dan kehidupan terus berlanjut meski hitam putih, pedih suka tetap harus kita syukuri dan yang pasti ingin terus belajar menjalani hidup ini lebih baik. Dan butuh waktu untuk proses pembelajaran hidup ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun