Mohon tunggu...
Dyna Analysa
Dyna Analysa Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis cerita

minat membaca dan menulis tentang informasi dan wawasan terutama terkait dengan bidang lingkungan dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

7 Catatan Hitam Putihku

30 September 2022   16:44 Diperbarui: 30 September 2022   16:48 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Saat usia masih remaja banyak hal yang terjadi, dari sesuatu yang kecil bisa membuat perbedaan besar. Dan kehidupan terkadang menyenangkan, kurang menyenangkan atau bahkan tidak menyenangkan. Dengan berjalannya waktu aku menyadari perjalanan hidup yang akan mendewasakan aku. didalam hidup ini tak selalu menyenangkan tapi kedewasaan menyadarkan aku didalam catatan cerita kehidupan selalu ada pembelajaran. Meski harus ku akui ada hitam di dalam hatiku yang ku lawan dengan putihku. Catatan kecil dihidupku yang bisa membuatku belajar lebih dewasa. Dan ada beberapa catatan yang membekas dan baru kusadari dan benar-benar mengerti setelah waktu berjalan dengan berjalannya pula kedewasaanku. Cerita kecil yang tanpa kusadari semua ini untuk mendewasakan diri ini yang selalu membekas didalam hati.

 

Baca juga: Keagungan Cinta

Catatan 1

. Hari yang menyakitkan yang mungkin tak akanterlupakan sepanjang hidup meskipun bukan sesuatu yang patut aku besar-besarkan. Saat  itu aku masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Saat kata-kata itu terucap dari seorang yang seharusnya ku hormati karena beliau mempunyai sebutan pahlawan tanpa tanda jasa. Siang itu diadakan tanya jawab didalam kelas. Sebuah pertanyaan terlontar padaku dan tak tahu mengapa bibir ini tak mengucap satu kata pun. Mungkin karena aku tidak mengira kalau pertanyaan itu ditujukan padaku atau mungkin aku takut salah menjawabnya. Yang paling tidak ku mengerti saat itu mengapa beliau mengatakan pada teman-teman di depan kelas kalau aku tukang nyontek karena tidak bisa menjawab pertanyaan lesan padahal nilai ujian tulisku bagus. Cuma karena mulut ini tak menjawab pertanyaan yang beliau berikan secara lesan dan secara tiba-tiba itu. Bukan otak ini tidak bisa berpikir tapi saat itu mulut seakan terkunci mungkin karena aku terkejut, mungkin cemas dan atau tidak percaya diri sampai akhirnya tak mengucap kata apapun. Padahal aku seharusnya bisa menjawab dengan tepat. Ingin menangis tapi tertahan didalam hati yang terluka. Dan hitamku merasa dendam yang dalam. Rasanya hati ini ingin berteriak, Tuhan apakah ini adil dan kenapa semua diam tak ada seorang pun yang membelaku atau menjelaskan apalagi mengerti dan memahami. Mungkin semuanya berpikir tuduhan itu benar dan bisa diterima. Hinakah diri ini dimata mereka sampai tak ada yang percaya akan kemurnian nilaiku. Dan pikiran-pikiran buruk ini semakin membuat sakit hati ini.Terasa sakit dan menusuk hati ini sampai kedalam bahkan hal ini masih sangat menyakitiku sampai waktu yang lama. Dan pikiran ini menyeret pada penyesalan mengapa aku tidak membela diriku sendiri. Semua yang terjadi saat itu betul-betul membuatku membenci mata pelajaran itu dan lebih parah lagi, hal itu berlanjut sampai beberapa lama bahkan sudah berganti guru pengajar, aku tetap tidak suka mata pelajaran itu. Mengapa aku berpikir untuk mengharapkan orang lain mengerti tanpa ada penjelasan. Putihku bersuara lirih tapi menguatkan secara perlahan. Dengan waktu dan pembelajaran yang dalam, aku sedikit demi sedikit memahami mengapa guru tersebut mengatakan hal itu. Perlahan aku memahami teman-temanku yang memang wajar hanya diam. Dengan berjalannya waktu aku semakin memahami.  

  Saat itu usia masih sangat muda, mungkin tak cukup dewasa untuk menyingkapi hal itu dan tak rela diperlakukan seperti ini. Tapi tak pernah terungkap dan hanya terpendam dalam dan tanpa tersadari hal itu menjadi duri di dalam hatiku. Tanpa kusadari pula hal itu mempengaruhi nilai pelajaran itu dari nikai ujian sampai tugas bahkan hal itu berlanjut sampai bertahun-tahun lamanya.  Mungkin beliau tak pernah tahu betapa sakitnya saat itu, saat kalimat itu terlontar, saat hati ini masih sangat lugu, masih sangat pendiam dan naf. Mungkin beliau tak pernah menyadari kata-kata itu sangat mempengaruhi sampai kini. Kesalahan yang patut diingat untuk tak diulangi lagi. Dan putihku menguatkan untuk tak boleh hati ini menyalahkan siapapun apalagi memdendam karena tak ada guna lagi bahkan hal itu hanya mengotori hidupku.

Dengan kejadian ini aku jadi lebih berhati-hati dalam melontarkan pendapat terhadap orang lain apalagi itu hal yang kurang baik. Tak ingin menyakiti orang lain karena sakitnya pernah kurasa. Dan aku belajar bahwa mendendam hanya akan merugikan diri sendiri. Tapi ternyata bukan hanya kata yang harus aku jaga. Berikut catatan ke 2 yang membuatku tahu kalau kata dan perbuatan bisa menyakiti orang lain tanpa kita sadari.

Catatan ke 2

Semua siswa satu angkatan diwajibkan mengerjakan tugas dari guru di bidang kesenian. Dan tugasnya adalah membuat tanaman bonsai. "Alamak berat banget", gerutuku dalam hati dimana tugasnya perorangan. Kami diberi waktu satu bulan dan itu waktu yang singkat menurutku untuk mengerjakan tugas itu. Dan karena ada yang mau aku tanyakan, kuhampiri beliau saat diluar ruangan kelas. Ada beberapa pertanyaan yang aku ajukan. Setelah aku melontarkan pertanyaan dan dijawab beberapa penggal kata, teman-teman yang lain menghampiri dan mendengarkan penjelasan beliau. Karena menurut aku sudah cukup mengerti dengan jawabannya dan aku sudah memahaminya, aku meninggalkan kerumunan itu. tanpa permisi apalagi bilang terima kasih. Tanpa aku sadari, sepertinya aku benar-benar tak mengindahkannya. Alhasil tanpa kusangka-sangka beliau merasa tersinggung dan bertanya pada teman yang lain,"Mana temenmu tadi tanya tiba-tiba menghilang, nggak sopan". Dan teman yang mendengarkan itu menceritakan padaku. Suatu pertanyaan dan pernyataan yang membuat sedikit bengong karena tak menyangka, padahal maksudku bukan demikian. Hitamku bersorak, "bapak ini sensitife sekali, beghitu aja marah". Sedangkan putihku mengantarkanku untuk berpikir, mungkin pepatah kata ini butuh aku pahami "gajah dipelupuk mata tak tampak, kutu diseberang tampak." Sering kita melakukan kesalahan tapi kita tak menyadari tapi kalau orang lain yang bersalah meskipun kecil kita ungkit-ungkit dipikiran kita.

Beberapa waktu kemudian aku berkesempatan untuk meminta maaf pada beliau. Dengan memasang muka setulus-tulusnya, bibir ini mengucap kata maaf yang timbul dari hati. Dan dengan ijin Tuhan, beliau membalas dengan senyum. Rasanya lega sekali dan saat itu aku sadar kalau bukan hanya kata-kata yang bisa menyakiti tapi tingkah laku atau perbuatan yang menurut pikiran tak salah, bisa melukai hati orang lain. Apakah diam pilihan terbaik agar tak menyakiti orang lain, tanya hatiku.

Catatan ke 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun