Kemudian, hasil pemanasan dilarutkan dalam suasana asam dengan mentitrasinya menggunakan asam sulfat sampai pH menjadi dua, namun larutan yang dihasilkan masih belum homogen karena masih bercampur dengan larutan yang berisi senyawa pengotor. Setelah itu, larutan disaring dengan kertas saring selama 8 jam, lalu endapan diambil.Â
Endapan dikeringkan dalam oven bersuhu 80C untuk menguapkan air yang terkandung. Endapan tersebut dilarutkan dalam larutan NaHSO3 30% sebanyak 350mL sambil dipanaskan, agar gugus lignosulfonat yang terbentuk setelah penambahan NaHSO3 30% menjadi homogen dengan larutan. Kemudian, larutan dimasukkan ke alat rotavapor untuk dipanaskan sambil diputar. Hasil akhir dari langkah-langkah ini adalah serbuk kering yang berupa lignosulfonat.
Secara kualitatif, surfaktan substitusi berbahan dasar tebu menunjukkan hasil penulisan yang tidak berbeda jauh dengan tinta berbahan dasar surfaktan minyak bumi, keduanya menghasilkan tulisan berwarna hitam pekat yang dapat dibaca dengan jelas.Â
Tinta yang diberi surfaktan berbahan dasar tanaman tebu sebanyak 5% membutuhkan waktu 21,8 detik untuk kering pada kertas, sedangkan tinta yang menggunakan tinta berbahan dasar surfaktan minyak bumi membutuhkan waktu 19,6 detik untuk kering pada kertas, keduanya berselisih 2,2 detik.Â
Pembuatan yang mudah dan hasil tulisan yang tidak jauh berbeda membuat tinta berbahan dasar surfaktan tanaman tebu dapat menggantikan tinta berbahan dasar surfaktan minyak bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H