Ada Tujuan Lain        Â
Kekerasan media massa bisa muncul baik secara fisik maupun verbal, bentuk kekerasan yang disajikan memiliki modus yang sama, yaitu lebih menonjolkan kengerian dan keseraman di mana tujuan pemberitaan itu sendiri (Bungin, 2006, h. 360). Menurut Pudjiastuti (dalam Bungin, 2006, h. 360), kejahatan di media massa secara umum terbagi menjadi tiga macam.Â
Pertama, kekerasan terhadap diri sendiri seperti kasus bunuh diri, meracuni diri sendiri, dan menyakiti diri sendiri. Kedua, kekerasan kepada orang lain, sampai dengan membunuh orang. Ketiga, kekerasan kolektif, seperti perkelahian massal, komplotan melakukan kejahatan maupun sindikat perampokan. serta kekerasan dengan skala besar seperti peperangan dan terorisme.Â
Kasus kejahatan seputar begal motor tergolong dalam jenis kejahatan kekerasan secara kolektif dan kekerasan kepada orang lain. Karena mereka bergerak secara kelompok dan tidak segan-segan menganiaya hingga membunuh korbannya jika melawan. Apa yang disajikan oleh media melalui pemberitaan kejahatan, kekerasan dan tindak kriminal memiliki tujuan untuk membangkitkan emosi pembaca/pendengar/pemirsa. Rasa khawatir, was-was, cemas, dan takut yang muncul sebenarnya akan membuat audiens yang menerima sajian kekerasan tersebut untuk kembali menonton, membaca, mendengar sajian berikutnya, karena timbul rasa penasaran untuk menilik lebih dalam. Semakin menyeramkan kekerasan yang disajikan, maka akan semakin diminati oleh audiens dan mereka akan menceritakannya kepada orang lain dan kemudian orang lain tersebut akan mengakses sajian kekerasan yang dibicarakan di berbagai macam media massa. Â
Sebagai audiens yang mengkonsumsi media setiap harinya harus sadar, bahwa sebenarnya pemberitaan kriminal bukan hanya ‘sekedar' menginformasikan kita sebagai masyarakat tetapi ada tujuan ‘lain' yang dilakukan oleh para awak media yaitu tujuan bisnis, informasi tersebut dikemas semenarik mungkin sehingga memiliki nilai jual, inilah yang disebut komodifikasi konten. Pemberitaan kriminal seperti begal motor yang cenderung menjual sensasi dan drama yang disebarluaskan secara teratur kepada kita sebagai masyarakat bisa membuat kita menjadi pribadi yang terbiasa, nyaman, tumpul rasa simpati dan empati ketika dihadapkan dengan isu kekerasan.Â
Tentunya untuk mencegah hal tersebut, ini menjadi tantangan kita bersama mulai dari masyarakat, kaum akademisi media/jurnalistik, para awak media, lembaga pengawas media hingga peran pemerintah diharapkan untuk saling bekerja secara berkesinambungan dalam membawa kegiatan jurnalistik ke jalur yang benar sesuai kode etik serta mengembalikan peran media sebagai sarana hiburan dan informasi yang positif bagi masyarakat Indonesia. Jangan sampai peran media sebagai sarana strategis dalam melakukan transformasi untuk mencerdaskan bangsa menjadi hilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H