Mohon tunggu...
Dyah Woro Untari
Dyah Woro Untari Mohon Tunggu... Dosen - Dyah Woro Untari

masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Susahnya Petani Menjual Hasil Panen

3 Juli 2020   16:54 Diperbarui: 3 Juli 2020   17:11 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengolahan hasil panen

Hal ini tak pernah absen dari program pembangunan pertanian di tingkat nasional. Tapi kembali lagi ke premis diatas, tak semua petani bisa menguasai pengolahan produk. Apakah karena caranya rumit? Atau tak ada alatnya? Tak bisa packing?

Semua jawaban bisa jadi kurang benar. Pada prinsipnya hal tersebut bisa dipelajari dan disediakan melalui berbagai jenis program dan pelatihan. Petani pun tak akan terkendala mempelajarinya. Asal ada yang mau beli, mereka siap. Tapi sekali lagi yang susah, kalau produk sudah diproses dan dikemas rapi, siapa yang mau beli secara konsisten?

Atau, misalnya jika produk diproses dan dijual dalam kemasan yang lebih besar, katakanlah dijual curah dalam karung atau per boks. Harus ada industri yang mau menyerapnya secara berkelanjutan. Tapi memasuki jaringan tersebut tidak berarti ketuk pintu lalu diterima. Di dalamnya telah ada orang-orang yang spesialis menjadi penyuplai. Petani sebagai pendatang baru, tentu industri juga tak mau begitu saja percaya dan menomor-duakan penyuplainya yang sudah terpercaya.

Sedikit banyak yang penulis dengar dari petani atau pelaku bisnis, seperti kalau orang dari kampung A punya industri. Ia sudah biasa disuplai temannya yang juga dari kampung A. Prinsipnya sudah kenal dan percaya dengan kualitas dan perilaku bisnisnya. Kalau dicurangi, bisa minta tanggung jawab pada kerabatnya. Kalau ada orang lain yang masih asing, mau kerjasama, pikir-pikir dulu.

Intervensi

Sudah banyak usaha intervensi yang dilakukan untuk menyokong produksi pertanian baik oleh pemerintah melalui segala kegiatan lapangan dan kebijakannya, kalangan swasta dan BUMN dengan CSR-nya ataupun lembaga donor dengan program-programnya. Akan tetapi mekanisme pasar kelihatannya sulit terjamah.

Memang bukan persoalan mudah. Sudah tak kurang 'hardware' berupa barang, alat, infrastruktur yang telah atau akan diberikan. 'Software' berupa ketrampilan untuk melakukan pemasaran online tentunya juga sudah diupayakan. Akan tetapi, kemampuan untuk mempengaruhi pasar tidak mudah untuk dijangkau. Walau banyak juga kita temui petani yang sukses sebagai produsen sekaligus pemasar. Umumnya skala ekonominya besar sehingga memiliki kekuatan lebih

Beberapa hal yang menjadi pekerjaan rumah bersama, yang pertama, pelaku pasar sudah menetap dan tak mudah bagi pendatang baru, katakanlah petani, untuk terjun ke dalamnya. Kedua, ketrampilan memasarkan bukan hal yang mudah dikuasai oleh produsen karena umumnya petani menanam ketika harga diperkirakan akan bagus dan mereka bukanlah pelaku utama pasar.

Ketiga, kebijakan pengaturan pemasaran yang memihak petani kecil akan lebih membantu karena segi produksi sebagian besar sudah dikuasai petani. Berbagai jenis intervensi yang diluncurkan memfasilitasi petani untuk memasarkan produk, namun detail pemasaran itu sendiri begitu rumit sehingga tidak cukup dengan bantuan yang berorientasi pada produksi dan pasca-panen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun