Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tanyakan Kepada Rumput yang Bergoyang

18 April 2023   02:20 Diperbarui: 18 April 2023   20:51 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: insertlive.com

" ... coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang ..."

Sepenggal lirik lagu dari sang Ebiet G. Ade itu, boleh jadi memberi kesan tersendiri, bagiku. Betapa tidak! Sang seniman ini, pelantun karya lagunya sendiri ini, sang pujangga-musisi ini, di setiap karya lagunya, selalu berbobot muatan filosofis. Filosofi tentang arti kehidupan yang sesungguhnya, dan yang tengah kita hadapi dalam pengertian sebagai fakta realita serta segala fenomena situasi kondisi alam nyata dengan segala perilaku manusia yang bernama insan kamil.

Dan, yang paling menarik tanpa aku harus menjurus pada pengkultusan terhadap seorang tokoh, salah satu dari sekian anak bangsa yang ada, dia sang pujangga-musisi ini, selalu berpenampilan bersahaja, sederhana, di atas panggung maupun di luar panggung. Itu kesan yang kutangkap. Meski aku tak pernah sekalipun bersua dengannya, menyaksikan langsung pementasan lagu karyanya, apalagi bercengkerama dan mewancarainya laksana aku sebagai sang jurnalis, sang kuli tinta, ataupun kuli digital online. 

Lirik lagunya teramat bernas, manakala dihadapkan kepada kenyataan hidup dan kehidupan anak manusia, di hampir segala aspek hidup secara universal. Sekali lagi, itu bagiku, menurutku yang bukanlah seorang apa-apa yang tengah dan bercita untuk menjadi apa-apa bagi kehidupan manusia yang adil nan beradab. 

Dia bukan nabi, ataupun sang aulia yang mendapatkan pengakuan dari sekelililingnya, namun, ucap katanya yang terwakili di setiap lirik lagunya, selalu dan selalu menyuguhkan kata-kata yang arif bijaksana. Setidak-tidaknya bisa digunakan sebagai acuan, tolok ukur, dan bahan perenungan dalam menghadapi kenyataan hidup, bila mau dan berkeinginan menggunakannya ... 

Kenyataan hidup yang bagaimanakah, dan seperti apa ya? Yang real, dong?! Bergulat bergayutlah tanya itu di alam pikiranku yang butuh suatu penjelasan nan gamblang agar nyata, real, dan jauh dari naratif retorika belaka. Begitu tentunya, ya ..?

Namun, aku tak bisa mengupas semuanya lho? Di keseluruhan aspek hidup dalam kehidupan ini manakala disambungkan dengan lirik lagu-lagunya sang pujangga-musisi ini. Ya, tidak apa-apa lho, asalkan ada yang terwakilkan atas penilaian itu dari dia yang dikagumi itu, tanpa terkesan sebagai wujud pengkultusan ..! Itu saja, simpel saja.

Oke, baiklah, akan kucoba sebatas aku bisa ... 

Dari pelbagai bencana di dunia, apakah itu bencana alam maupun bencana yang dipicu oleh sebab ulah manusia itu sendiri, seperti konflik sosial vertikal dan horisontal, perang antar pribadi, di dalam sebuah rumah tangga, antar tetangga, ataupun antar bangsa-negara, sepertinya tersinggung di beberapa lirik lagu sang pujangga-musisi ini. Intisarinya, ketimpangan alam semesta, ketimpangan kehidupan anak manusia seumumnya, bukankah adalah sebab akibat dari manusia itu sendiri yang telah abai terhadap petunjuk Tuhan, dan cenderung berseberangan, bahkan cenderung menentang hukum alam yang merupakan hukum Tuhan atau Sunnatullah? Iya, tidak? Seperti halnya tentang gempa, tsunami, banjir bandang, meletusnya gunung berapi, dan sebangsanya. Jujur sajalaah ... 

Mungkinkah harmonisasi kehidupan ini bakal terwujud, sementara sebagian dari anak manusia ini dalam berpandangan dan bersikap hidup hanya menuruti hawa nafsunya saja, tanpa berpijak pada ketentuan dari Tuhan Yang Maha Segala?

" ... roda zaman menggilas kita, terseret tertatih-tatih, sungguh hidup terus diburu berpacu dengan waktu, tak ada yang dapat menolong selain yang di sana, tak da yang dapat membantu selain yang di sana ... Dialah, Tuhan ... Dialah, Tuhan ..."

Dan, pelbagai bencana yang menimpa anak manusia yang tak kunjung reda sepeninggal Sang Nabi beserta para pendukungnya, para pejuang-pejuang keseimbangan yang setia sebagai hamba Tuhan, terlintaskah dalam benak kita untuk mendapatkan kepastian jawaban, mengapa? 

" ... barangkali di sana ada jawabnya, mengapa di tanahku terjadi bencana ..?"

Sampai pada ujung tentang bencana konflik dari anak manusia, perang Rusia-Ukraina, perseteruan antara Blok Amerika-Nato lawan Blok Rusia-China yang berimbas pada sebuah krisis yang meng-global di segala aspek kehidupan saat ini, dan masih berlangsung yang terasa hingga detik ini, maka ...

" ... mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa, atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang ..."

Sekian, dan terima kasih. Salam Seimbang Universalku Indonesia_Nusantaraku ... 

*****

Kota Malang, April di hari kedelapan belas, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun