" ... coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang ..."
Sepenggal lirik lagu dari sang Ebiet G. Ade itu, boleh jadi memberi kesan tersendiri, bagiku. Betapa tidak! Sang seniman ini, pelantun karya lagunya sendiri ini, sang pujangga-musisi ini, di setiap karya lagunya, selalu berbobot muatan filosofis. Filosofi tentang arti kehidupan yang sesungguhnya, dan yang tengah kita hadapi dalam pengertian sebagai fakta realita serta segala fenomena situasi kondisi alam nyata dengan segala perilaku manusia yang bernama insan kamil.
Dan, yang paling menarik tanpa aku harus menjurus pada pengkultusan terhadap seorang tokoh, salah satu dari sekian anak bangsa yang ada, dia sang pujangga-musisi ini, selalu berpenampilan bersahaja, sederhana, di atas panggung maupun di luar panggung. Itu kesan yang kutangkap. Meski aku tak pernah sekalipun bersua dengannya, menyaksikan langsung pementasan lagu karyanya, apalagi bercengkerama dan mewancarainya laksana aku sebagai sang jurnalis, sang kuli tinta, ataupun kuli digital online.Â
Lirik lagunya teramat bernas, manakala dihadapkan kepada kenyataan hidup dan kehidupan anak manusia, di hampir segala aspek hidup secara universal. Sekali lagi, itu bagiku, menurutku yang bukanlah seorang apa-apa yang tengah dan bercita untuk menjadi apa-apa bagi kehidupan manusia yang adil nan beradab.Â
Dia bukan nabi, ataupun sang aulia yang mendapatkan pengakuan dari sekelililingnya, namun, ucap katanya yang terwakili di setiap lirik lagunya, selalu dan selalu menyuguhkan kata-kata yang arif bijaksana. Setidak-tidaknya bisa digunakan sebagai acuan, tolok ukur, dan bahan perenungan dalam menghadapi kenyataan hidup, bila mau dan berkeinginan menggunakannya ...Â
Kenyataan hidup yang bagaimanakah, dan seperti apa ya? Yang real, dong?! Bergulat bergayutlah tanya itu di alam pikiranku yang butuh suatu penjelasan nan gamblang agar nyata, real, dan jauh dari naratif retorika belaka. Begitu tentunya, ya ..?
Namun, aku tak bisa mengupas semuanya lho? Di keseluruhan aspek hidup dalam kehidupan ini manakala disambungkan dengan lirik lagu-lagunya sang pujangga-musisi ini. Ya, tidak apa-apa lho, asalkan ada yang terwakilkan atas penilaian itu dari dia yang dikagumi itu, tanpa terkesan sebagai wujud pengkultusan ..! Itu saja, simpel saja.
Oke, baiklah, akan kucoba sebatas aku bisa ...Â
Dari pelbagai bencana di dunia, apakah itu bencana alam maupun bencana yang dipicu oleh sebab ulah manusia itu sendiri, seperti konflik sosial vertikal dan horisontal, perang antar pribadi, di dalam sebuah rumah tangga, antar tetangga, ataupun antar bangsa-negara, sepertinya tersinggung di beberapa lirik lagu sang pujangga-musisi ini. Intisarinya, ketimpangan alam semesta, ketimpangan kehidupan anak manusia seumumnya, bukankah adalah sebab akibat dari manusia itu sendiri yang telah abai terhadap petunjuk Tuhan, dan cenderung berseberangan, bahkan cenderung menentang hukum alam yang merupakan hukum Tuhan atau Sunnatullah? Iya, tidak? Seperti halnya tentang gempa, tsunami, banjir bandang, meletusnya gunung berapi, dan sebangsanya. Jujur sajalaah ...Â
Mungkinkah harmonisasi kehidupan ini bakal terwujud, sementara sebagian dari anak manusia ini dalam berpandangan dan bersikap hidup hanya menuruti hawa nafsunya saja, tanpa berpijak pada ketentuan dari Tuhan Yang Maha Segala?