Memasuki puasa di hari kedua puluh satu, pasca Isya, saat menjelang malam sesudah lenyapnya sinar merah di ufuk barat, seperti biasanya, Si  Jhon dan Si Paneri selalu memanfaatkan waktunya untuk jagongan, bercengkerama, berdiskusi ataupun sharing dalam gaya insan kampung. Namun masih terhindar dari kesan "kampungan" dalam perbincangan di antara keduanya yang bertetangga dekat, dan karib itu.
Kali ini, keduanya berdiskusi dengan topik utama seputar ranah politik di kala negeri ini sedang menyongsong "tahun politik" 2023/2024.Â
"Sudah berbuka, Ri ..?" tanya Si Jhon kepada Si Paneri, mengawali perbincangannya.
"Sudah sejak siang tadi, Jhon!" jawab Si Paneri rileks tanpa beban.
"Lho, maksud sampeyan, Ri? Apa sampeyan sedang tidak berpuasa lantaran berhalangan?" tanya Si Jhon sembari tersenyum simpul, setengah meledek.
"Ya, ayas gak puasa lantaran berhalangan besar, Jhon! Yakni, pekerjaan sehari-hari sebagai buruh bangunan yang saban hari keluarkan peluh dan butuh kalori energi agar tak loyo dalam bekerja pada saat berhadapan dengan garis siang. Apalagi, pas bekerja di sebuah proyek bangunan gedung pencakar langit milik para boss juragan borju yang bermodal gede, yang serba ditarget pencapaian pekerjaannya dengan super ketat. Gak ngerasakno pasa, Jhon!"
"Ya, ya, ya ... ayas bisa memaklumi, Ri kalau itu alasan logis sampeyan kenapa tak puasa, " timpal Si Jhon bernada toleran.
"Lha, sampeyan sendiri, jam segini, koq masih di rumah, apa tidak tarawih?" tanya balik Si Paneri.
"Gak, Ri. Ayas-pun berhalangan dalam hal ini."
"Berhalangan apa sampeyan, Jhon? Koq, sepertinya membalas dan mengimbangi argumen ayas barusan, ya? Hehehe ... " kelakar Si Paneri dengan bahasa dan nada bertutur penuh keguyuban sebagai tetangga.