Dalam kesendirian yang tak pernah merasa kesepian, apalagi terkucil di antara massal manusia berbalutkan budaya dan peradaban hingga sampai pada saat ini
Sang idealis mencoba mengguratkan catatan harian terkininya ...
Lantaran aku tak ingin hidup di awang-awang  bersimbah mimpi yang tak pernah kutemui, dan teruji di alam nyata
Maka aku harus bersiteguh pada prinsip yang kuyakini telah diajarkan oleh Tuhan kepada manusia ciptaan-Nya
Aku tak butuh sanjungan, formalitas penyematan penghargaan, label atribut ataupun imbalan yang tak sejalan pada kesetiaan pengabdian, kebergantungan hidupku kepada Tuhan semata
Seperti yang pernah diwujudkan oleh hamba-hamba Tuhan yang setia pada masa dahulu dalam wujud tatanan hidup seimbang, selaras dengan ketentuan-Nya
Yang bukan tatanan kehidupan timpang dari orang-orang yang menentang ketentuan-Mu, maupun dari orang-orang fasik munafik
Bukan yang demikian itu ..!
Biarlah mereka yang mau dan masih tenggelam dalam ketimpangan hidup berkubang narasi-narasi pembius fatamorgana yang meninabobokannya
Biarlah ..!
Dan, aku harus konsisten pada apa yang kuyakini sebagai ketentuan dari Tuhan, bukan akibat dari bujuk rayu iblis dan setan
Akupun enggan bersikap berlebihan yang jauh dan miskin akan ilmu serta petunjuk-Mu pula
Berikanlah aku hamba-Mu ini kesempatan, ya Tuhan
Dalam bertaubat dan bersyukur atas segala karunia yang telah Engkau limpahkan ...
Amin.
Kota Malang, April di hari kedua belas, Dua Ribu Dua Puluh Tiga. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H