Suatu ketika di kala mana, Jhon dan Paneri bercengkerama, bincang bola, pasca tanding timnas Garuda Indonesia versus Philipines sebagai tanding terakhir dalam penyisihan grup A di ajang Piala AFF 2022.
Paneri: "Bola itu bundar, Jhon ..!"
Jhon   : "Semua orang tahu, Ri, kalau bola itu bundar. Sampeyan itu waras, apa sedang ngelindur?"
Paneri: "Lho, rek ...Itu bahasa filosofis sepak bola, Jhon? Mosok sampeyan gak mudheng blass?"
Jhon   : "Waduh, omongan sampeyan koq, jadi ndakik begitu? Menggunakan filsafat segala, sejak kapan dikau, Ri? Koq, seperti dosen, omongannya satu doz ... Bayarannya satu sen?"
Paneri: "Repot dengan sampeyan ini. Kalau ngajak bahas sepak bola timnas, selalu emosional? Woles saja laah ... "
Jhon   : "Ya, mesti toch? Lhawong, diajak ngulas kenapa timnas Garuda kita yang setiap berlaga di ajang AFF, koq gak pernah jadi juara, bahkan selalu bermain dengan cara yang buruk, grusa-grusu, gak jelas pola permainannya, meskipun berujung menang 2-1 atas Philipines, sampeyan malah ngajak berfilsafat?"
Paneri: "Lalu, kenapa dengan timas kita? Faktanya, kan menang saat bertanding dengan Philipines? Apa sampeyan pinginnya timnas kita kalah ..?"
Jhon   : "Ya, bukan itu masalahnya, Ri?! Kalau asal menang, semua orang bisa saja. Cuma, mbok ya yang apik, yang cantik, dan  enak   ditonton laah? Ini kelas timnas, lho? Bukan kelas tarkam?! Mosok, begitu permainannya? Eman sekali, kan sampai harus datangkan pelatih sekaliber dunia seperti STY itu? Apalagi, kali ini timnas kita diambisikan dan diharapkan bisa jadi juara? Apa mampu? Ini belum ketemu tim Nguyen Vietnam di semifinal, lho? Bisa ancoor, Ri?!"
Paneri: "Yo, belun tentu dan gak bisa begitu, Jhon? Wong, bola itu bundar ..."
Jhon   : "Bola bundar, lagi? Kalau kotak bagaimana cara nendang dan nggelinding bolanya, Ri? Sampeyan makin lama maki ngelantur, ya? Wow, ngigau campur gendeng sampeyan ini, ya Ri?"
Paneri: "Jangan keburu emosi, Jhon ... Sepak bola itu bukan matematika ..."
Jhon   : "Sudah tahu, Ri ... Matematika juga bukan sepak bola, kan?!"
Paneri: "Bentar dulu, Jhon. Jangan emosi laah. Sampeyan ini mau diskusi-sanusi, apa mau ngajak gelud? Kwkkwkkwk ..."
Jhon   : "Yo, wis lanjutkan argumen sampeyan ... Namun, jangan sok berfilsafat, lho? Hehehe ... "
Paneri: "Dalam hal ini, yang perlu bin penting adalah hasil akhirnya, sekalipun ada yang berujar bahwa hasil tak akan mengkhianati proses. Begitu kan yang sering kita dengar? Lha ini, kan belum berakhir, dan masih akan memasuki babak semifinal, belum final. Ditunggu saja bagaimana ujung akhirnya. STY lebih ngerti daripada sampeyan. Wong, sampeyan ini gak pernah nendang bola, nendang istri sampeyan paling sering, ya? Hahahaha ..."
Jhon   : "Lho, ya? Sampeyan kian ngawut saja terhadap diriku ini, Ri? OK laah, kita tunggu saja seperti apa hasil akhir dari perjuangan  timnas kita, mampukah penuhi ambisinya jadi juara di Piala AFF kali ini. Karena menurut omongan sampeyan, menurut filsafat Bola Bundar sampeyan, jangan-jangan maunya juara, jebule malah ambyar ... Gak masuk, Ri argumen sampeyan, Hahaha ..."
Paneri: "Sak karep sampeyan, wis Jhon ..??"
Jhon   : "Yo, sak karepku, wis ... Kalau karepnya orang banyak bisa disebut rapat akbar, ya, Ri ..?"
Paneri: "Oh, ternyata sampeyan yang lebih gendeng bin edan, hahaha ..."
Keduanya, Jhon dan Paneri yang bertetangga dekat itu pun mengakhiri perbincangannya dengan jabat tangan erat, lalu masuk ke rumah masing-masing, karena malam telah menginjak larut ...
*****
Kota Malang, Januari di hari ketiga, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H