Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa (2)

12 November 2022   23:33 Diperbarui: 3 Januari 2023   19:26 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembaca yang budiman, sebangsa dan setanah air.

Di bagian pertama artikel kami sebelumnya  dengan judul yang sama dengan artikel kami kali ini, yakni  "Mencerdas Kehidupan Bangsa (2)", kami mencoba menyambung kembali tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dalam kerangka idealistik adalah dalam rangka "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa". Pertanyaan yang sempat kami ajukan pada akhir tulisan di artikel bagian (1) adalah sebagai berikut:

"Beginikah hasil yang telah dicapai oleh Sistem Pendidikan Nasional bangsa kita dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa?"

Artinya, bahwa salah satu tujuan negara di ranah pendidikan nasional dengan model dan sistem pendidikan yang telah dirumuskan dan diterapkan di negeri ini, sepanjang sejarah NKRI belum menggapai arah dan tujuannya sebagaimana yang termaktub dalam pokok pikiran Mukadimah UUD 1945 adalah dalam rangka dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan, fakta realita yang didapatkan adalah bahwa telah terjadi kesenjangan atau disharmonisasi antara kerangka idealistik dengan kerangka realistik praktisnya. Dengan kata lain, bahwa tujuan pendidikan nasional yang diidealkan masih "Jauh panggang dari api" berdasarkan amanah UUD 1945.

Indikatornya pun sederhana. Bila memang tujuan pendidikan nasional sebagaimana dalam penerapan sistem pendidikan yang dijalankan di negeri ini telah meraih tujuannya, maka mengapa soal keadilan, kesejahteran dan kemandirian sebagai bangsa belum nampak sama sekali? Apakah yang demikian ini dapat dikatakan sebagai bangsa yang cerdas setelah ditempa dalam pendidikan melalui sistem pendidikan nasionalnya yang berjenjang panjang?

Mengapa produk pertanian masih impor bila pendidikan nasional telah menghasilkan anak bangsa yang cerdas, dengan  mendayagunakan bumi negeri sendiri yang dikenal sebagai bumi agraris? Apakah tak sepatutnya tentang kebutuhan pangan misalnya, bisa dicukupi dari hasil pertanian sendiri dalam pengertian berswasembada pangan? Mengapa harus impor? Mengapa harus impor garam? Bukankah negeri ini 62% wilayahnya adalah lautan dan sisanya adalah daratan? Bisakah disebut cerdas bila soal kebutuhan garam saja harus impor? Ini hanya sebagian sisi saja tentang capaian mencerdaskan kehidupan bangsa dalam sistem pendidikan nasional yang arah dan tujuannya adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Belum lagi aspek-aspek lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kemudian, tentang maraknya korupsi yang sekalipun telah dinyatakan sebagai kejahatan berkategori pidana berat di samping kejahatan tentang penyalahgunaan narkoba dan kejahatan genosida, toch, belum bisa dibersihkan di negeri ini. Sekalipun telah dibangun Komisi-Komisi dalam rangka mengawasi, mencegah dan menindak kejahatan dimaksud dengan sanksi yang berat karena yang demikian itu adalah sebagai bagian dari kejahatan luar biasa! Jerakah para pelaku tindak pidana berat dan luar biasa dimaksud? Efek jera tak didapatkan bagi para pelaku dan calon pelaku kejahatan, justru kian marak dan mengemuka yang terjadi. Ironisnya, para pelaku tindak pidana korupsi maupun penyalahgunaan narkoba malah dari kalangan elit, pejabat, intelektual dan para cerdik pandai yang merupakan produk dari sebuah sistem pendidikan nasional kita. 

Adakah pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor di negeri ini yang bukan sarjana? Kalaupun ada yang bukan sarjana, berapakah perbandingannya antara yang sarjana dan yang bukan sarjana? Apakah itu dari S1, S2, S3, bahkan sekelas guru besar atau profesor sekalipun, kesemuanya adalah produk dari sistem pendidikan nasional kita yang memprihatinkan dan menggenaskan. Itupun bila pelaku tindak pidana korupsi yang ketahuan dan terendus hingga sampai ke meja hijau untuk diusut dan disanksi oleh pengadilan. Yang tak terendus dan atau yang tak sampai ketahuan? 

Dimanakah kita temukan bahwa tujuan pendidikan adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa? Dimanakah? Bisakah pendidikan nasional kita dalam sistem pendidikan nasionalnya disebut telah menggapai tujuannya terkait dengan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa? Bisakah?

Salam Seimbang Indonesia_Nusantara ...

*****

Kota Malang, November di hari kedua belas, Dua Ribu Dua Puluh Dua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun