Tahu apa kita tentang revolusi? Demonstrasi di jalanan dengan yel-yel teriakan dan nyanyian tuntutan perubahan, sambil menggelar spanduk, kibarkan atribut dan bendera identitas itukah? Hanya dengan cara itukah kita artikulasikan tentang revolusi?
Perubahaan ketatanegaraan dilakukan dengan kekerasan, perubahan cukup mendasar pada suatu bidang, peredaran bumi dan planet-planet lain dalam mengelilingi matahari. Itu pilihan makna kata dalam bahasa. Mengadopsi makna yang manakah, yang hendak kita pilih untuk dijalani?
Tentang ketatanegaraan dengan kekerasan, tentang suatu bidang, atau tentang pasti alam pantulkan sosial budaya dan peradabankah pilihan sikap kita? Jawablah tanya ini dengan sebening pikiran, sebening hati kita. Tak perlu gagu dan ragu, agar semua tahu bila kita memang tak berjalan dengan nafsu semata kepada revolusi yang hakiki. Demi harapan bagi anak negeri, menuju bahtera kehidupan pancarkan keadilan, kesejahteraan sejati. Dari sebuah revolusi sejati dan sejatinya revolusi.
Definisi revolusi ala Soekarno, adalah penjungkirbalikan seluruh tata nilai lama, menuju tata nilai baru, penjungkirbalikan tata nilai lama hingga ke akar-akarnya. Menjebol dan membangun menuju bahtera baru bagi anak negeri tak terkecuali. Tanpa mengusik suku apa, agama apa, ras apa serta golongan apa! Satu arah tujuan yang sama, tegakkan nilai kebajikan universal dalam bahtera kehidupan nan seimbang di bumi ini. Keseimbangan atas diri kita, keluarga kita, lingkungan sekitar kita, bangsa kita ... dan seluruh dunia!
Terngianglah kami kepada sang Ktut Tantri, melabuhkan diri ke negeri ini seorang diri. Tinggalkan negerinya di seberang jauh, migrasi menuju kemari lantaran hati yang tertambat kepada Bali. Baginya, Balilah surga terakhir yang tersisa di bumi ini untuk dikunjungi. Di kala kegundahan hati melanda dirinya, dipampangkan Bali oleh sebuah tayangan, menembus alam pikirannya hingga berkeputusan bulat tanpa ragu untuk hidup di Bali. Terbayang olehnya bila telah menemukan hidup sebenar-benar hidup.
Tak berhenti begitu saja manakala telah menginjakkan kakinya sampai di Bali, mewujudkan mimpinya pada pelabuhan hidup tanah surgawi. Pilihan sadarnya, berlanjut menjalankan hidupnya untuk berkiprah menyokong perjuangan rakyat Indonesia menuju kemerdekaan abadi, lepas dari cengkeraman dan hisapan sang imperialis. Tekat membulat pertaruhkan jiwa raganya demi Indonesia merdeka!
Ktut Tantri, perempuan satu-satunya dari negeri seberang jauh, menambatkan hati dan pikirannya kepada negeri ini bermula dari pancaran pesona Bali, yang baginya adalah surga terakhir yang tersisa di bumi ini.
Bila sang Ktut Tantri saja merelakan dirinya bagi negeri ini, demi negeri ini, berandil dengan sepenuh jiwa raga atas kemerdekaan bangsa dan negeri ini, lantas bagaimanakah dengan kita saat ini? Yang tinggal menjaga dan memelihara sebuah kemerdekaan abadi, tanpa kontaminasi oleh apapun yang mencederai makna kemerdekaan yang telah kita lampaui. Bisakah?
Adakah sebersit risih saat ini, di negeri ini? Ketika masih merebak aroma kolusi dan korupsi di negeri yang telah menggapai kemerdekaannya?
Ktut Tantri satu dari anak negeri seberang jauh. Datang kemari ke negeri ini. Menginspirasi kepada negeri ini dengan romantika perjalanan hidupnya. Melabuhkan dirinya, pertaruhkan seluruh jiwa raga dan pikirannya. Demi kemerdekaan bangsa dan negeri ini tanpa basa-basi. Mengukir sejarah negeri ini, dalam guratan bertajuk revolusi di nusa damai ...
*****
Kota Malang, September di hari kedua puluh empat, Dua Ribu Dua Puluh Dua. Â Â Â Â
      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H