nanti, meski umumnyaÂ
berharap dan menanti
untuk dipilih dan memilih
pada yang dinama pesta
demokrasi mengobral janji
propaganda juga aksi provokasi
mengumbar acara mengumbar agenda
berorasi dengan bahasa janjiÂ
bila dipilih nanti, bila nanti terpilih
"akan kami penuhi bla bla bla"
maka plihlah kami ...
pembius beserta awaknya pun bergerilya
bermanuver dalam kata-kata mempesona
terbiuslah di antara kita dalam lena
terpedaya dengan buaian mimpi-mimpi
bila nanti dan bila nanti yang tak tentu terjadi
waktu kemudian berlaluÂ
kenyataan apa yang dijumpai, didapatkan?
tak seindah yang dijanjikan
seperti yang diorasikan, dulu
dalam bingkai aroma janji demokrasi
ternyata berujung berbau terasiÂ
menyesak memilu hati, tertusuk jeruji
janji tinggal janji seiring jalannya waktu
yang tak mungkin dipulangkan kembali
masihkah berharap dan menanti?
menyambut datangnya pesta membawa nestapa
karena pesta bagi mereka, bukan bagi kita
yang tak berdaya tak punya kuasa apa-apa
dan, sejarah telah membuktikannya
sedari dulu hingga kini
sejak kali pertama pesta dimulai
toch, masih saja kita seperti ini begini ini
dari generasi ke generasiÂ
ah, sudahlah, biarkanlah, dan lupakanlah ...
*****
Kota Malang, September di hari kedua puluh satu, Dua Ribu Dua Puluh Dua.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H