Hujan deras mengguyur kota, beriringkan angin yang cukup kencang, namun tak sampai berbuah Puting Beliung. Aman, berujung pada suasana jadi segar begitu hujan reda hingga pukul 19:00 WIB. Sabtu, September di hari kesepuluh, tahun ini.
Seperti biasanya, hari Sabtu adalah jadwal Kamling regu jaga Kang Supri dan kawan-kawan sebanyak tujuh personil. Dan, Kang Supri adalah komandan regunya.Â
"Siapa yang belum nongol, Kang Supri?" tanya Kang Gobel kepada Kang Supri, usai memukul tiang telepon yang tak jauh dari Pos Kamling, sebanyak tujuh kali.
"Ya, dicek sendirilaah, Kang Gobel, masa gak hafal dengan kawan se-tim regu?" jawab Kang Supri sambil tersenyum dan duduk bersandar di dinding Pos Kamling.Â
"Siaap, Kang. Rupanya, tinggal Kang Pa'i yang belum nampak ini."
"Nah, begitu dong, melatih kecermatan terhadap kawan sendiri, satu tim regu jaga Sabtu ..." seloroh Kang Gundul sembari menghadapi bidak-bidak di atas papan catur. Kang Gundul nampak sudah hadir lebih dulu, langsung bertanding catur melawan bebuyutannya, Kang Gondrong, mengisi waktu tunggu kehadiran kawan-kawan regu jaga lainnya kumpul di Pos Kamling.
"Siaap, Kang gundul. Hati-hati, konsentrasi dengan permainan, jangan sampai kecolongan oleh serangan Kang Gondrong, lho? Bisa kena sekakmat lagi seperti Sabtu kemarin, he he he ..."
"OK, kawan," sahut Kang Gundul dengan sorot pandangan yang kian ditingkatkan terhadap posisi bidak-bidak caturnya, setelah mendapat sentilan warning dari Kang Gobel agar kali ini tak mengulangi kesalahan yang berujung pada kekalahan melawan Kang Gondrong.
"Kedudukan skor sampai Sabtu ini, siapa yang unggul, Kang Gondrong?" tanya Kang Mamad
"Tahu sendirilah, Kang, siapa yang di atas angin dan di atas awan? he he he ..." jawab Kang Gondrong dengan senda guraunya.
"Kang Gondrong yang unggul, Kang Mamad. Unggul 5-4, saya wajib menerima kekalahan, dan mengakui keunggulan lawan dalam duel meet catur ini, ha ha ha ..." sahut Kang Gundul dengan senda gurau pula mengimbangi kelakar Kang Gondrong.
"Itulah jiwa sportif!" kata Kang Pa'i yang tiba-tiba muncul dari balik Pos Kamling, sambil menenteng morong berisi wedang kopi dan tenong berisi singkong goreng, yang langsung disambut oleh Kang Gobel dan Kang Mamad, diletakkannya setenong singkong goreng dan semorong wedang kopi itu di sudut ruang Pos Kamling.
"Ayo, disantap singkong gorengnya, mumpung masih hangat, juga diseruput wedang kopinya, mumpung masih panas," kata Kang Pa'i.
"Yang sedang tanding catur, break dulu sejenak, biar tak spaneng, seruput kopinya, santap singkong gorengnya ..." kata sang Komandan Supri menimpali.Â
"Ayo, Kang Cahyo, itu mumpung siaran TV nya sedang iklan!" pinta Kang Gobel kepada Kang Cahyo yang sedari tadi asyik menyaksikan  siaran berita terkini di kanal Kompas TV dari  pesawat Televisi yang ada di Pos Kamling.Â
"OK, terima kasih, pas sekali ini dengan sikondnya, usai diguyur hujan, mendapat sajian singkong goreng plus kopi tubruk ala Dampit, ya Kang Pa'i? tanya Kang Cahyo kepada Kang Pa'i.Â
"Betul, Kang. Meski migor harganya naik, bensin naik, harga kopi juga naik, bukan kendala bagi kita untuk bersantap singkong goreng dan menyeruput wedang kopi tubruk ala Dampit, kwk kwk kwk ..." ucap guyon satire Kang Pa'i pecahkan suasana renyah di Pos Kamling yang mulai merambat menuju larut malam, namun tak terhinggapi lengang.
"Waduh, omongan Kang Pa'i semakin malam mulai beraroma politis juga, ya?" seloroh Kang Supri.
"Ya, iyalaah ... Lantas, apa hendak dikata. Kita wong cilik ini, para kawula alit ini, apa yang bisa diperbuat ketika faktanya BBM naik, barang-barang kebutuhan pokok maupun kebutuhan tak pokok juga pasti naik terbang membumbung tinggi. Mau protes? Apa dengan protes akan mampu menurunkan harga yang sudah diketok palu?" jawab Kang Pa'i sedikit serius, namun masih dalam nuansa rileks.
"Betul juga, sampeyan Kang Pa'i. Protes, demo hingga ricuh demonya, toch tak mengubah keadaan, ya? Kita yang bisa bercengkerama ngerasani situasi negeri ini dengan leluasa, bagi saya itu sudah bagus, daripada tak bisa menggerutu sama sekali." timpal Kang Gobel.
"Iya, wong ngomong gak pakai kulak, gak butuh modal saja, koq? Selama yang kita omongkan berdasarkan fakta, bukan yang aneh-aneh, dan sebatas di Pos Kamling ini, antar sesama kawan tim regu jaga ini, gak masalah. Masih jauh dengan wilayah undang-undang IT, kan?" kata Kang Mamad. Sementara, Kang Cahyo masih asyik menyaksikan siaran TV sembari nyeruput wedang kopi yang dituang ke dalam cangkir gelas bening.
"Ayo, Kang Cahyo, bagaimana pendapat sampeyan terhadap topik pembicaraan ala kadarnya ini, ala cangkrukan Pos Kamling Kampung kita ini? Sampeyan kan rajin ngikuti berita tivi di kanal Kompas TV? Tentu punya wawasan terhadap soal kenaikan harga BBM dan harga barang kebutuhan kita yang melambung tinggi ini? Bersuara dong, jangan diamlaah!" harap Kang Mamad terhadap Kang Cahyo. Sejurus kemudian, pandangan mata para personil regu jaga Kamling hari Sabtu pun pada ke arah Kang Cahyo, kecuali, Kang Gundul dan Kang Gondrong yang masih enjoy dengan permainan caturnya. Kang Cahyo yang sedari tadi nyaris tak berkomen apa-apa, pada akhirnya tak betah juga mendapat cecaran permintaan Kang Mamad agar turut komen terhadap topik pembicaraan sekawanan tim regu jaga Kamling hari Sabtu.
"Yach, begini kalau menurut saya. Kenaikan harga BBM yang diikuti pula dengan kenaikan harga barang lainnya, utamanya harga barang  kebutuhan pokok, pasti sangat dirasakan oleh kita, memang tak bisa dihindari karena situasi ekonomi dunia yang mempengaruhinya. Artinya, Dunia, atau ekonomi global sedang memasuki masa, resesi atau krisis. Baik krisis energi maupun krisis pangan, yang walaupun belum pada tingkatan memuncak. Sehingga dalam teori hukum permintaan dan penawaran, maka ketika permintaan tinggi, sementara penawaran adalah sebaliknya rendah sebagai akibat penurunan produksi, maka otomatis, harga menjadi tinggi atau naik." kata Kang Cahyo mulai turut serta nimbrung pada topik pembicaraan sekawanan tim regu jaga Kamling hari Sabtu.
"Penyebabnya atau faktor pemicunya, menurut sampeyan karena apa, ya Kang?" tanya Kang Mamad singkat.
"Ada beberapa hal yang mempengaruhi sebagai hal yang melatarbelakangi. Di antaranya adalah isu pandemi Kopid yang cukup berarti, mengurung aktivitas kita selama dua tahun dengan pembatasan-pembatasan gerak, seperti Lockdown, PSBB, PPKM, Jaga Jarak hindari kerumunan massal dan sebagainya. Aktivitas ekonomi manusia pada umumnya kan jadi terhambat? Mulai produksi hingga distribusi barang. Dengan adanya pandemi itulah maka terjadi gangguan produksi dan distribusi yang berlanjut dengan adanya PHK sebagai bagian SDM yang menggerakkan produksi dan distribusi. Berikutnya adalah sebab perang, yakni dan yang masih berlangsung sampai saat ini, serta belum ada tanda-tanda berhenti, perang Rusia - Ukraina, itu juga akan mempengaruhi aktivitas ekonomi. Muaranya, ya itu tadi, mulai dari krisis, resesi maupun inflasi. Ujung akhirnya yang harus dilakukan oleh pengendali kebijakan adalah menaikkan harga BBM, yang otomatis akan diikuti pula dengan kenaikan harga barang kebutuhan pokok maupun yang bukan pokok." Jelas Kang Cahyo kepada kawan-kawan tim regu jaga Kamling.Â
"Kalau sudah begini ini, Kang, simpulannya apa dan bagaimana seharusnya kita-kita ini?" tanya Kang Gobel.
"Simpel saja. Semua itu berpulang kepada diri kita masing-masing. Artinya, menyadari adanya kenaikan harga, maka hindari pemborosan. Yang tak perlu-perlu banget, ditahan dan dihentikan, kecuali dalam hal yang pokok, yakni kebutuhan akan makan dan minum. Demikian pula dalam hal transportasi. Bila tujuan bisa dijangkau dengan jalan kaki, atau bersepeda, kan gak perlu pakai motor yang makan bensin! Dan, yang tak kalah penting adalah bahwa naiknya harga BBM maupun harga barang kebutuhan kita, berarti kelas kita sebagai warga atau bangsa, kan jadi ikut naik terangkat pula? Bangsa kita menjadi naik kelas dari bangsa berkembang menjadi bangsa maju, bangsa elit yang mampu menjangkau BBM dengan harga tinggi tanpa subsidi, mampu beli barang dengan harga tinggi. Jadi elit kan kita ini? He he he ..."
"Jadi, akhirnya, kita bisa naik kelas, ya Kang Cahyo?" tanya Kang Mamad sedikit menyimpulkan sendiri dengan mimik muka setengah masam.Â
"Wah, bisa saja sampeyan ini, Kang? Sampeyan bisa saja memberi penjelasan kepada kita sambil ber-Abu Nawas dengan perumpamaan Naik Kelas segala, ha ha ha ..." tukas Kang Supri yang paling serius menyimak obrolan dalam topik pembicaraan tentang Naiknya Harga BBM, Naiknya Harga Barang dan Naiknya Kelas dalam obrolan cangkrukan ala Pos Kamling ...
*****
Kota Malang, September di hari kesepuluh, Dua Ribu Dua Puluh Dua.Â
Â
   Â
    Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H