Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemerdekaan Tanpa Penghisapan, Refleksi Esensi

3 Agustus 2022   00:06 Diperbarui: 3 Agustus 2022   11:04 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ilustrasi: kumparan.com

Kata "merdeka", yang turunan kata berikutnya menjadi "kemerdekaan", makna leksikal-esensial sebagaimana dalam kamus kita, kamus bahasa Indonesia, karena kita real adalah bangsa Indonesia, bermakna sebagai berikut alternatif maknanya dalam bahasa kita, yakni: 1. bebas (dari perhambaan penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri; 2. tidak terkena atau lepas dari tuntutan; 3. tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa. Demikianlah yang seharusnya dipahami bersama, selaras dengan sosial budaya bangsa Indonesia_Nusantara. 

Nah, bila ditarik ke dalam makna kontekstual, tanpa terjebak oleh aroma retoris, debatable, maupun mantiqkologi, dan yang sebangsa atau sejenisnya, yang hanya berkecendurangan bermain-main dengan olah kata tanpa berujung pada kesepahaman makna esensialnya, maka makna kata "merdeka" dan "kemerdekaan", akan menjadi sia-sia diperbincangkan dan akan menemui kesulitan untuk direfleksikan ke dalam realitas sosial budaya bangsa Indonesia.

Kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 oleh dwi tunggal Soekarno_Hatta, setelah berhasil memanfaatkan situasi yang diakibatkan oleh dampak dari Perang Dunia 2, dimana Belanda yang telah menjajah Indonesia_Nusantara selama 3,5 abad, dan berlanjut oleh Jepang selama 3,5 tahun, dan didukung oleh desakan para pemuda dan pejuang kemerdekaan saat itu, maka Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa, berhasil dikumandangkan ke seantero Dunia. Bergaung-gemalah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dalam rangkaian kalimat yang simpel nan sederhana, namun berbobot maknanya atas nasib bangsa yang berkeinginan kuat dalam upaya, berjuang melepaskan diri dari belengu kolonialisme_imperialisme yang telah dilakukan oleh bangsa Belanda maupun bangsa Jepang. Inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang mengguncangkan Dunia, di kala Dunia sedang diselimuti oleh imperialisme dan kolonialisme dan saling berebut kekuasaan di antara bangsa atas bangsa, berbaku hantam dalam menunjukkan superiotas dan persekutuan bangsa atas bangsa lainnya.  

"Proklamasi. Kami bangsa Indonesia: dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan dan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarkan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta, 17 Agustus 1945, atas nama bangsa Indonesia, Soekarno/Hatta".  

Dalam perguliran sejarah Indonesia_Nusantara, sejak berhasil menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka, yang diakui oleh Dunia internasional setelah melalui jalan diplomasi di PBB guna mendapatkan legitimasi sebagai bangsa berwadahkan negara yang berhak menentukan nasib dan rumah tangganya sendiri, sejajar dengan bangsa dan negara lainnya di panggung budaya dan peradaban Dunia, maka sejak saat itulah kemerdekaan laksana pelita yang menyinari Dunia dari kegelapan, harus dipertahankan, dijaga, dipelihara, dan ditumbuhkembangkan hingga tetes darah penghabisan. Itulah idealnya. Pertanyaannya, di usia Indonesia_Nusantara sebagai bangsa dan negara merdeka, selama 77 tahun sejak 1945 dengan segala dinamika perjalanannya, sudahkah negeri kita ini benar-benar sebagai bangsa dan negara yang merdeka dalam pengertian yang sesungguhnya? Bukan dalam artian formalitas belaka berdasarkan syarat formal yang memenuhi sebagai bangsa dan negara, dan diakui serta diterima menjadi anggota PBB? Begitu sajakah?              

Merdeka itu bebas, berdiri sendiri dan mandiri, independen atau tidak bergantung kepada lainnya (bangsa, komunitas), kecuali atas nama diri bangsa dan negara sendiri, self of determination. Kemerdekaan sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan keabangsaan yang bebas, dianugerahi dan dikaruniai oleh Tuhan sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah yang tiada banding dan tiada tanding dengan negeri manapun di belahan Dunia, mengapa kemandirian sebagai bangsa merdeka belum nampak jua? Fakta sejarah berbicara, selama 3,5 abad telah dijajah dan dikuras SDA Indonesia_Nusantara oleh bangsa Belanda, ditambah 3,5 tahun dijajah dan dikuras oleh bangsa Jepang, toch, tak kunjung habis jua. Adalah fakta realitas sejarah yang tak terbantahkan!

Lantas, mengapa begitu dinyatakan merdeka yang hingga saat ini sudah menapak 77 tahun, dan telah melewati usia 1 generasi, yang namanya kemandirian sosial-ekonomi tidak nampak sama sekali? Sangat tak masuk akal dinalar, bila SDA yang melimpah ruah di Bumi Indonesia_Nusantara ini, APBN setiap tahunnya bernada dan berirama minor alias defisit. Ketergantungan pada Utang Luar Negeri tak kunjung reda, tak pernah menuju pada titik Nol, justru sebaliknya menggunung dari tahun ke tahun sejak bangsa ini dinyatakan merdeka pada 1945. Ditambah lagi, stempel kemiskinan, gizi buruk (stunting) yang tak kunjung reda melanda-mendera berjuta-juta atas sebagian dari bangsa Indonesia_Nusantara ini, adalah sesuatu yang sangat irionis bin miris. Oleh karenanya, kemanakah cita Bahtera "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" ini hendak berlabuh dengan seraut wajah yang harmonis dan berkeadilan sosial? Sepanjang 77 tahun berlayar mengarungi lautan dan samudra seantero negeri Indonesia_Nusantara dengan tiada henti, apa yang telah dicapainya? Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, belum tergurat terbaca bersuara jua di atas Bahtera Bangsa Indonesia_Nusantara dalam kibaran bendera pusaka Sang Saka Merah Putih ...

Tujuh puluh tujuh tahun kita merdeka dengan kemerdekaan segalanya

Dalam bahtera berkibarkan bendera pusaka Merah Putih sang dwi warna

Berlayar arungi laut dan samudra membawa harapan dan impian seluruh anak bangsa

Menuju adil sejahtera yang didambakan oleh seluruh penghuninya

Namun fakta realita pun lain bicara dalam nyata yang sesungguhnya

Karena adil sejahtera yang didamba hanya ada dalam nyanyian pelipur duka lara, sarat dengan retorika

Sementera, memaknai kata merdeka masih berkubang pada seremonial, narasi pidato para petinggi negeri berlumurkan janji-janji dan dalam upacara-upacara belaka ...

Mengapa?

 

Kota Malang, Agustus di hari ketiga, Dua Ribu Dua Puluh Dua. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun