Apa hendak dikata, bila jawaban sang tetangga sudah seperti itu? Saya masih berbepang teguh pada satu prinsip, yang semoga masih konsisten untuk saya pertahankan. "Hidup ini, wajib saling berbagi pada batas apa yang kita miliki sebagai karunia dari Tuhan Semesta Alam, Tuhan Yang Maha Esa ..." Â
Saya tak ingin, di kala saya berupaya membantu tetangga yang sedang mengalami kesulitan, lalu saya bersikap acuh tak acuh, tak mau tahu, apalagi bersikap kasar dengan berkata yang bukan-bukan kepada tetangga tersebut, lantaran belum bisa memenuhi janjinya kepada saya. Sekalipun, saya sendiri boleh dikata bukan yang kategori berkelebihan juga dalam hal keuangan.Â
Namun, saya masih bersyukur karena masih bisa meminjamkan uang kepada tetangga di saat sang tetangga membutuhkan dan terdesak oleh kebutuhan sehari-harinya, saat negeri sedang dilanda pandemi.
Dalam membantu, berupaya berbuat kebajikan kepada siapapun, termasuk membantu kesulitan keuangan tetangga sebagaimana yang saya kemukakan di sini, saya menghindari apa yang disebut dengan ria lantaran telah berbuat baik, istilahnya.Â
Sebab, manakala saya mengulurkan bantuan, entah itu memberi pinjaman, ataukah memberi sesuatu kepada orang yang membutuhkan secara cuma-cuma, tanpa berharap imbalan atas apa yang saya berikan, materi maupun ilmu, maka saya harus berpedoman pada prinsip berikutnya, yakni, "Ketika tangan kananmu memberi, usahakan tangan kirimu jangan sampai tahu", begitu ibaratnya.Â
Dan, karena sesungguhnya, nilai-nilai Kebajikan, memang adalah Harga Mati yang patut ditumbuhkembangkan, apalagi di zaman yang penuh dengan ketidakpastian seperti saat ini.
Demikianlah, sekelumit kisah dari sekian kisah yang pernah saya alami di keseharian saya, tentang apa itu nilai-nilai kebajikan universal yang seharusnya dan selayaknya saya praktikkan dalam mengarungi kehidupan, terutama dalam hal romantika kehidupan bertetangga.Â
Saling berbuat kebajikan harus ditumbuhkembangkan, yang sekalipun acapkali, apa yang telah kita lakukan yang menurut diri kita adalah bernilai dan berharga kebajikan, lalu ditanggapi oleh orang lain sebagai hal yang berbeda, serta macam-macam dalam ranah negative thingking, maka, biarkanlah sejarah yang akan menjawabnya, Tuhan Semesta Alam yang akan menilainya, di dunia dan di kahirat nanti ...
Sekian dan terima kasih. Salam Satu Bangsa Indonesia Nusantara, Salam Pancasila, Salam Kebajikan Universal ... Semoga!
Kota Malang, Juli hari kedua puluh lima, Dua Ribu Dua Puluh Dua. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H