jargon pelipur lara tebar harap
semenjak dahulu kala, sampai saat ini detik ini
namun, tak kunjung jua jumpa dalam nyata
keadilan bagi seluruhnya, tiada kecualinyaÂ
bisakah ditunjukkan tanpa basa basi?
apalagi hanya dengan kata-kata berbingkai retorika?
perguliran dari satu kepala ke kapala kemudianÂ
di negeri ini, dalam simbol sakral terlindung oleh legalisasi teramat tinggi
rupanya hanya untuk jadi aman serba nyaman belaka
sementara bisikan dan hembusan iblis telah tertanam dalam benak dan kalbu
tersamar oleh topeng tutur lelaku laksana sang aulia
sebegitukah bunga rampai dalam tonil babak demi babak?
sang waktu takkan mampu tertipu oleh bujuk rayu kala saatnya tiba mewujud nyata
bukan harap nan melipur lara ...
Kota Malang, di ujung bulan Ramadhan, Dua ribu dua puluh dua,Â
"curahan hatiku, hatimu, hati kita dan mereka ..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H