Kebudayaan (culture)adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Oleh karenanya, kebudayaan selalu bertalian erat dengan kondisi sosial masyarakat beserta alam pikirannya atau pola berpikir masyarakat.Â
Kebudayaan yang mewujud di permukaan masyarakat manusia itulah, sebenarnya yang lebih dikenal sebagai peradaban (civilization). Acapkali istilah peradaban tersebut dipahami sebagai budaya yang lebih besar dan lebih maju, berbeda dengan budaya yang lebih kecil, yang konon primitif...
Secara etimologis, kata kebudayaan itu berasal dari kata : budaya yang mengalami proses afiksasi : ke - an, sehingga menjadi kebudayaan. Kata budaya itu sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yakni dari kata buddh(i) yang dalam bentuk jamak adalah buddhayah yang bermakna : akal pikiran/pola berpikir/alam pikiran. Dengan demikian, maka kata kebudayaan mengandung makna : hal ihwal tentang budaya atau hal ihwal tentang kondisi alam pikiran.Â
Kondisi alam pikiran siapa? Sudah barang tentu adalah kondisi alam pikiran masyarakat manusia. Oleh karenanya, kata budaya ataupun kebudayaan selalu berhubungan erat dengan kata masyarakat (social, society).Â
Sehingga pada gilirannya, berbicara tentang kebudayaan adalah selalu menyangkut tentang kondisi sosial masyarakat beserta alam pikirannya. Dan, kondisi sosial masyarakat dimaksud, yang tampak di permukaan menempati satu ruang dan waktunya, itulah peradaban.Â
Kebudayaan dan peradaban apabila diumpamakan atau dianalogikan, adalah seperti halnya sebuah rambu-rambu lalu lintas. Rambu-rambu lalu lintas yang kita temui di jalan itulah dapat kita jadikan sebagai analogi tentang kebudayaan dan peradaban.Â
Begitu kita menyaksikan sebuah rambu lalu lintas bergambar huruf P bergaris miring (/) merah dalam lingkaran warna hitam misalnya, maka rambu tersebut mengisyaratkan makna : Dilarang parkir di radius tertancapnya tanda rambu tersebut. Rambu lalu lintas itulah sebagai peradaban, isyarat maknanya adalah kebudayaan.
Penjelasan terhadap makna kata kebudayaan dan peradaban di kalangan akademis, lebih cenderung retoris dari pada menuju pemaknaan yang objektif ke dalam sebuah pengertian. Sebab, kalangan akademis memberikan penjelasan tentang pengertian kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia yang dijadikan milik dengan belajar.Â
Sambil meretorika istilah kata tradisi (tradition) dan kebiasaan (habits) menjadi berputar-putar menghasilkan skripsi, tesis, disertasi dan entah apalagi istilahnya, yang selanjutnya berstempelkan gelar keilmuan...
Padahal, bicara ilmu tentunya berkaitan erat dengan upaya memberikan kontribusi dan makna hidup yang sebenar-benarnya hidup terhadap kehidupan manusia dengan segala aspek terlingkup di dalamnya, menurut siapa yang telah menjadikan kehidupan. Dengan kata lain, ilmu digali, dikaji, didalami, bahkan dikembangkan, adalah dalam rangka pengabdian demi kesejahteraan manusia. Lebih-lebih terhadap manusia di lingkungan sekitarnya, yang dibatasi oleh sebuah ruang dan waktu.
Namun, realitas fakta lebih menunjukkan betapa ilmu yang digodog dan digoreng di ranah akademis, di gedung perguruan menara gading oleh para akademisi dan para calon cerdik pandai, khususnya di negeri kita ini, belum memberikan kontribusi dan arti kehidupan dalam hal mensejahterakan manusia. Belum mampu menjawab tantangan zaman (challenge and response) menuju kehidupan sosial masyarakat yang saling kasih sayang dan saling memakmurkan antar sesama sebagai bentuk kehidupan harmonis.