perjalanan itu realita fakta nyata, bukan dongeng legenda
dan biarlah di antara kita dan mereka terlanjur teracuni oleh kisah yang dibengkokkan dan diselewengkan oleh para peculas budaya peradaban
dan, kita hanya diharap bertabligh dengan gaya cara seindah-indahnya, letupan kecil pun, seharusnya dielakkan...Â
nihil !
di ujung bumi adalah tamsil jangkau rengguhan asma'a Ilahi yang diluncurkan sang pembina kehidupan, kepada pengemban amanah yang berlambung kerinduan untuk hidup seperti yang dimaui-Nya...
menggapai hingga ujung bumi adalah aqsha...
lantas, yang diterima saat ini, itulah pembengkokan pemengkolan kesadaran makna kata yang sudah tak lagi diterjemahkan, seperti yang telah diajarkan kali pertama kepada para teladan kehidupan
oleh penguasa perjalanan sejarah manusia berpenataan tiada tanding....
kiranya larut dalam pergumulan gelap sesat tak berpedoman, itulah akibat dari sebuah sebab
bahwa ungkapan kata yang teruntai saling mengkait, menyentuh kesadaran kalbu agar dimaui menuju harmonisasi kehidupan...
bermuatkan ragam lugas apa adanya, penuh ragam kias jua sebagai penandas penegas yang tak terpisahkan, ajeg di saat dan di suasana apapun bagaimanapun
mari dicerahkan sebatas bisa, terhindar dari retorika yang sarat oleh kata tak bermakna yang hanya mengada-ada hingga menjadi bencana
padunya maunya insani dan Ilahi adalah garis yang semestinya dititi tanpa henti, sampai mati berguratkan arti dalam hidup hakiki...
(desember, hari kelima belas, dua nol satu delapan, saat hakikat hidup yang semestinya dijalani hingga pada batas tak kuasa lagi...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H