Indonesia sebagai negara hukum memiliki konsekuensi yang mengikat dalam tata kelola pemerintahannya. Konsekuensi tersebut yaitu penerapan hukum sebagai landasan berbangsa dan bernegara. Maka dari itu pentingnya hukum sebagai suatu landasan dalam berbangsa dan bernegara memaksa pembuat kebijakan untuk menghasilkan kebijakan yang mampu memenuhi tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Namun seperti adagium populer yaitu "Het Recht Hink Achter De Feiten Aan" yang berarti bahwa hukum selalu tertinggal dari manusia. Maka perlu ada upaya konkrit agar kebijakan hukum yang dihasilkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik, Indonesia dengan jumlah 281.603,8 juta populasi penduduknya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Kegiatan ekonomi yang berputar di Indonesia ini erat kaitannya dengan ekspor impor. Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.Â
Sementara itu impor merupakan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Keinginan masyarakat Indonesia untuk mempertahankan kehidupannya melalui kegiatan ekonomi tersebut tentu harus mendapatkan dukungan dari negara. Maka dari itu perlunya kebijakan ekspor dan impor yang berpihak pada masyarakat harus direalisasikan.
Kenyataannya masih sering terdengar berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan ekspor impor. Misalnya biaya bea masuk dan bea keluar yang dikeluhkan sangat tinggi. Bahkan dalam kasus lain terjadi pula penyelundupan barang impor agar tidak dikenai bea masuk.Â
Hal ini tentu saja menjadi fakta yang menyedihkan mengingat bea masuk dan keluar merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia melalui penerimaan dalam negeri. Sehingga, seharusnya masyarakat Indonesia mampu berkontribusi bagi Indonesian melalui bea masuk atau bea keluar yang dibayarakan.
Dalam menjawab permasalahan tersebut tentu saja dibutuhkan kerjasama antara bea cukai sebagai bagian dari pemerintah yang berhak mengelola bea masuk dan bea keluar, serta masyarakat sebagai warga negara. Maka dari itu hal ini harus diatasi dengan pengerjaan rencana jangka pendek, menengah, dan panjang.Â
Dalam jangka pendek tentu saja bea cukai harus memberikan pelayanan optimal dan berintegritas dalam melakukan tugasnya mengelola bea masuk dan bea keluar. Hal ini sejalan dengan visi Indonesia terhadap upaya penghapusan korupsi, sehingga bentuk pungli ataupun gratifikasi tidak diperkenanankan untuk terjadi di lingkungan bea cukai.Â
Kemudian secara jangka menengah harus dibuat kebijakan mengenai tarif bea masuk dan bea keluar yang tersistematis, pasti, dan transparan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat penggolongan barang dan jumlah beratnya yang ditentukan secara pasti berapa besar biaya bea masuk dan bea keluar yang harus dibayarkan.Â
Hal ini juga harus dilakukan dengan transparan agar masyarakat dapat mengetahui bagaimana perhitungan bea masuk dan bea keluar yang harus dibayarkan. Dengan menerapkan hal ini, tentu saja akan memberikan rasa aman bagi masyarakat Indonesia. Sehingga tidak ada kebingungan lagi berkaitan dengan seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu barang.Â
Hal ini juga berguna untuk mengurangi tindak pidana kejahatan keuangan negara misalnya penyelundupan barang, karena telah timbul rasa percaya antara pemerintah dan warga negara. Selain itu dalam jangka menengah, upaya kerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia dalam menghapuskan sindikat penyelundupan barang impor dan ekspor juga harus dilakukan. Hal ini berguna sebagai upaya penguatan penerimaan dalam negeri.Â