Baru-baru ini dunia maya dihebohkan dengan video bullying yang beredar di media sosial X. Dalam video tersebut nampak seorang anak perempuan yang dipukul, dijambak dan ditendang hingga pingsan.Â
Diketahui bahwa siswa-siswa asal kecamatan Abeli kota Kendari Sulawesi Tenggara tersebut berseteru karena status whatsaap korban yang diduga menyinggung pelaku. Kedua pelaku telah diamankan kepolisian atas tindakan yang dilakukan. Namun, kasus ini bukanlah pertama kalinya terjadi di Indonesia. Beberapa waktu silam juga terjadi kasus bullying di Binus Serpong School.
Lalu sebenarnya apakah bullying itu? Bullying atau perundungan adalah suatu tindakan menyakiti orang lain baik secara fisik maupun non fisik secara berulang kali dan dari waktu ke waktu. Dari definisi tersebut tentu saja dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan perilaku negatif yang akan menimbulkan kerugian bagi siapapun yang mengalaminya.Â
Dalam relasi pertemanan di sekolah perilaku bullying kadang dibiaskan dengan dalih bercanda. Lantas sebenarnya bagaimanakah karakteristik bullying itu? Menurut Ken Rigby, terdapat 3 karakteristik bullying yaitu ketidakseimbangan kekuatan, perilaku agresi yang menyenangkan bagi pelaku, dan perilaku yang berulang-ulang atau terus menerus.
Bullying yang terjadi pada seseorang tentu saja memberikan luka pada perasaannya. Selain itu dampak lain yang muncul akibat bullying adalah perasaan trauma yang memungkinkan seseorang untuk menjadi rendah diri, atau justru malah di kemudian menjadi pelaku baru sebagai ajang balas dendam. Bullying yang diwajarkan adalah suatu hal yang berbahaya. Karena dengan diwajarkannya perilaku bullying maka akan terjadi kasus-kasus bullying lainnya.Â
Dengan berbahayanya dampak yang ditimbulkan ternyata perlindungan hukum yang mengatur secara spesifik soal bullying atau perundungan masih belum ada. Namun, biasanya digunakan pasal-pasal yang umum berada dalam Kitab Undang Undang hukum Pidana (KUHP) bagi korban bullying di atas usia 18 tahun atau sudah menikah, atau Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bagi korban yang belum berusia 18 tahun dan belum menikah.
Penyebab bullying menurut Windy Sartika Sari adalah keluarga yang tidak harmonis, orang tua tidak utuh (meninggal dunia atau bercerai), dan peraturan di rumah yang terlalu ketat.Â
Mereka yang menjadi pelaku bullying di sekolah berasal dari keluarga yang tidak utuh, bukan keluarga yang harmonis, dan termasuk anak yang kurang perhatian orang tua. Dari hal tersebut tentu saja dapat kita ketahui pentingnya keluarga dalam mendidik anak. Alih-alih hanya memberikan tanggung jawab pendidikan di sekolah, orang tua memiliki kewajiban untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak.
Sementara itu bagaimanakah peran pemerintah dalam menanggulangi bullying? yang harus diketahui adalah penegakan hukum harus dijalankan. Meskipun pelaku bullying adalah seorang anak, instrument hukum kita telah mengakomodasi dengan  Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Â
Ini dimaksudkan agar hukum mampu menjalankan fungsinya sebagai social control. Selanjutnya pemerintah juga harus mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman melalui instrument yang dimilikinya, misalnya Kemendikbudristek sebagai lembaga yang menangani pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.