Mohon tunggu...
Dyah Puput
Dyah Puput Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswa yang berusaha mengembangkan kemampuan menulisnya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Teknologi Berkembang, Bagaimana Penggunanya?

5 Desember 2023   10:42 Diperbarui: 5 Desember 2023   11:02 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu diakui dengan adanya perkembangan teknologi, manusia mampu menerima informasi apapun, dan berbagi apapun tanpa batas. Apakah benar? Ataukah ada Batasan tertentu? Batasan yang ada adalah, kesadaran bagi pengguna itu sendiri, karena internet, ataupun teknologi pada saat ini, hampir tak terbatas.

Pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri, sudah sejauh apa diri ini dikendalikan oleh teknologi yang kita gunakan, atau sudah sejauh apa kita mampu mengontrol diri?
keuntungan bagi kita, pengguna. Memanglah demikian banyak. tapi orang yang melahirkan teknologi, lebih diuntungkan.

Apakah seseorang akan terima bila dijuluki budak teknologi? Kemalasan berfikir, kemalasan untuk bergerak, kemalasan untuk bersosial, bahkan kemalasan untuk belajar. Banyak murid mengerjakan tugas, daripada mencari referensi melalui buku, lebih memilih mengetik di keyword google, mencari jalan pintas, hingga tak peduli sumber tersebut jelas atau tidak. Begitupun dalam menerima informasi, beberapa poin yang masih ambigu, sudah ditelan.

Mayoritas publik sekarang ini, lebih tertarik pada berita panas, gosip, dan hiburan saja. Itu membuat banyak media yang justru malah menyuapi hal-hal yang demikian. Kebersinambungan ini perlu diputus. Pendidikan, pemahaman pemakaian teknologi perlu di gemborkan. Banyak publik dengan usia lanjut dan tidak pernah duduk dibangku sekolah, adalah sasaran empuk dampak negatif teknologi dan informasi.

Juga anak-anak kecil yang minim kemampuan untuk memfilter apa yang mereka lihat dan apa yang mereka lakukan. Mungkin, mereka yang kreatif dan cara berfikirnya bagus, akan meraup untung berkat memanfaatkan teknologi hingga hidupnya bisa terjamin. Mulai dari membuat konten, menulis artikel, dan sebagainya.

Pengguna yang merasa terbantu dengan mudahnya akses untuk mencari tahu banyak hal, belajar memasak, tutorial membuat kerajinan, dan sebagainya. Itu bentuk yang positif. Tapi bagaimana jika kita lihat tindak kejahatan yang sekarang sudah tak jarang terjadi di negara ini? Ketimpangan sosial yang ada, terkadang menutup akal sehat seseorang untuk berbuat sesuatu. Seperti melihat konten-konten flexing, banyak orang yang termotivasi untuk menjadi kaya, tapi justru bukan dengan cara yang halal. Akhirnya, orang-orang yang memiliki obsesi itu, hanya berusaha menunjukan hal-hal menarik dan bagus saja disosial media, yang kenyataannya masih jauh dari apa yang mereka punya sebenarnya.

Mengapa mereka, para pelopor yang mengembangkan teknologi tidak terlebih dulu memikirkan bagaimana masyarakat siap dengan hal-hal baru? Agar Masyarakat luas, hidupnya mampu ditopang dengan skill menguasai kemampuan menggunakan teknologi yang ada. Agar persaingan pun tidak membuat gerah satu sama lain. Semua saling dukung dan saling koreksi dengan kepala dingin.

Saya kira, sekolah yang memfasilitasi belajar TIK masih perlu pengembangan, terkadang, adanya lab computer hanya menjadi formalitas memenuhi jadwal pelajarn saja, akan tetapi, prakteknya masih jauh untuk mengasah skill yang bisa mendorong kreatifitas siswa. "Satuan Pendidikan kita ada 421 ribuan, yang paling banyak PAUD. Nah kemudian, yang memiliki TIK itu kira-kira baru total 22 persen dari jumlah semua satuan Pendidikan," kata Sekjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek Susanto dalam acara yang disiarkan YouTube KOPEL Indonesia. Berdasarkan data yang dipaparkan Susanti, dari 421.443 sekolah semua jenjang yang tercatat di Daa Pokok Pendidikan (Dapodik), hanya 93.732 yang memiliki computer dan perangkat TIK. (Selasa, 20 Agustus 2021).

Sekiranya belum dapat memenuhi kekurangan yang ada, artinya sangat perlu solusi lain. Bila tidak semua sekolah memiliki fasilitas computer, maka gadget yang mayoritas dimiliki siswa bisa menjadi alternatif dalam memahami seluk beluk perkembangan teknologi yang lain. Dan para orangtua yang gaptek perlu hadir dalam kelas-kelas non formal yang seharusnya disediakan oleh negara.

Bukan hal yang mudah memang, tapi mau sampai kapan kita disuapi teknologi ataupun informasi dengan kemampuan minim analisis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun