Innalillaahi wa inna ilaihi rooji'uun...
Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya para ibu dan calon ibu Indonesia akibat komplikasi kehamilan dan persalinan, di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang...
Maafkan kami Bu, para dokter yang sedianya menolong ibu dengan segenap kemampuan dan keikhlasan, namun tak berdaya menghadapi lembaga peradilan tertinggi yang putusannya berkekuatan hukum tetap, bahkan lembaga tertinggi konstitusinya pun tega menganalogikan Ibu dengan mobil rusak, dan kami dokter yang melayani dengan montir yang harus sukses memperbaikinya karena kami menerima honor...
Maafkan kami Bu, yang mengerti dan mengapresiasi bahwa proses persalinan, melahirkan bayi ke muka bumi adalah proses berbahaya, Ibu mempertaruhkan nyawa untuk itu, sampai keadaan ibu lemah lunglai dan sakit berat. Mungkin Majelis Mahkamah Agung tidak pernah menemani istrinya melahirkan sehingga tidak tahu bahwa begitulah perjuangan Ibu untuk melahirkan...
Maafkan kami Bu, bila nanti ketika Ibu kami temui dalam keadaan sakit berat, lemah lunglai kehabisan tenaga, persalinan tak maju dan bayi dalam kandungan Ibu gawat, kami malah melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan. Bukannya menolong Ibu untuk segera melahirkan bayi, kami akan terpaksa harus melakukan pemeriksaan jantung ibu dulu, sebab bila tidak kami lakukan maka bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, Majelis Hakim Agung akan bertanya kepada kami mengapa kami tidak lakukan pemeriksaan jantung.
Iya Bu, kami juga tahu bahwa kondisi Ibu emergensi, tapi Majelis Hakim Agung itu mungkin pernah sekolah kedokteran di tempat yang tidak bisa membedakan mana kasus EMERGENSI dan mana kasus ELEKTIF. Mungkin sekolah kedokteran para Majelis Hakim Agung itu adalah sekolah kedokteran terbaik di seluruh dunia, jadi mereka lebih pintar dan lebih tahu bagaimana menatalaksana Ibu dibandingkan kami yang setiap harinya bertemu dengan kasus-kasus seperti Ibu....
Maafkan kami Bu, bila nanti ketika Ibu kami temui dalam keadaan kesakitan, sakit berat, lemah lunglai tak bertenaga, janin dalam kandungan ibu gawat harus segera dilahirkan, kami harus menjelaskan panjang lebar infomed consent mulai dari risiko paling kecil sampai risiko Ibu bisa meninggal karena operasi sesar.
Iya Bu, kami juga paham bahwa sejak puluhan abad lalu semua orang juga tahu bahwa risiko terbesar proses persalinan adalah meninggal, bahkan Nabi kita bilang bahwa perempuan yang meninggal melahirkan itu ibarat orang yang berjuang membela agama, mati syahid. Jelaslah Nabi kita yang hidup puluhan abad lalu itu lebih pandai dari Majelis Hakim Agung yang hidup pada jaman sekarang dengan segala informasi tersedia di mana-mana.
Iya Bu, kami juga paham betul setiap detik yang tertunda melahirkan bayi Ibu bisa berarti nyawa Ibu atau bayi Ibu tidak tertolong, yang karenanya kami sebagai dokter berkewajiban untuk menolong segera, walaupun tanpa consent tertulis dari Ibu sekalipun, for Ibu and baby's best interest. Mungkin Majelis Hakim Agung kurang gaul, tidak tahu kewajiban kami yang ini, padahal kewajiban ini dikenal dan dipraktikkan di seluruh dunia...
Maafkan kami Bu, kami memang bodoh tidak bisa memprediksi apakah ibu akan mengalami komplikasi emboli udara saat dan setelah persalinan, apalagi mencegah kejadian tersebut, sehingga itu dianggap sebagai kealpaan kami. Nanti mungkin kami akan meminta Majelis Mahkamah Agung mengajari kami bagaimana memprediksi dan mencegah emboli saat dan setelah persalinan. Nanti akan kami promosikan ke seluruh dunia, Indonesia adalah negara pertama yang bisa memprediksi dan mencegah emboli, dan yang lebih hebat lagi ditemukan oleh Majelis Hakim Agung. Pasti menjadi penemuan mengguncang dunia, bahkan di negara-negara maju pun kejadian ini tak dapat diprediksi dan dicegah, hanya bisa diminimalisir risikonya.
Maafkan kami Bu, kalau nanti kami bertemu Ibu, maka kami akan menjadi sok hati-hati nggak jelas dan sebisa mungkin meminimalisir berhubungan dengan Ibu. Sebabnya adalah bila nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dengan Ibu, maka Majelis Hakim Agung akan menyalahkan kami, menggunakan istilah "hubungan kausal" yang kami juga tidak mengerti apa maksudnya. Mungkin kami memang bodoh dalam bertata bahasa sehingga tidak paham, namun pembuktian hubungan kausalitas itu jauh lebih kompleks daripada sekedar hubungan dokter-pasien, pasien ditangani, kemudian pasien meninggal.
Maafkan kami Bu, bila nanti kami bertemu Ibu, kami akan terpaksa memikirkan nasib kami dulu sebelum kami pikirkan nasib Ibu. Pasalnya perbuatan dan sifat kami yang merasa berkewajiban menolong Ibu segera itu justru dianggap hal yang salah dan memberatkan oleh Majelis Hakim Agung.
Iya Bu, kami sangat paham kewajiban kami menolong Ibu seharusnya di atas segalanya, namun Majelis Hakim memenjarakan kami karena kami memelihara sifat tersebut.
Maafkan kami Bu, kalau Ibu tidak ingin menjadi korban berikutnya, sebaiknya jangan hamil dan melahirkan kecuali Ibu punya akses pelayanan kesehatan terjamin di rumah sakit paling canggih di Indonesia. Kalau Ibu cuma bergantung pada pelayanan kesehatan yang masih berantakan, sebaiknya tunda dulu saja, sampai suatu ketika pelayanan kesehatan maternal di Indonesia sudah membaik, para dokter tenang melayani Ibu sepenuh hati, sistem peradilan memang menghukum orang jahat dan mengapresiasi orang baik. Kalau ibu nekat juga, kita akan sama-sama jadi korban sistem bobrok ini Bu, Ibu bisa meninggal karena sistem pelayanan kesehatan yang buruk dan kami dipenjara karena jadi kambing hitam pelayanan buruk tersebut...
Iya Bu, saya juga paham betul mungkin Ibu tidak mengerti apa yang kami sampaikan ini... Kami juga sadar betul bahwa mungkin Ibu bahkan tidak bisa membaca tulisan ini...
Ya sudahlah Bu, setidaknya kita berdoa supaya kita sama-sama selamat, di dunia dan akhirat... Toh kalaupun ibu meninggal karena proses kehamilan dan persalinan, moga-moga Ibu mati syahid dan masuk surga... Kalaupun kami dipenjara, toh akan ada pengadilan kelak yang adil sebenar-benarnya, tidak ada suap-menyuap dan Hakimnya tahu persis apa yang terjadi sebenarnya...
Selamat hari Ibu...
Selamat berjuang untuk Ibu-ibu Indonesia...
*tulisan ini adalah hasil telaah pribadi terhadap putusan Mahkamah Agung terhadap dr Ayu dkk, lterutama halaman 24-25
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H