"Satu hal yang saya sesali dalam hidup adalah asal-asalan milih jurusan. Entah apa yang membuat saya memilih jurusan ini, mungkin karena tergiur dengan stigma "keren" dari orang-orang tanpa saya tau apa yang akan saya pelajari dan bagaimana prospek kerjanya" Ujar Ani (nama samaran)
Penggalan kalimat diatas adalah ucapan dari Ani, seorang mahasiswa di perguruan tinggi swasta yang ada di Jawa Timur. Ia mengakui tidak memiliki alasan khusus dalam memilih jurusan. Saat itu ia hanya mengetahui bahwa jurusannya terlihat "keren". Selain itu juga banyak temannya yang memilih jurusan tersebut, sehingga ia memutuskan mengambil jurusan teknik elektro. Walau ia tidak minat dalam pelajaran matematika dan fisika, ia nekat mengambil jurusan tersebut. Yang lebih parahnya lagi, ia tidak mengkomunikasikan pilihannya kepada orang tua dan gurunya. Ia merasa ragu untuk mendiskusikannya karena ia tak memiliki alasan yang kuat dan orang tua nya yang cenderung membebaskan anaknya untuk memilih. Selain itu juga kurangnya bimbingan/pengarahan dari gurunya saat masih duduk di bangku SMA. Namun karena kebebasan itulah, Ani merasa semakin hilang arah dengan berbagai pilihan yang ada. Hingga saat ini ia kesulitan dalam beradaptasi di dunia perkuliahan. Ani kehilangan motivasi sehingga nilainya menurun dan Ani memutuskan untuk berhenti kuliah.
      Dari kisah diatas dapat diketahui bahwa Ani mengalami penyesalan karena salah jurusan. Masalah ini sering dialami banyak orang di Indonesia, diketahui sebanyak 87% mahasiswa Indonesia mengaku bahwa mereka salah jurusan. Data ini diambil dari penelitian yang diselenggarakan oleh Career Center Network (ICCN) tahun 2017. Hal tersebut tentu menjadi kekhawatiran pada masa depan Indonesia, karena banyak calon penerus bangsa yang tidak menempuh pendidikan sesuai minatnya. Sehingga banyak dari mereka yang kehilangan motivasi serta tidak memaksimalkan kemampuannya karena memang bukan jurusan itu yang mereka minati. Masalah tersebut dapat memberikan dampak negatif pada pembangunan negeri ini. Jika posisi pekerjaan yang ditempati bukanlah peminatan serta bakatnya, Apakah hasil dari pekerjaan tersebut akan maksimal? Tentu tidak.
Dari permasalahan di atas dapat diketahui bahwa faktor mahasiswa mengalami salah jurusan adalah:
1. Belum mengetahui bakat dan minatnya
Bakat dan minat adalah sesuatu yang berbeda namun beriringan. Bakat adalah suatu kemampuan seseorang dalam mempelajari suatu bidang dengan waktu yang lebih singkat dari orang lain dengan hasil yang lebih baik. Sedangkan minat adalah ketertarikan seseorang dalam suatu bidang (Wintara, 2017). Kedua hal ini bisa dikembangkan melalui pengenalan dan latihan. Namun nyatanya banyak sekolah yang tidak meyediakan tes bakat dan minat pada siswanya. Selain itu juga kurangnya pengetahuan siswa mengenai jurusan maupun prospek kerja kedepannya. Sehingga para siswa tidak mengetahui bakat dan minatnya hingga kesulitan dalam memilih jurusan.
2. Belum memiliki pendirian
Seseorang yang sulit menentukan pilihan biasanya belum memiliki pendirian yang kuat atau bisa kita kenal dengan labil. Kasus diatas memberikan gambaran bahwa seseorang yang tidak diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya sejak kecil, berdampak pada pendiriannya yang lemah. Mereka cenderung mengikuti orang disekitarnya dalam memilih sesuatu. Orang tua adalah sosok terdekat yang mengenali bagaimana keseharian anaknya. Orang tua juga pendidik pertama anaknya yang mengawasi dan memfasilitasi perkembangan anaknya sejak kecil. Selain orang tua, guru adalah faktor penting dalam penyuksesan karir anak. Selain itu juga karena tidak adanya dasar dalam pemilihan keputusannya, seperti "apa alasan saya memilih jurusan ini?", "apakah sudah sesuai dengan potensi saya?", "bagaimana prospek kerja kedepannya?" dll. Sehingga anak tersebut memutuskan untuk mengikuti teman-temannya dalam mengambil keputusan.Â
3. Kurangnya arahan dari guru
Peranan guru sangat penting untuk peserta didik dalam memilih jurusan. Peran guru dalam UU No. 14 tahun 2005 bukan hanya mendidik dan mengajarkan materi pelajaran pada siswanya , namun juga membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk mencapai impiannya. Namun melihat kasus diatas, guru yang hanya memberikan materi pelajaran tanpa mengarahkan siswanya yang sedang kesulitan dalam menentukan sesuatu. Terbukti dengan kebingungan anak tersebut dalam menentukan pilihan, karena kurangnya peran guru untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik dalam menentukan karirnya kedepan.