Mohon tunggu...
Dyah Nopitasari
Dyah Nopitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi jurusan BK UNESA

Mulai sekarang atau tidak sama sekali

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Positive Thinking: Manfaat Berpikir Positif untuk Kesehatan Mental Remaja

25 Oktober 2022   16:40 Diperbarui: 26 Oktober 2022   18:02 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo pembaca yang budiman.

Saya yakin teman-teman pasti sudah tidak asing dengan kata "mental health" atau kesehatan mental. Banyak content creator yang mengusung tema kesehatan mental untuk kontennya. Dimana akhir-akhir ini banyak sekali kasus yang menyangkut pautkan dengan mental health. Tak sedikit remaja yang mengakhiri hidupnya dikarenakan keadaan mentalnya yang tidak baik-baik saja. Mulai dari cemas, gangguan tidur(insomnia) hingga depresi. 

Banyak sekali faktor yang menyebabkan mental seseorang, khususnya remaja, dapat terganggu. Salah satunya karena sulit menerima kenyataan yang ada. Ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap sesuatu, sehingga ketika gagal ia sulit untuk bangkit. Merasa bahwa dirinya tak pantas dan selalu menyalahkan diri sendiri. Tak jarang mereka juga merasa sendirian, merasa tidak ada yang perduli dengannya dan masalah yang dihadapinya. Mereka juga merasa takut ketika ingin bercerita, karena menurut mereka pasti orang-orang yang bertanya terkait permasalahan hidupnya adalah orang yang sekedar ingin tahu, tidak benar-benar perduli dengan kondisi mereka saat itu.

Sesungguhnya apa sih yang mendasari seseorang berpikir demikian? Mengapa mereka selalu merasa dirinya tak layak untuk hidup?. Mungkin itu beberapa pertanyaan yang muncul ketika mendengar alasan-alasan mengapa seseorang bisa mengalami gangguan mental. Ternyata salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mudah putus asa adalah pikiran yang negatif. Mengapa bisa begitu? Kita bisa ambil contoh kecil, misal ketika kita ingin presentasi di kelas. Pasti banyak sekali pertanyaan-pertanyaan  yang muncul ketika kita hendak tampil.

"apakah nanti teman-teman akan memperhatikan saya?", 

"Bagaimana kalau saya tidak bisa berbicara di depan teman-teman?",

" Apakah teman-teman akan menertawakan saya nanti?", 

"Bagaimana kalau dosen menilai kurang baik ketika saya presentasi?". 

Atau bahkan muncul pernyatan-pernyataan yang mematahkan semangat, contoh, "saya tidak percaya diri", "saya takut jika saya salah", "saya takut jika ditertawakan", "saya belum siap untuk tampil", "saya pasti gagal, karena persiapan saya belum matang", dan beribu-ribu ungkapan lain yang bersarang di kepala. Nah itu semua termasuk dalam pikiran yang negatif. Dimana pikiran negatif ini muncul ketika kita merasa ragu akan kemampuan kita dan ketika kita merasa tertekan.

Remaja identik dengan masa pencarian jati diri. Dimana mereka mencari tahu sendiri apa yang menurut mereka  unik agar menjadi berbeda dengan teman lainnya. Karena dengan tampil berbeda akan menjadikan diri mereka semakin percaya diri dan merasa keren. Menurut teori  perkembangan sosial emosi yang dicetuskan oleh Erik Erikson, usia remaja berada pada tahapan 5 yakni tahapan identitas versus kekacauan identitas. Hal tersebut berarti usia remaja memiliki kecenderungan untuk mencari dan menemukan "identitas" dirinya untuk menunjukkan pada orang lain bahwa mereka memiliki sesuatu yang berbeda dengan orang lain. Namun terkadang dalam tahapan ini, remaja merasa terombang-ambing dengan pilihannya. Tak jarang banyak remaja yang mudah sekali terpengaruh orang lain karena pengetahuannya yang minim.

Remaja juga sering dikaitkan dengan sifat yang labil. Remaja awal biasanya sangat mudah menelan semua hal secara mentah-mentah. Belum ada kemampuan untuk menyaring maksud dari orang lain. Sehingga banyak remaja yang sangat sensitif dengan perkataan orang lain yang bertentangan dengannya. Banyak sekali respon seorang remaja dalam menyikapi perbedaan tersebut, ada yang meluapkan emosi dengan marah, ada yang menyangkal, ada yang hanya diam saja. Nah, saat seorang remaja ini memilih diam saja dalam menyikapi perkataan orang-orang mengenai dirinya, bisa jadi mereka sedang memikirkan apakah saya memang seperti yang mereka katakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun