Judul    :  Hukum Perkawinan dan Perceraian
Penulis  : Dr. H. Khoirul Abror, M.H
Penerbit : Ladang Kata
   Terbit   : 2020
Cetakan  : Kedua, Februari 2020
- Perkawinan
Buku tulisan Dr. H. Khoirul Abror, M.H yang berjudul Hukum Perkawinan dan Perceraian mendeskripsikan bahwasanya Islam menegaskan perkawinan adalah untuk membangun keluarga yang tentram & penuh kasih sayang dari nilai-nilai yang menuntut adanya hubungan diantara suami istri. Dijelaskan dalam suatu perkawinan terdapat dasarnya hukumnya yang bersumber dari Al-Quran dan hadis, bahwa menurut Islam dasar perkawinan pada hakikatnya wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah bisa dilihat dari keadaan kemaslahatannya.
Rukun dan syarat menjadi hal yang penting dalam pelaksanaan perkawinan jika keduanya tidak lengkap maka suatu perkawinan tidak bisa dikatakan sah. Dalam ajaran Islam, perkawinan mencakup perbuatan  yang diatur oleh hukum Islam dengan syarat dan rukun tertentu. Jadi, orang yang menikah berarti sesuai mengikuti agamanya, sedangkan melakukan perbuatan zina, prostitusi dan pemerkosaan orang tersebut tidak menghormati hukum agama mereka.
Di dalam prinsip dasar perkawinan seorang wali nikah dapat memaknai dari segi seperti, memilih calon suami/istri, faktor agama. Karena sejatinya perkawinan atau kehidupan dalam berumah tangga ini adalah suatu hukumnya sunah Nabi bagi mereka yang mampu atau dalam arti bisa bertanggung jawab untuk rumah tangganya yang kelolanya kelak nanti.
Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu". Tujuan dari perkawinan tentunya untuk memiliki keturunan dengan harapan penerus keluarga. Memiliki keturunan menambah keberuntungan ekonomi yang sedang dibangun. Selain itu, memiliki keturunan bisa menjadi pahala bagi pasangan suami istri di masa depan nantinya.
Perkawinan yang bertujuan mulia adalah sarana untuk mewujudkan ketenangan dan ketentraman untuk memperkuat diri serta sebagai alasan untuk memiliki keturunan yang baik. Larangan dan batalnya di dalam perkawinan dapat menjadi penghambatnya sebagai contoh disebabkan karena
1. Disebabkan adanya pertalian nasab
2. Adanya pertalian kerabat (semenda)
3. Adanya hubungan sesusuan
4. Perkawinan yang untuk sementara waktu  (Mahram Ghairu Muabbad)
Hal-hal yang dapat membatalkan suatu perkawinan di akibatkan suami mempunyai empat orang istri, dari keempat istrinya itu dalam 'iddah talak raj'i, menikahi mantan istrinya yang sudah di sumpah lian olehnya, menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, menikahi yang masih terlibat hubungan darah, semenda, dan sesusuan. Adanya  penentuan  batas usia minimal orang yang hendak melangsungkan  perkawinan yang diatur  dalam  Pasal  7  ayat  (1)  Undang-undang  No.  1  Tahun  1974  Jo. Â
Undang-undang  No. 16 Tahun 2019 Tentang  Perkawinan, dan diatur dalam  pasal  15  ayat  (1)  dan  (2)  Kompilasi  Hukum  Islam. Perlunya pembatasan tersebut tidak terjadi mengingat maraknya perkawinan di bawah umur  di masyarakat. Sehingga ketika hal yang tidak diinginkan terjadi maka tujuan perkawinan yang diharapkan tidak terwujud karena yang terjadi justru sebaliknya yaitu kehancuran keluarga atau perceraian. Dalam kajian psikologi, ketentuan usia yang terdapat dalam undang-undang dan batang tubuh hukum Islam termasuk dalam tahapan kedewasaan. Syarat-syarat orang yang diperbolehkan menjadi  wali :
1. Telah dewasa dan berakal sehat
2. Laki-laki
3.Muslim
4. Orang merdeka
5. Berpikir baik
6. AdilÂ
Menurut pandangan Syafii, wali adalah topik yang sangat penting ketika berbicara tentang perkawinan, karena tidak ada perkawinan tanpa wali dan wali yakni syarat  sahnya sebuah perkawinan. Maksudnya kehadiran wali menjadi salah satu rukun nikah, yang artinya tanpa kehadiran wali selama perkawinan tidak akan sah.
- Perceraian
Dalam Islam, perceraian dikenal dengan talak yang berarti melepaskan ikatan perkawinan hubungan antara suami dan istri. Putusnya dalam perkawinan bisa disebabkan karena kehendak kedua belah pihak, karena adanya tidak rukun di rumah tangganya. Ketidakrukunan tersebut bisa timbul karena suami dan istri sudah tidak saling menghormati, tidak ada saling percaya dalam menjaga rahasia satu sama lain dan adanya pertentangan yang menjadikan hidup tidak harmonis. Suami dan istri yang akan melakukan perceraian harus memiliki alasan hukum yang dapat di buktikan di pengadilan.
Menurut para pendapat di buku tersebut di dalam perceraian ditimbulkan adanya bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istrinya. Dapat ditunjukkan dan di mungkinkan kekerasan dalam rumah tangga terjadi di seluruh masyarakat. Islam mengatur bahwa talak adalah hak yang sepenuhnya  berada di tangan suami. Menurut pandangan fikih klasik, seorang laki-laki dapat menjatuhkan talak kepada istrinya kapan saja dan di mana saja. Macam-macam di dalam talak :
1. Talak Raj'i
talak yang dimana suami mempunyai hak untuk merujuk istri tanpa persetujuannya, selama istri yang dijatuhi talaknya masih berada dalam masa iddah
2. Talak Ba'in
 Wanita yang tidak ada hubungan dengan suaminya atau karena ada perceraian sebanyak (tiga kali)
Talak ba'in dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Talak bain sugra
Berakhirnya masa iddah dari talak pertama atau kedua, sehingga suami yang diceraikan tidak dapat menikahkan atau mengembalikan istrinya  kecuali dengan akad dan mahar yang baru.
2. Talak Bain Kubra
Talak yang tidak dapat rujuk kembali, meskipun wanita yang diceraikan masih memiliki masa iddah. Artinya, jika seorang laki-laki ingin menikah lagi dengan mantan istrinya, mantan istri tersebut harus menikah dengan laki-laki lain.
Adapun dari alasan perceraian dapat mencakup apabila kedua pelah pihak atau salah satunya berbuat zina, mabuk, judi dan lain-lainnya, menelantarkan atau tanpa ada kabar dari pihak lain selama dua tahun berturut-turut. Seseorang di penjara selama 5 tahun setelah melaksanakan pernikahan, Â perbuatan kekerasan dan penganiayaan yang mengancam pihak lain.
Nikah Mutah termasuk pernikahan yang dalam jangka waktu tertentu atau dengan istilah kawin kontrak. Maksud dengan pernikahan ini ialah apabila lewat masanya harus dipisahkan dengan tanpa kata talak dan tanpa waris. Hal yang mendasari bentuk perkawinan tersebut seseorang mendatangi wanita itu tanpa wali atau saksi, kemudian akad mahar dan batas waktu tertentu selesai kurang selama tiga hari atau lebih. Kelemahan dari pernikahan tersebut ialah tidak ada mahar, harta bersama dan masa iddah, kecuali melakukan istibra'.
 Banyak faktor yang mempengaruhi perceraian dari pasangan, di antaranya adalah kesulitan ekonomi. Beberapa faktor lainnya seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), adanya orang ketiga dalam kehidupan rumah tangga dan lainnya.
Faktor yang mempengaruhi tidak harmonisnya dalam Rumah Tangga :
a. Ekonomi
b. Kekerasan dan penganiayaan
c. Hilangnya rasa kepercayaan
d. Perselingkuhan
e. Judi dan minuman keras
f. Faktor istri tidak patuh pada suami
g. Faktor suami atau istri tanpa ada kabar
h. Poligami tidak sehat
Menurut pandangan mazhab dalam poligami pelakunya yang sang suami boleh mempunyai istri lebih dari satu dan dibatasi hanya mempunyai empat istri saja. Hukum poligami dapat dilakukan menurut kehendak orang yang bersangkutan dengan izin pengadilan agama, setelah dibuktikan alasan tertentunya. Alasan atau kriteria tersebut dapat menjadikan terwujudnya tujuan pernikahan yang berlandaskan rumah tangga yang langgeng diikuti jalinan cinta dan kasih sayang yang diridhai Allah SWT.
Pemenuhan tujuan perkawinan yang disebutkan, sehingga harus dihilangkan atau setidak-tidaknya dikurangi. Status hukum dari poligami itu sendiri adalah mubah. Dengan demikian disebut dengan mubah, karena syarat untuk memiliki istri dibatasi hanya empat istri, hal ini ditegaskan oleh Pasal 55 KHI.
Poligami yang menjadikan diperbolehkannnya harus dengan syarat adil dengan semua istrinya dan jika sang suami tidak dapat menjamin kemampuannya untuk berlaku adil terhadap semua istrinya. Jika suami menikah lebih dari satu mengetahui bahwa dia tidak dapat bertindak benar atau tidak mampu, pernikahannya sah tetapi dianggap orang berdosa atau bisa berdampak hukumnya menjadi haram.
Kesimpulan setelah membaca dan memahami buku tersebut ialah dalam sub bab satu dapat mengetahui hukum perkawinan yang dengan pembahasan terkait hak dan kewajiban para suami istri, hal-hal yang dapat membatalkan, dasar, rukun, syarat, wali dan saksi dalam perkawinan, di dalam sub bab kedua bisa mengetahui rukun dan syarat, alasan terjadinya perkawinan dan kaitkan dengan fenomena nikah mutah dan poligami.Â
Dijelaskan dalam suatu perkawinan terdapat dasarnya hukumnya yang bersumber dari Al-Quran dan hadis yang dijalankan membangun keluarga yang tentram & penuh kasih sayang.
Di dalam buku Hukum Perkawinan dan Perceraian tersebut memiliki penjelasan berupa materi yang dapat dipahami para pembacanya dari segi tata bahasanya dan memiliki kelengkapan yang bisa dilihat sekilas dari daftar isinya. Hal ini tentu saja menambah kriteria dalam penyampaian penulis dalam menggambarkan inti pokok-pokok yang disampaikannya dalam bukunya. Pentingnya dalam materi buku tersebut dapat mengetahui serba-serbi dan kriteria yang dapat menambah wawasan dalam hukum perkawinan dan perceraian.
Â
Nama   : Dyah Mutiarawati
NIM Â Â Â :212121024
Kelas    : HKI 4A
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H