Mohon tunggu...
Dyah Kirana
Dyah Kirana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan di Universitas Jember

Halo! Aku Dyah Kirana mahasiswi tahun keempat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UNEJ. Tertarik di bidang moneter, keuangan, perbankan, dan pasar modal. Platform ini akan aku gunakan sebagai penyampaian opini yang berkaitan dengan isu-isu terbaru khususnya di Indonesia. So, for those of you who want to discuss about everything what I wrote here, I appreciate it because it's for better me in the future!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Burden Sharing: Sinergi Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia di Era Pandemi Covid-19

17 November 2024   19:53 Diperbarui: 17 November 2024   19:55 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jember, 17 November 2024 - Pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada tahun 2020 telah membawa dampak yang luar biasa terhadap perekonomian global. Berbagai negara, termasuk Indonesia, harus menghadapi tantangan besar dalam memitigasi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh pembatasan sosial, penurunan permintaan global, dan gangguan terhadap rantai pasokan. Untuk mengatasi dampak ini, dua lembaga keuangan di Indonesia---Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) melakukan berbagai upaya kolaboratif untuk menjaga stabilitas ekonomi salah satunya adalah Burden Sharing.

Burden sharing mengacu pada pembagian tanggung jawab antara berbagai pihak untuk menghadapi krisis atau beban yang berat. Dalam menghadapi pandemi COVID-19, burden sharing antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia mencerminkan upaya kedua lembaga untuk bekerja bersama dengan memadukan kebijakan fiskal dan moneter dalam rangka menanggulangi dampak yang timbul akibat krisis yang disebabkan oleh Pandemi COVID-19. Kementerian Keuangan berfokus pada kebijakan fiskal seperti pengelolaan anggaran negara dan pemberian stimulus fiskal, sementara Bank Indonesia bertugas mengatur kebijakan moneter dan likuiditas untuk menjaga kestabilan nilai tukar dan inflasi.

Pada awal pandemi COVID-19, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menangani dampak ekonomi yang terjadi akibat pembatasan sosial dan penurunan kegiatan ekonomi. Untuk itu, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia segera melakukan serangkaian langkah koordinatif untuk meringankan beban ekonomi masyarakat dan sektor bisnis. Sinergi antara kedua lembaga ini sangat penting untuk memastikan efektivitas kebijakan yang diambil dalam mengatasi dampak pandemi. Sebagai contoh, kebijakan moneter yang lebih longgar akan mendukung kebijakan fiskal dalam memberikan stimulus ekonomi yang diperlukan untuk mendorong pemulihan sektor-sektor yang terdampak akibat pandemi.

Kebijakan Fiskal: Stimulus Ekonomi dan Anggaran Penanganan COVID-19

Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas kebijakan fiskal segera mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi krisis. Salah satunya adalah pembentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang direvisi untuk memberikan respons terhadap pandemi. Pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk program penanganan COVID-19 yang mencakup belanja untuk sektor kesehatan, bantuan sosial, dan pemulihan ekonomi nasional.

Program stimulus yang diusung oleh Kemenkeu termasuk bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat terdampak, subsidi gaji untuk pekerja, serta bantuan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menghadapi kesulitan. Hal ini merupakan langkah penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan memperkuat perekonomian di tingkat mikro.

Selain itu, Kementerian Keuangan juga memperkenalkan kebijakan restrukturisasi utang untuk membantu sektor bisnis dan perbankan yang menghadapi kesulitan likuiditas. Pemerintah juga memberikan insentif pajak untuk sektor-sektor tertentu yang terdampak parah oleh pandemi seperti sektor pariwisata dan transportasi.

Kebijakan Moneter: Penurunan Suku Bunga dan Penyesuaian Kebijakan Likuiditas

Di sisi lain, Bank Indonesia mengambil langkah-langkah kebijakan moneter yang lebih longgar untuk mendukung stabilitas ekonomi. BI menurunkan suku bunga acuan guna mendorong pinjaman dan investasi di sektor riil serta memastikan bahwa perbankan tetap memiliki likuiditas yang cukup untuk memberikan kredit kepada masyarakat dan dunia usaha.

Bank Indonesia juga melakukan intervensi pasar valuta asing untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang sempat tertekan akibat ketidakpastian ekonomi global. Selain itu, BI mempermudah akses likuiditas untuk bank-bank komersial yang diharapkan dapat mempercepat distribusi kredit ke sektor-sektor yang membutuhkan.

Di luar kebijakan suku bunga, BI juga melakukan pelonggaran aturan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank agar dapat menyalurkan lebih banyak kredit kepada nasabah. Dengan langkah ini, BI berperan sebagai penyeimbang likuiditas di pasar keuangan dan mendukung kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dari Kementerian Keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun