Burden sharing mengacu pada pembagian tanggung jawab antara berbagai pihak untuk menghadapi krisis atau beban yang berat. Dalam menghadapi pandemi COVID-19, burden sharing antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia mencerminkan upaya kedua lembaga untuk bekerja bersama dengan memadukan kebijakan fiskal dan moneter dalam rangka menanggulangi dampak yang timbul akibat krisis yang disebabkan oleh Pandemi COVID-19. Kementerian Keuangan berfokus pada kebijakan fiskal seperti pengelolaan anggaran negara dan pemberian stimulus fiskal, sementara Bank Indonesia bertugas mengatur kebijakan moneter dan likuiditas untuk menjaga kestabilan nilai tukar dan inflasi.
Pada awal pandemi COVID-19, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menangani dampak ekonomi yang terjadi akibat pembatasan sosial dan penurunan kegiatan ekonomi. Untuk itu, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia segera melakukan serangkaian langkah koordinatif untuk meringankan beban ekonomi masyarakat dan sektor bisnis. Sinergi antara kedua lembaga ini sangat penting untuk memastikan efektivitas kebijakan yang diambil dalam mengatasi dampak pandemi. Sebagai contoh, kebijakan moneter yang lebih longgar akan mendukung kebijakan fiskal dalam memberikan stimulus ekonomi yang diperlukan untuk mendorong pemulihan sektor-sektor yang terdampak akibat pandemi.
Kebijakan Fiskal: Stimulus Ekonomi dan Anggaran Penanganan COVID-19
Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas kebijakan fiskal segera mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi krisis. Salah satunya adalah pembentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang direvisi untuk memberikan respons terhadap pandemi. Pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk program penanganan COVID-19 yang mencakup belanja untuk sektor kesehatan, bantuan sosial, dan pemulihan ekonomi nasional.
Program stimulus yang diusung oleh Kemenkeu termasuk bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat terdampak, subsidi gaji untuk pekerja, serta bantuan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menghadapi kesulitan. Hal ini merupakan langkah penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan memperkuat perekonomian di tingkat mikro.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga memperkenalkan kebijakan restrukturisasi utang untuk membantu sektor bisnis dan perbankan yang menghadapi kesulitan likuiditas. Pemerintah juga memberikan insentif pajak untuk sektor-sektor tertentu yang terdampak parah oleh pandemi seperti sektor pariwisata dan transportasi.
Kebijakan Moneter: Penurunan Suku Bunga dan Penyesuaian Kebijakan Likuiditas
Di sisi lain, Bank Indonesia mengambil langkah-langkah kebijakan moneter yang lebih longgar untuk mendukung stabilitas ekonomi. BI menurunkan suku bunga acuan guna mendorong pinjaman dan investasi di sektor riil serta memastikan bahwa perbankan tetap memiliki likuiditas yang cukup untuk memberikan kredit kepada masyarakat dan dunia usaha.
Bank Indonesia juga melakukan intervensi pasar valuta asing untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang sempat tertekan akibat ketidakpastian ekonomi global. Selain itu, BI mempermudah akses likuiditas untuk bank-bank komersial yang diharapkan dapat mempercepat distribusi kredit ke sektor-sektor yang membutuhkan.
Di luar kebijakan suku bunga, BI juga melakukan pelonggaran aturan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank agar dapat menyalurkan lebih banyak kredit kepada nasabah. Dengan langkah ini, BI berperan sebagai penyeimbang likuiditas di pasar keuangan dan mendukung kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dari Kementerian Keuangan.
Sinergi antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia juga terlihat dalam kebijakan pembiayaan melalui Surat Berharga Negara (SBN). Selama pandemi, pemerintah Indonesia melakukan penerbitan SBN dalam jumlah besar yang bertujuan untuk mendanai berbagai program penanganan COVID-19. Dalam hal ini, Bank Indonesia turut berperan dalam membeli SBN di pasar sekunder untuk menjaga suku bunga tetap rendah dan memastikan pembiayaan negara tetap berjalan lancar.
Lebih lanjut, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan juga bekerjasama dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) degan melibatkan alokasi dana yang cukup besar untuk membantu sektor-sektor terdampak. Program PEN dirancang untuk memberikan stimulus langsung kepada sektor yang membutuhkan serta mendorong upaya pemulihan ekonomi jangka panjang.
Meskipun kolaborasi ini terbukti efektif dalam mengatasi krisis awal pandemi, kenyataannya, implementasi burden sharing antara kedua lembaga tidak berjalan tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah memastikan bahwa kebijakan fiskal yang diambil tidak berisiko memperburuk defisit anggaran atau utang negara mengingat kebutuhan anggaran yang sangat besar untuk program-program stimulus fiskal. Di sisi lain, pelonggaran kebijakan moneter yang sangat agresif juga harus diimbangi dengan pengawasan terhadap inflasi dan potensi ketidakseimbangan pasar keuangan.
Selain itu, keberhasilan dari kolaborasi ini sangat bergantung pada koordinasi yang baik antara kedua lembaga serta transparansi dalam pelaksanaan kebijakan. Keterlibatan sektor swasta, serta penggunaan teknologi dalam distribusi bantuan juga menjadi faktor penentu dalam memastikan keberhasilan program-program yang telah dijalankan.
Ketika krisis mulai mereda, tantangan berikutnya adalah bagaimana menjaga momentum pemulihan ekonomi. Burden sharing akan terus berlanjut dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang tidak hanya fokus pada stabilisasi ekonomi tetapi juga pada pembangunan ekonomi jangka panjang. Pemerintah dan Bank Indonesia harus bekerja sama untuk mendukung sektor-sektor yang membutuhkan pembiayaan, memfasilitasi transisi menuju ekonomi digital, dan mendorong inklusi keuangan yang lebih besar untuk seluruh lapisan masyarakat.
Kolaborasi antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia selama pandemi COVID-19 menunjukkan pentingnya burden sharing dalam mengelola krisis ekonomi. Kedua lembaga ini berperan penting dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui kebijakan fiskal dan moneter yang terkoordinasi. Ke depan, sinergi ini harus terus dipertahankan untuk memastikan pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, stabilitas keuangan, dan pengelolaan utang negara.Â
Sumber gambar: bisnis.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H