Mohon tunggu...
Dyah Rizka A Kika
Dyah Rizka A Kika Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Lahir di Bandung, pada tanggal 20 Oktober 2000. Saat ini seorang Mahasiswa di Univ. Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung yang sedang menempuh S1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Ilmu Administrasi Publik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pro Kontra Kebijakan HAM di Indonesia: Apakah Telah Melindungi Kaum Perempuan dengan Baik?

30 Juni 2020   18:08 Diperbarui: 30 Juni 2020   18:56 3070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara perempuan berkarya di zona yang lebih 'lembut'. Mereka akan merawat anak, memasak hasil buruan, atau mengumpulkan bahan makanan yang ada di sekitarnya seperti buah-buahan.Karena hal itu, perempuan dianggap lemah dan hanya bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan halus. "Anak perempuan tidak boleh bangun siang", adalah sekian hal yang selalu saya dengarkan dari orangtua. Semua lantaran saya adalah anak perempuan.

Oke, memang idealnya semua orang jangan sampai bangun siang dan melewatkan rezekinya. Tapi dengan konteks yang sedemikian rupa, bukankah seakan-akan hanya cowok yang wajar bangun siang? 

Setelah berkembanganya patriarki dari zaman dahulu, ternyata itu dianggap dan berkembang sampai sekarang sehingga orang-orang yang sudah tua menganggap bahwa pandangan atau tindakan itu benar dan menjadi kebiasaan yang seringkali dilakukan. 

Satu lagi, contoh yang sering terjadi, sebagian daerah di Indonesia memang masih memegang kuat aturan adat yang menjadikan posisi laki-laki lebih tinggi. Pun ada pandangan dalam agama yang memposisikan pria sebagai pemimpin, sehingga wanita tak patut berpendapat. 

Tidak apa-apa jika mengikuti adat namun dengan adanya globalisasi seharusnya tetap bisa menghargai pandangan orang lain dan tidak memaksakan adatnya ke semua orang.

 Mayoritas perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual dan fisik. Menurut data yang dirilis pemerintah--dibantu United Nations Population Fund (UNFPA) pada Maret 2017, sepertiga populasi perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual dan fisik. 

Komnas Perempuan dalam Catatan tahunannya mencatat bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 14% pada tahun 2018 dengan jumlah pengaduan sebanyak 406.178 kasus.[2]  

Dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800%) artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat. 

Diagram di atas masih merupakan fenomena gunung es, yang dapat diartikan bahwa dalam situasi yang sebenarnya, kondisi perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman[3] 

Dalam data pengaduan yang langsung ke Komnas Perempuan, tercatat kenaikan yang cukup signifikan yakni pengaduan kasus cyber crime 281 kasus (2018 tercatat 97 kasus) atau naik sebanyak 300%. Kasus siber terbanyak berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto dan video porno korban; Di dalam CATAHU 2019, terdapat 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2018 (naik dari tahun sebelumnya sebanyak 348.466). 

Kasus kekerasan terhadap perempuan ini terdiri dari 13.568 kasus yang ditangani oleh 209 lembaga mitra pengada layanan yang tersebar di 34 Provinsi, serta sebanyak 392.610 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama.[4]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun