Memupuk Budaya Literasi di Sekolah
 melalui Gerakan Sekolah Menulis Buku
Oleh : DyahÂ
Kualitas suatu bangsa akan terlihat dari cara pandang, pengetahuan, dan kecerdasan masyarakatnya. Cara pandang, pengetahuan, dan kecerdasaran dihasilkan dari seberapa besar ilmu pengetahuan yang didapat dan diserap. Ilmu pengetahuan didapat dari informasi baik lisan maupun tulisan. Artinya ketiga hal tersebut tidak bisa terlepas dari peran budaya literasi untuk membentuk peradaban suatu bangsa. Budaya literasi menjadi jembatan untuk memperbaiki cara pandang, pengetahuan, dan kecerdasan masyarakatnya. Kemampuan membaca, berpikir, dan menulis mempunyai peranan penting dalam rangka memajukan kualitas suatu bangsa.
Hal ini sangat sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Alquran surat Al 'Alaq : 1 yang berbunyi :
Artinya : "Bacalah. Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan seluruh makhluk" (Q.S. 96 : 1-2). Pada kata Iqro' berarti bacalah, mengertilah, pahamilah, cerdaslah, berpikir majulah dan bervisilah. Hal ini terbukti, dengan iqro' Nabi Muhammad mampu membangun umat Islam, umat yang diharapkan oleh Allah. (Said Aqil Siraj, 2018).
Dalam konteks pengetahuan modern, literasi merupakan bagian dari iqro'. Dengan kata lain, jika kegiatan Iqro' dilakukan dengan baik, maka bangsa ini akan semakin paham, cerdas, bervisi, dan berkemajuan.
Salah satu jalur paling efektif untuk memupuk budaya literasi adalah melalui jalur pendidikan formal dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Budaya literasi bisa diterapkan dalam pembelajaran intrakurikuler (kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan struktur kurikulum yang ditetapkan), kokurikuler (kegiatan untuk penguatan dan pendalaman materi seperti outing class, field trip, social project, literasi school), dan ekstrakurikuler (kegiatan non pelajaran formal yang dilaksanakan di luar jam pembelajaran). Kurikulum yang diimplementasikan di sekolah formal sudah berupaya meningkatkan budaya literasi siswa seperti adanya Asesemen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) Â untuk kelas V, VIII , dan XI yang berisi literasi membaca dan literasi numerasi, kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan asesmen baik formatif maupun sumatif. Namun sebagian besar siswa baru sampai pada tahap membaca dan berpikir kritis belum sampai pada tahap menulis atau membuat karya. Menilik hasil PISA 2018 Di Indonesia, 30% siswa mencapai setidaknya tingkat kemahiran 2 dalam membaca (rata-rata OECD: 77%). Minimal, siswa tersebut dapat mengidentifikasi gagasan utama dalam teks yang panjangnya sedang, menemukan informasi berdasarkan kriteria yang eksplisit, meskipun terkadang rumit, dan dapat mencerminkan tujuan dan bentuk teks ketika secara eksplisit diarahkan untuk melakukannya. Hanya sedikit sekali siswa di Indonesia yang berprestasi dalam membaca mereka mencapai Level 5 atau 6 dalam tes membaca PISA (rata-rata OECD: 9%). Pada level 5 atau 6, siswa sudah dapat memahami teks yang panjang, menangani konsep-konsep yang abstrak atau berlawanan dengan intuisi, dan membangun pembedaan antara fakta dan opini, berdasarkan isyarat implisit yang berkaitan dengan isi atau sumbernya informasi.
(https://www.oecd.org/pisa/publications/PISA2018_CN_IDN)
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penerapan budaya literasi di sekolah perlu terus ditingkatkan agar siswa tidak hanya menjadi subjek yang menikmati literasi namun mampu membuat karya literasi yang bisa dinikmati dan dimanfaatkan oleh orang lain. Budaya literasi bukan hanya sekadar slogan yang dipahat di dinding - dinding sekolah. Tetapi harus direalisasikan dan diwujudkan dalam bentuk aksi nyata. Cara terbaik untuk menanamkan budaya literasi yang kuat pada seseorang adalah dengan menjadikannya sebagai seorang penulis. Karena setiap penulis, secara otomatis akan melewati tahapan membaca, berpikir kritis, dan tentu saja menulis serta berkreasi. Salah satunya dengan Gerakan Sekolah Menulis Buku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya atau culture dapat diartikan pikiran, akal budi, hasil. Sedangkan membudayakan berarti mengajarkan supaya mempunyai budaya, mendidik supaya berbudaya, membiasakan sesuatu yang baik sehingga berbudaya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1988)
Dalam bahasa Sansekerta kata kebudayaan berasal dari kata budh yang berarti akal, yang kemudian menjadi kata budhi atau bhudaya sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia.
Menurut Supartono Widyosiswoyo budaya berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya adalah perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani. Sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia. (Supartono Widyosiswoyo, 2009),
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa budaya adalah hasil pemikiran akal manusia dan ikhtiar untuk membiasakan hasil pemikiran tersebut.
 Pengertian Literasi menurut UNESCO (dalam Purwati, 2017) adalah wujud dari keterampilan yang secara nyata, yang secara spesifik adalah keteampilan kognitif dari membaca serta menulis, yang terlepas dari konteks di mana keterampilan itu diperoleh dari siapa serta cara memperolehnya. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang tentang makna literasi itu sendiri adalah penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya, dan juga pengalaman (Purwati, 2017).
Literasi diartikan sebagai melek huruf, kemampuan membaca dan menulis, kemelekwacanaan atau kecakapan dalam membaca dan menulis. Pengertian literasi berdasarkan konteks pengunaannya merupakan integrase keterampilan menulis, membaca, dan berfikir kritis (Purwati, 2017).
Gee dalam Au (dalam Chairunnisa, 2018) yang mengartikan literasi dari sudut pandang kewacanaan menyatakan bahwa literasi adalah "mastery of, or fluent control over, a secondary discourse". Gee menjelaskan bahwa literasi adalah suatu keterampilan dari seseorang melalui kegiatan berfikir, membaca, menulis, dan berbicara (Chairunnisa, 2018).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa literasi merupakan proses pembelajaran yang dilakukan secara bertahap dan menyeluruh untuk mengidentifikasi, memahami informasi, berkomunikasi, dan berpikir kritis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Menulis berarti menuangkan isi hati si penulis ke dalam bentuk tulisan, sehingga maksud hati penulis bisa diketahui banyak orang melalui tulisan yang dituliskan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 2010).
M. Atar Semi (2007:14) dalam bukunya mengungkapkan pengertian menulis adalah suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Burhan Nurgiantoro (1988: 273) menyatakan bahwa menulis adalah aktivitas aktif produktif, yaitu aktivitas menghasilkan bahasa.
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah aktivitas produktif sebagai upaya untuk menuangkan isi hati dan memindahkan gagasan dalam bentuk tulisan.
Menulis adalah proses kreatif yang dilakukan melalui berbagai tahapan. Menurut Elina Syarif, Zulkarnaini, dan Sumarno (2009: 11) tahap-tahap menulis terdiri dari enam langkah, yaitu: a) draf kasar, b) berbagi, c) perbaikan, d) menyunting, e) penulisan kembali, f) evaluasi.
Budaya literasi di sekolah masih harus dipupuk agar semakin subur dan mengakar di hati semua warga sekolah. Gerakan sekolah menulis buku merupakan strategi yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut. Gerakan sekolah menulis buku ini bertjuan untuk :
- Memunculkan bibit menulis siswa dan guru
- Memberikan ruang dan wadah menulis atau berkreasi siswa dan guru
- Â Memberikan motivasi berliterasi kepada warga sekolah
- Memberikan apresiasi dan dukungan moral
- Memajukan kualitas pendidikan
- Menjadikan sekolah aktif berliterasi
Adapun tahapan dalam gerakan menulis buku adalah sebagai berikut :
- Membentuk tim literasi sekolah
- Melakukan pendaftaran atau registrasi kepada pihak terkait
- Menginformasikan atau mensoislaisasikan kegiatan ini kepada warga sekolah kegiatan ini
- Mendata peserta gerakan sekolah menulis buku
- Mengumpulkan karya peserta
- Melakukan seleksi dan self editing
- Mengirimkan hasil karya kepada pihak yang menyelenggarakan
- Memilih 5 karya terbaik tiap sekolah
- Memberikan apresiasi kepada semua peserta
- Buku siap diterbitkan
Seperti yang pernah penulis lakukan di SD IT Anak Sholeh Sedayu Bantul sudah melaksanakan Gerakan Sekolah Menulis Buku sejak 3 tahun lalu. Gerakan sekolah menulis buku sudah aktif dilaksanakan di SD IT Anak Sholeh tempat penulis mengajar sejak tahun 2021. Tahun 2021 sekolah mengikuti Festival Literasi Bantul yang diselenggarakan oleh Gerakan Menulis Buku Indonesia bekerjasama dengan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Bantul. Tidak mudah untuk mendorong dan melibatkan siswa maupun guru untuk menulis sebuah karya. Karena bagi mereka ini adalah hal baru dan belum terbiasa mereka lakukan. Istilahnya belum menjadi budaya. Akan tetapi dengan berbagai motivasi dan dorongan dari manajemen sekolah, yayasan, dan para guru maka akhirnya bisa dilaksanakan. Kegiatan ini diikuti oleh 50 siswa dari kelas 1 -- VI. Karya siswa berupa puisi diwujudkan dalam buku antologi puisi berjudul "Impian Anak Sholeh". Buku bersampul warna biru setebal 58 halaman ini dicetak pertama kali pada bulan April 2021 oleh C.V. KEKATA GROUP. Buku antologi puisi siswa berisi pengalaman atau kisah yang mereka alami semasa pandemic covid-19 dan harapan serta mimpi mereka pasca pandemic covid-19. Sementara itu dari kalangan guru ada 10 guru yang terlibat dalam penulisan buku antologi artikel yang berjudul "Merawat Indonesia Kita" (Kumpulan Artikel Guru FLB Bantul 2021). Buku bersampul warna merah setebal 183 halaman ini dicetak pertama kali pada bulan April 2021 oleh CV KEKATA GROUP. Buku antologi artikel guru berisi catatan, tantangan, pengalaman, dan harapan para guru semasa pembelajaran covid-19 yang melanda dunia.
Pada tahun 2022 SD IT Anak Sholeh kembali mengikuti Gerakan Sekolah Menulis Buku. Sekolah bekerjasama dengan Nyalanesia Pengembang Program Literasi Nasional. Tim literasi kembali mencari bibit-bibit penulis dan memberikan dorongan kepada siswa maupun guru untuk menjadi penulis buku antologi. Sehingga pada bulan Januari 2023 terbitlah sebuah buku antologi puisi yang berjudul "Merajut Mimpi, Mengukir Asa". Buku bersampul warna kuning mempunyai tebal 68 halaman ini dicetak oleh P.T. Nyala Masa Depan Indonesia. Buku antologi puisi ini berisi  kumpulan karya puisi 60 siswa yang terdiri dari berbagai jenjang kelas yang menggambarkan cita-cita mereka yang beraneka ragam. Ditulis dengan bahasa yang polos, sederhana namun imajinatif membuat pembaca terhanyut ke dalam impian mereka. Lalu buku antologi puisi yang kedua berisi kumpulan puisi para guru. Buku bersampul warna biru bergambar seorang ibu yang sedang merawat tanaman ini diberi judul "Menanam Pelukan". Buku ini pertama kali dicetak pada bulan Februari 2023 dan mempunyai tebal 136 halaman. Buku antologi ini menggambarkan sebuah perjuangan yang dilihat dan dirasakan dari berbagai sudut persepsi. Sehingga membaca buku ini akan larut dalam keharuan, semangat, dan harapan yang berkobar untuk sebuah perjuangan.
Pada tahun 2023 kegiatan sekolah menulis buku tetap dilanjutkan. Para penulis dari kalangan siswa maupun guru. Ada 50 siswa dan 5 guru yang dilibatkan dalam penyusunan buku ini. Buku antologi berwarna sampul merah muda ini mempunyai tebal 71 halaman. Buku yang diberi judul "Guru sang Pelita" dicetak pada bulan Agustus 2023 oleh PT Nyala Masa Depan Indoensia ini berisi kumpulan puisi yang menggambarkan ungkapan cinta, kasih, sayang, dan terima kasih kepada guru.
Pada bulan November 2023, sekolah Kembali mengikuti Festival Literasi Bantul yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Bantul bekerjasama dengan Komunitas Yuk Menulis (YKM) dan Tim Literasi Matsaga (TLM) MTsN 3 Bantul. Festival menulis puisi bertema "Ibu" ini rencanaya akan diikuti oleh 45 siswa dan 5 guru. Saat ini Festival Literasi Bantul masih dalam tahap pengumpulan karya tulis dari siswa dan guru.
Memupuk budaya literasi memang menjadi tanggung jawab semua pihak. Harapannya tidak hanya berhenti dalam slogan-slogan yang ada di sekolah. Tapi mampu dimanifestasikan dalam wujud nyata. Gerakan Sekolah Menulis Buku merupakan kegiatan positif yang melibatkan kolaborasi sekolah, guru, dan siswa dalam pelaksanaannya. Gerakan Sekolah Menulis Buku adalah cara yang efektif untuk memfasilitasi guru dan siswa merajut benang - benang ide dan pemikirannya menjadi karya literasi yang luar biasa. Melalui gerakan sekolah menulis buku ini mampu memberikan ruang dan waktu, memberikan apresiasi dan memberikan dukungan moral bagi siswa dan guru untuk semangat menghadirkan karya. Melalui pengalaman langsung yang penulis alami dalam pelaksanaan Gerakan Sekolah Menulis Buku di sekolah secara signifikan dapat memupuk budaya literasi di sekolah.Â
Budaya literasi menjadi kegiatan yang sangat penting ditumbuhkan dan dilestarikan. Sebagai pengejawantahan dari perintah Allah SWT dalam Q.S. Al Alaq ayat 1 - 2  yaitu perintah iqro' kepada makhluk - makhlukNya, Jaringan sekolah Islam Terpadu (JSIT) Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta  yang menaungi ratusan Sekolah - Sekolah Islam Terpadu di Yogyakarta seharusnya mampu untuk terus memberikan ruang, fasilitas, apreasiasi, dan dukungan moral bagi guru dan siswa untuk menghadirkan karya tulis yang hebat dan luar biasa. Ratusan siswa dan guru dilibatkan dalam gerakan ini secara massif, terbimbing, dan terstruktur. Kegiatan sekolah menulis buku bisa diselenggarakan oleh Jaringan Sekolah Islam Terpadu Wilayah DIY sebagai sentra pengambil kebijakan bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti dinas terkait, tim literasi, dan rekanan penerbit buku yang mempunyai kredibilitas dan terpercaya.
Daftar Pustaka
Â
Chairunnisa, C. (2018). Pengaruh Literasi Membaca Dengan Pemahaman Bacaan (Penelitian Survei   Pada Mahasiswa Stkip Kusumanegara Jakarta). Jurnal Tuturan, 6(1), 745. Https://Doi.Org/10.33603/Jt.V6i1.1584
Nurgiantoro, Burhan. 1988. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPFE
Penyusun, Tim. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1988. Jakarta: Balai Pustaka. 130-131
Penyusun, Tim. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1497Purwati, S. (2017). Program Literasi Membaca 15 Menit Sebelum Pelajaran Dimulai Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Membaca Dan Menghafal Surah Pendek. Jurnal Ilmu Pendidikan Sosial, Sains, Dan Humaniora, 3(4), 663--670.
Semi, M. Atar. 2007. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa
Siraj, Said Aqil Siraj, ceramah Nuzulul Qur'an di Masjid Agung Jawa Tengah 3 Juni 2018 dalam https://www.youtube.com/watch?v=F7V6h2_k4IE&t=2334s
Sumarno, Elina Syarif, Zulkarnaini. 2009. Pembelajaran Menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Widyosiswoyo, Supartono. 2009. Ilmu Budaya Dasar. Bogor : Ghalia Indonesia. 30-31.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H