Mohon tunggu...
DafanovKoliska
DafanovKoliska Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menulis adalah sebuah seni untuk mengukir nama di prasasti kehidupan ini.

Selanjutnya

Tutup

Diary

The Power of Ikhtiar

24 Mei 2023   16:24 Diperbarui: 20 Juni 2023   16:49 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Zaidan Educare

Hari ini seyogyanya adalah hari bahagia yang ditunggu-tunggu oleh anakku, Jaka. Sekolahnya mengadakan kegiatan homestay di Tasikmalaya selama 3 hari 2 malam. Hari ini adalah jadwal keberangkatannya. Dari Bandung ke Tasikmalaya butuh waktu sekitar 5 jam. Karena itu, pihak sekolah menginstruksikan kepada orang tua murid, agar para murid kumpul di titik kumpul bis pada jam 06.00.

Sejak kemarin Jaka sibuk menyiapkan perlengkapan untuk homestay. Semangatnya sangat tinggi meskipun Ia masih lelah karena baru saja pulang dari Jogjakarta, mengantarkan kakaknya mondok di pesantren. Begitupun aku, ikut sibuk mempersiapkan segala keperluannya. Bahkan tadi malam pun aku sudah memerintahkan Jaka agar ia segera tidur setelah salat isya. Dengan harapan esok hari bisa bangun dengan tubuh yang segar. Apalagi tubuh kami masih lelah akibat perjalanan jauh dan baru pulang di H-1 kegiatan homestay.

***

Hari ini aku terbangun pukul 03.00. Meskipun tubuh ini masih terasa lelah dan ingin tidur lagi, namun kupaksakan melakukan ritual seperti biasanya, yaitu mandi lalu salat Tahajud. Di akhir salat, ku sematkan doa tambahan:

"Ya Allah hari ini sampai 3 hari ke depan, anakku dan teman-temannya akan homestay di Tasikmalaya. Mudahkanlah dan lancarkanlah kegiatannya. Lindungilah dan berilah keselamatan kepada anakku beserta rombongan selama di sana hingga kembali ke rumah masing-masing. Aamiin" 

Selesai salat masih ada waktu tersisa 30 menit lagi menuju adzan subuh. Sebetulnya tubuhku sangat lelah dan minta istirahat. Kelelahan sepulang dari Jogjakarta kemarin masih belum hilang. Namun aku mengupayakan agar tetap dalam kondisi terjaga. Karena rencananya hari ini setelah salat subuh aku harus menyiapkan Jaka dan mengantarkannya ke titik kumpul. Kemarin aku sudah berjanji akan mengantar Jaka jam 06.00. Sambil menunggu adzan subuh, aku membaca buku agar tetap terjaga meskipun kantuk dan lelah menyerang.

Aku terkejut mendengar ada pergerakan di sampingku. Aku terbangun dengan masih mengenakan mukena dan buku masih yang di tangan. Ternyata Jaka yang baru bangun tidur. Ia menangis.

"Mama hari ini kan aku mau berangkat ke Tasik jam 06.00. kenapa aku nggak dibangunin?"

Spontan aku melihat jam. Astagfirullahaladzim. Pukul 06.45!

Kepanikan melanda diriku. Seharusnya jam segini Jaka sudah naik bis bersama rombongannya. Yang paling parah lagi, jam segini aku baru bangun dan belum salat subuh! Sungguh aku sangat malu kepada Allah. Aku merasa sangat berdosa.

"Cepat mandi dan salat subuh. Gercep!" Hanya itu instruksiku kepada Jaka. Ia pun menurut.

Lalu aku pun cepat-cepat bermaksud mengambil air wudhu.

Belum sempat mengambil air wudhu, tiba-tiba telepon berdering. Wali kelas Jaka menanyakan Jaka.

"Jaka masih mandi, Bu. Tinggal saja" Hanya itu yang sanggup aku katakan.

Tak lama, kembali teleponku berdering. Kali ini dari kepala sekolah Jaka.

"Jaka masih mandi, Pak. Tinggal saja" Lagi-lagi hanya itu yang bisa aku jawab.

Sungguh sebuah keputusan yang berat. Menyuruh pihak sekolah jalan saja tanpa Jaka. Namun aku harus konsekuen dan aku tidak ingin mengacaukan jadwal yang telah dibuat oleh panitia.

Yang ada di kepalaku hanya satu: aku dan Jaka harus segera menunaikan salat subuh yang kesiangan. Berulang kali aku istighfar memohon ampun kepada Allah atas keterlambatan salat subuhku.

Pukul 07.15, Jaka sudah siap. Sebelum berangkat aku baca chat dari wali kelas:

"Bunda, kakak Jaka nyusul gpp ya, Bun. Bareng Pak Kepala Sekolah. Kebetulan beliau hari ini harus mendampingi murid lomba ceramah dulu jadi berangkat ke Tasik-nya nanti jam 16.00 naik umum."

Aku tercenung membaca WhatsApp tersebut. Perasaanku campur aduk. Aku tidak menyalahkannya. Sudah jelas ini memang aku yang salah sehingga Jaka ditinggal oleh rombongan.

Ku pandang Jaka yang sedang menungguku di depan pintu. Ia tampak gagah dengan seragam merah dan sepatunya. Tangan kanannya menenteng sleeping bag.  Di punggungnya, bertengger ransel besar yang telah ia siapkan sejak kemarin. Ia sudah siap berangkat.

Aku bimbang sesaat. Ingin kusampaikan pesan itu kepada anakku. Namun tak tega hati ini mematahkan semangatnya.

Akhirnya ku ambil kunci motor dan helm. Segera ku bonceng Jaka ke titik kumpul yang telah ditentukan.

Benarlah dugaanku, sampai di titik kumpul bis rombongan dari SD ZE sudah tidak ada.

Kutanya kepada seorang laki-laki yang kebetulan berada di tempat itu.

"Pak bus yang di sini sudah berangkat ya?" Tanyaku

"Sudah Bu dari jam 07.00 tadi." Jawab laki-laki itu.

"Bisnya warna apa Pak?" Tanyaku lagi masih di atas motor.

"Hijau." Jawabnya

"Merek bus-nya apa, Pak?" Tanyaku lagi

"Tidak ada tulisannya Bu." Hanya itu jawabnya.

Setelah mengucapkan terima kasih langsung ku pacu motorku mengejar bus itu.

Hihihi... Lucu juga sih. Motor matic 125 cc yang dikendarai oleh emak-emak mengejar bus yang sudah jalan lebih dari 15 menit yang lalu. "Apa aku bisa mengejarnya?" Pikirku ragu.

Sempat terpikir untuk membatalkan pengejaran saja dan menyusul bersama Pak Kepsek saja nanti sore.

Lagi-lagi aku membayangkan wajah anakku yang tadi pagi sempat menangis kecewa. Aku tidak ingin membuatnya kecewa. Aku harus memberikan yang terbaik untuknya. Minimal aku berikhtiar saja dulu.

Dengan menggunakan jurus The power of emak-emak, Kupacu motorku mengejar bus. Sepanjang jalan aku terus beristighfar memohon ampunan atas kesalahanku yang kesiangan menunaikan salat subuh.

Subhanallah wabihamdi subhanallah hiladzim astagfirullah. Terus berkali-kali.

Setelah 7 KM perjalanan, di daerah Bundaran Cibiru kehentikan motorku.

Kutelepon wali kelas untuk menanyakan posisi bus berada di mana.

"Sekarang kami sedang mengisi bensin di pom bensin Cileunyi, Bunda." Lalu ia mengirim foto. Kulihat bis sedang mengantri di urutan ketiga. Di depan bus ada sebuah bus warna hijau. Di depannya lagi ada truk yang sangat besar sedang mengisi bensin.

Analisaku saat itu adalah Ibu Wali Kelas duduk di bus kedua. Bus di depannya yang berwarna hijau adalah bus kesatu. Sedangkan truk di depannya, adalah kendaraan lain yang sedang mengisi bensin.

"Bunda jangan terlalu dipaksakan. Kalau tidak keburu kakak Jaka lebih baik ikut Pak kepsek nanti sore." Sekali lagi Ibu wali kelas memberi opsi yang bagus. Aku mengerti bahwa beliau menghawatirkan kami.

Namun aku tetap berusaha gigih mengejarnya, demi menyenangkan anakku.

"Tidak apa-apa Bu. Saya ikhtiar saja. Kalau nanti sampai pom bensin, bus masih ada berarti masih rezeki Jaka. Tapi kalau sudah berangkat ya tidak apa-apa. Yang penting saya ikhtiar dulu." Hanya itu jawabku sambil menutup HP.

Segera kupacu lagi motorku dengan kekuatan The Power of Ikhtiar.

Sekitar 3 KM kemudian, setelah melewati beberapa SPBU, aku tiba di depan SPBU besar daerah Cileunyi. Dari kejauhan aku melihat ada sebuah bus berwarna hijau yang sedang mengisi bensin. Di belakangnya pun masih ada bus serupa yang sedang mengantri mengisi bensin.

Aku mendekat dan berhenti di depan SPBU tersebut. Belum sempat aku mengamati isi bus itu, tiba-tiba dari dalam bus terdengar suara anak-anak.

"Jakaaa... kadieu." Teman-teman Jaka berteriak dengan suka cita memanggil-manggil nama anakku. "Jakaa... ke sini."

Anakku segera turun dari motor. Ia hanya bisa menatapku dengan ekspresi wajah yang memancarkan kebahagiaan luar biasa. Saking bahagianya ia sampai-sampai tidak bisa berkata-kata dan hanya sanggup menatapku lama tanpa berkedip. Mendapatkan tatapannya yang meneduhkan, seketika, hilanglah segala lelahku. Digantikan oleh perasaan hangat yang menjalar ke seluruh tubuh.

Pak Guru penanggung jawab bus 1 segera menyambut Jaka dan mengajaknya toast. Kemudian mereka masuk ke dalam bus.

Tak lama, bus 1 mulai bergerak maju karena pengisian BBM telah selesai. Lalu dilanjutkan dengan pengisian BBM oleh bus 2.

Aku pun bergerak mengendarai motorku menuju ke rumah.

Alhamdulillah.

Terima kasih atas pelajaran berharga yang Engkau berikan hari ini.

Apa pelajaran berharga yang pembaca dapatkan dari kisahku di atas? Kasih tahu aku dong di kolom komentar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun