Mohon tunggu...
dyah ayu ratnasari
dyah ayu ratnasari Mohon Tunggu... profesional -

menatap cakrawala, memandang masa depan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Jangan Percaya Pada Dokter Indonesia

29 Januari 2012   16:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:19 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kaget sewaktu membaca status facebook seorang teman lama yang demikian profokatifnya, apa yang sebenarnya terjadi sampai teman tersebut membuat status seperti itu. Beberapa teman mencoba menanyakan apa dan bagaimana kejadian yang melatarbelakangi status itu, tetapi sepertinya pemilik status enggan mengungkapkan peristiwa yang sesungguhnya di media sosial, mungkin takut di"prita"kan.

Kebetulan sang pemilik status sedang online, sehingga saya mulai menyapanya dan mulai membuka percakapan, "siapa yang sakit" tanya saya sebagai basa-basi, tampaknya dia mau merespon niat saya ingin mengetahui ada apa dibalik status facebook dia hari ini, mungkin juga karena saya seorang dokter, jadi sekalian dia akan meminta opini saya.

Dia kemudian bercerita tentang sakit yang diderita oleh ibunya yang sudah berusia lanjut, beberapa hari
yang lalu badannya lemah, makan hanya sedikit, badan agak demam, karena tak kunjung membaik maka
sang ibu dibawa ke dokter umum dekat rumah, dan diagnosa sebagai penyakit usia lanjut (mungkin
yang dimaksud adalah geriatric syndrome), hanya diberi vitamin penambah nafsu makan, dua hari
berselang badannya makin lemah, dan tidak bisa kemasukan makanan, maka sang ibu dibawa ke dokter
spesialis telinga hidung dan tenggorokan, pulang dengan diagnosis radang tenggorokan, keesokan harinya badan makin lemah, dibawa ke instalasi gawat darurat rumah sakit terdekat, keluarga berinisiatif
untuk merawat inapkan sang ibu. Diagnosis dokter IGDnya infeksi saluran nafas, mungkin karena ketika
di IGD suhu tubuh kian naik dan nafas makin sesak. Pagi harinya dokter spesialis penyakit dalam
melakukan pemeriksaan dan menyimpulkan bahwa infeksi yang diderita sang ibu sudah sangat berat
(Sepsis) sehingga perlu diberikan antibiotik terbaru dengan harga yang mahal. Sehari setelah antibiotik
mahal itu disuntikan sang ibu malah tampak banyak tidur, jarang membuka mata, kemudian dokter
penyakit dalam menyatakan kalo infeksi telah menyerang otak dan perawatan selanjutnya dilakukan bersama dengan dokter spesialis saraf, tapi ternyata takdir berkata lain, sang ibu sudah menhembuskan
nafas terakhirnya sebelum dokter spesialis saraf sempat datang memeriksa.

Teman saya sangat menyesalkan kenapa dokter umum yang pertama tidak langsung mendiagnosa
adanya infeksi, dan kenapa dokter THT juga hanya mendiagnosa infeksi ringan tanpa menawarkan
kemungkinan rawat inap dan memberikan antibiotik yang dapat mencegah infeksi menjadi berat.

Bukan bermaksud membela teman sejawat, saya berusaha memberikan pengetahuan saya tentang
bagaimana perjalanan penyakit infeksi berjalan dari fase awal (prodromal) yang sangat sulit dipastikan
penyebabnya pada hari-hari pertama terjangkit, saya juga menjelaskan sistem kekebalan tubuh lanjut usia yang makin melemah dan bagaimana cara pemberian antibiotik.

Mungkin karena masih dalam suasana duka, kekecewaan teman saya masih sangat dalam, penjelasan
dari sayapun sepertinya belum dapat diterimanya padahal saya sudah menjelaskan bagaimana caranya
dari wawancara dan pemeriksaan fisik, dokter dapat membuat diagnosa kerja atau diagnosa sementara, dengan mempertimbangkan beberapa diagnosa banding, nah setelah ada pemeriksaan penunjang dokter lebih mudah untuk menentukan diagnosa pasti.

Lalu siapa yang salah pada kasus ini, saya kembali meyakinkan pada teman yang berduka kalo tidak ada dokter yang salah pada kasus ini, dokter umum yang pertama benar karena sewaktu dia memeriksa tanda ke arah infeksi belum muncul, dokter THT juga benar karena mungkin dia melihat adanya tanda radang tenggorokan tanpa adanya infeksi berat, dokter IGD dan internis adalah dokter yang melihat pasien pada saat infeksi sudah berat, dan ternyata antibiotik yang bagus sekalipun tidak mampu melawan hebatnya kuman yang masuk, dan daya tahan tubuh pasien lemah karena usianya sehingga tidak mampu lagi untuk melawan kuman penyakit.

Sebenarnya kasus ini dapat terjadi kapan saja, pada siapa saja, hikmahnya bagi saya, komunikasikan semua kemungkinan bagaimana perjalanan penyakit pada keluarga pasien, edukasi mereka cara mempertahankan kekebalan tubuh dan cara pemberian nutrisinya.

Semoga masih banyak masyarakat yang mempercayai dokter di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun