Ujung Cerita Kita.
"Kita putus" ucap enteng seorang wanita didepanku bernama Naila Atmaja. Wanita yang sedikit gila dan nekat bagiku. Bukan tanpa sebab aku mengatakan itu karena di fikiranku ia jauh dari bayanganku tentang wanita umumnya.
"Apa kau gila nai! sudah berapa kali kau mengatakan putus didepanku, kau fikir ini keputusan yang mudah?" ucapku dengan nada yang tinggi
"Aku muak dengan ini Alif Madfah, kau selalu saja bermain wanita di belakangku. Bahkan seekor semut saja tau bahwa kau lelaki yang buruk"
"Naila aku tidak selingkuh. Percayalah" ucapku meyakinkannya
"Pembohong. Aku tau dari teman-temanku bahwa kau membawa seorang gadis ke hotel brian. Apa kau berencana bermesraan dengannya? Aku membencimu"
"Kubilang dia adalah saudaraku naila"
"Aku bukan orang bodoh yang kau tipu. aku telah mencari tahu gadis itu dengan bantuan ayah. Ayah mengatakan dia bukan saudaramu brian. Kau benar-benar mengecewakanku. Lihatlah kekacauan yang kau buat telah merusak rencana pernikahan kita. Lebih baik kita sudahi ini" ucap naila dengan lantang terliat raut wajahnya yang memerah pertanda kesal dan kecewa tergambar jelas.
_diam adalah hal yang saat ini aku lakukan. isi kepalaku seakan perlu mencerna tiap kata yang terucap dari naila, aku tak menyalahkanya karena kondisi ini karena benar secara keluarga memang gadis itu bukan saudara kandungku tapi aku punya alasan lain hanya saja aku tidak dapat memberitahu naila saat ini_
Derap langkah perlahan menjauhh membuatku mempunyai kesadaran kembali, aku melihat sosoknya perlahan menjauh. sedikit menyesal memang tapi kufikir ia akan mengerti nantinya.
Keesokan harinya di kediaman keluarga MadfahÂ
"tok..tok..tok.."
"Kak apa aku boleh masuk?" suara lembut yang khas masuk ketelingaku secara perlahan. dia Dewi Delina yang disebut sebagai gadis lain bagi naila
"Iya, masuk aja" ucapku santai
"Kak, apa kakak bertengkar dengan tunangan kakak? meski aku tidak mendengar apa yang kalian katakana tapi aku melihat dibalik pintu bahwa kakak sedang bertengkar. Apa itu semua gara-gara aku?
"Kakak memang sedang membahas sesuatu dengan naila dan sedikit ada pertengkaran tapi itu bukan karena kamu lina, itu hanya masalah sederhana. kakak bisa menyelesaikan ini. Jangan berfikir negatif yaa"
"Baiklah kak. Kakak juga belum menceritakan tentangku pada kak naila bukan? aku merasa bahwa ia menatapku dengan sinis saat itu"
"Memang belum, segera akan kakak jelaskan kepada naila. Kamu tenang saja ya" ucapku sembari membelai rambutnya
"Iya kak, yasudah aku habis ini pergi les, aku pamit ya kak"
"Iya sayang, hati-hati dijalan. Nanti biar diantar pak wanto aja" ucapku karena pak wanto merupakan sopir pribadi keluargaku. Mesti telah berumur namun pak wanto juga sudah kuanggap sebagai bagian keluarga ini
"Oke kak" ucap lina berlalu pergi
Aku merebahkan tubuhku kembali di kasurku sembari berfikir, memang benar aku belum menjelaskan terkait lina pada naila. Menurutku sendiri karena kita akan menuju ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan, naila dapat sepenuhnya percaya. Tanpa ku sangka ia menjadi sangat sensitif dengan hal ini. Aku akan menjelaskanya sekarang.Aku segera turun dan ke mobil untuk menuju ke rumah naila. Aku berfikir aku akan menjelaskan semuanya lebih mudah mengobrol secara langsung.
"Permisi den alif, mau cari non naila ya" ucap satpam rumah naila yang telah melihatku
"Iya pak, apa naila ada dirumah?"
"Emm iya den, masuk saja namun sepertinya non naila sedang ada tamu"
"Oke pak saya bisa nunggu. Terimakasih" ucapku berlalu menuju rumah naila
Setelah aku ada di parkiran rumah naila, aku melihat sebuah mobil berwarna biru terparkir di depan mobilku. Aku melihatnya dengan jelas bahwa mobil ini merupakan mobil sahabatku Handri Kusuma. Orang yang sangat aku kenal karena dia yang mengenalkanku pada naila. Tapi aku berfikir apa yang ia lakukan disini dan tanpa sepengetahuanku? aku mulai curiga. Aku mengintip mereka dari balik jendela rumah naila dan terlihat mereka tengah berbincang.
"Kau tidak bisa seperti ini naila" ucap handri tenang
"Apa? aku tidak bisa apa? aku adalah naila atmaja. siapapun tidak bisa melarangku melakukan apa yang aku inginkan"
"Kau benar-benar keras kepala. Aku telah bersabar dengan semua ini" ucap handri dengan nafas yang tak beraturan
"Aku tau, aku tetap memilihmu hendri di banding alif. aku sudah mengatakan itu kemarin bukan"
"Lalu kenapa kau malah bertunangan?! wanita bodoh"
"Kau.. mengatakan aku bodoh? ucap naila dengan nada yang tinggi
"Aku hanya bertunangan, kau dengar ini Hendra dengan aku bertungan dengan alif hanya untuk mengambil hartanya. kebetulan sekali bahwa ku lihat ia bersama seorang gadis lalu kubuat masalah saja dengan mengatakan bahwa aku mencurigainya dan membuat masalah agar pertunganku dengannya batal"
"Benarkah" ucap hendri lebih tenang takala mendengar naila menceritakan itu
"Wow permainan yang sangat bagus" ucapku dengan lantang hingga dua orang yang tengah berbincang ini menatapku dengan terkejut
"Benar keputusanku untuk kesini, dengan begitu aku dapat melihat drama yang kalian mainkan. satu adalah wanita busuk dan satu lainya adalah lelaki bodoh"
"Alif bagaimana kau ada disini? kenapa kau datang? ini bukan seperti yang kau lihat aku tidak ada hubungan dengan hendri kami hanya berbincang"
"Munafik. Aku mendengar pembicaraan kalian sebelumnya. Kau naila, aku fikir aku dapat memperbaiki hubungan kita namun kau merusaknya"
"Aku?? Apa kau tidak sadar kemarin kau juga bersama gadis lain, bukankah ini tidak adil kalau kau hanya menghakimi ku"
"Adil? Bahkan kau tidak mendengar penjelasanku terlebih dahulu dan langsung menuduhku. Dengar ini, gadis yang kemarin dia adalah adik angkatku. Kau memang tidak pernah melihatnya karena dari kecil dia ada di luar negri dengan nenek dan kakekku. Ayahku mengadopsinya karena ingin mempunyai anak perempuan sebagai adikku. Dia baru kembali beberapa hari lalu"
"Kau bohong"
"Sulit untuk dipercaya bukan? Lihatlah dan buka matamu dengan lebar" ucapku sembari memberikan bukti dokumen pengadopsian lina
"Oke jika dia benar adikmu, aku juga tidak peduli. aku telah puas memanfaatkanmu. aku akan bersama hendri. Toh hendri masih bersamaku, bukan begitu sayang? ucap naila dengan tangan yang merangkul di hendri
"Tentu saja" ucap hendri santai
"Alif kau sangat naif, aku telah menjalin hubungan lebih lama dengan naila di banding dirimu. Aku memperkenalkan naila padamu hanya untuk kesenangan semata, semoga kau tidak terlalu hancur" ucap hendri dengan senyum licik
"Hancur? Kata siapa? Aku juga muak menghadapi sikap naila yang buruk dan terlalu mudah emosi. Jika kau mengingkannya, Ambilah itu lebih menguntungkan untukku dan kau naila aku harap kita tidak pernah bertemu lagi." ucapku penuh dengan penekanan
Setelah mengatakan itu aku pergi dengan emosi yang memuncak, ternyata "Penghianat" adalah kata yang aku sematkan untuk manusia busuk ini. Aku memang kecewa dan sakit hati tapi rasa benciku lebih besar sehingga aku memilih menjauh dari manusia busuk itu.
-Tamat-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H