Menurut sumber yang sama, dikatakan bahwa wawancara tersebut terjadi saat Boris Yeltsin masih menjadi Presiden dan fakta bahwa Putin mengulang ancaman nuklir serta kelakuan kasar serupa, China tentu merasakan ancaman bahaya yang lebih besar.
Alasan kedua, ialah kehadiran AS, musuh bersama kedua negara. China saat ini sedang berupaya menjadi negara superpower yang sepadan dengan AS pada tahun 2050. Bagi China, Rusia merupakan satu-satunya sekutu di antara banyak kekuasaan besar yang akan mendukung China melawan AS.
Andrew Small, seorang peneliti yang berbasis di Berlin mengatakan pada Newsweek bagaimana Putin dan Xi Jinping mendeskripsikan kemitraan strategis mereka dalam joint statement (pernyataan bersama) sepanjang 5000 kata yang dikeluarkan pada awal Februari 2022, tiga minggu sebelum invasi Rusia ke Ukraina dimulai. Small menyatakan bahwa perjanjian tersebut bukan hanya terkait dengan kekuasaan, tetapi juga sistem berdimensi politik, keamanan, ideologim ekonomi, serta teknologi.
Dengan Amerika Serikat yang secara aktif membangun koalisi menjadikan tantangan China menjadi isu internasional, mengapa China harus menghadapinya sendirian? Berangkat dari hal tersebut, Small berpendapat bahwa mitra China yang bisa dimiliki China dan bisa dengan baik mentransformasikan posisinya dalam sistem global adalah Rusia.
Bila Rusia runtuh dalam perang melawan Ukraina, maka China harus menghadapi barat sendirian yang mana akan mengembalikan era pasca percahnya Uni Soviet yang menjadikan China menjadi satu-satunya negara adi daya sosialis.
Sumber:
https://asia.nikkei.com/Spotlight/Comment/Why-China-can-t-and-won-t-abandon-Russia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H