Mohon tunggu...
dx fadli
dx fadli Mohon Tunggu... -

muhammadfadli.muslimin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

LPSK dan Upayanya dalam Melindungi Anak-anak Korban atau Saksi Tindak Pidana

20 November 2018   22:18 Diperbarui: 20 November 2018   22:24 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saksi dan korban merupakan dua dimensi individual yang berbeda dalam sebuah kasus. Satunya merupakan subyek dan satunya lagi adalah objek. Keduanya dijamin secara hukum berkaitan dengan perlindungan terhadap keselamatan jiwa dan psikis. Pertanyaan yang kerap kali mengundang perhatian adalah mengapa keduanya berhak untuk dilindungi.

Negara sebagai institusi memiliki tanggung jawab terhadap hal tersebut, melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 diuraikan bahwa baik keterangan saksi dan korban diberikan secara bebas dari rasa takut dan ancaman dari suatu tindak pidana.

Hal ini dimaksudkan agar dalam upaya pengungkapan kasus secara menyeluruh, perlindungan menjadi sebuah kewajiban untuk menjamin keterangan terbebas dari berbagai intervensi baik dari dalam maupun dari luar.

Tentunya, kehadiran sebuah Lembaga yang dapat berperan aktif dalam menggawangi tanggung jawab tersebut bukanlah hal yang patut ditawar-tawar lagi. Hadirnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan sebuah langkah postif dengan kewenangannya memberikan perlindungan dan berbagai hak lainnya kepada saksi dan/atau korban.

LPSK pun dalam menjalankan tugas tersebut tidaklah sembarangan dalam bertindak, ketentuan Undang-Undang mengikat setiap perangkat yang berada dalam struktur LPSK untuk mengoptimalkan pengawalan terhadap saksi dan korban.

Dalam perjalannya, berbagai kasus yang melibatkan korban dan saksi mengalami dinamika yang cukup menyita perhatian, terutama dalam hal persebaran rentan usia saksi maupun korban.

Berbagi kasus yang mengemuka di masyarakat tidak saja melibatkan orang dewasa tetapi juga anak-anak dalam praktiknya. Meskipun, anak-anak, mereka tetap memiliki hak dan kewajiban yang patut untuk dilindungi sebagaimana Undang-Undang mengatur hal tersebut.

LPSK sebagai Lembaga yang mandiri, dalam pelaksanaan tugasnya yang dibantu oleh tenaga ahli, berhak memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi saksi dan/atau korban dengan ketentuan mendapat izin dari orang tua atau wali.

Meskipun demikian, izin dari orang tua wali dapat gugur jika secara umum orang tua atau wali merupakan pelaku tindak pidana, menghalang-halangi dalam proses kesaksian, tidak cakap menjalankan kewajiban, tidak memiliki orang tua atau wali dan tidak diketahui keberadaannya.

Anak yang belum berusia 18 tahun menjadi korban tindak pidana, pastinya masih menempuh Pendidikan dalam berbagai jenjang Pendidikan, baik Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan sekolah Menengah umum mendapatkan kerugian baik secara materil ataupun psikologis.

Di hadapan hukum, anak-anak berhak memperoleh Restitusi sebagai ganti kerugian atas kehilangan kekayaan, penderitaan akibat tindak pidana dan/atau pengganti biaya perawatan medis dan/atau psikologis. Garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak ini adalah keterlibatan LPSK dalam mengawal permohonan yang diajukan oleh pihak korban.

Menandai LPSK sebagai corong penanganan perlindungan terhadap anak korban atau saksi tindak pidana, senada dengan peraturan di dalam negeri, United Nations merilis sebuah panduan yang berlaku secara global bagaimana seharusnya menangani, memperlakukan dan bersikap yang melibatkan anak-anak sebagai korban dan/atau saksi tindak pidana.

Anak-anak yang terlibat tindak pidana, dalam pengadilan, mereka diminta untuk mengatakan apa yang terjadi dan apa yang mereka ingat. Pernyataan dari anak-anak tersebut dianggap sebagai testimoni.

Poin penting dari penyampaian kebenaran di pengadilan adalah menyampaikan pemahaman kepada anak-anak tersebut yang khawatir ataupun takut jika testimoni yang mereka sampaikan dapat menyebabkan orang-orang yang mereka tahu terhukum, bahwa yang mereka sampaikan tersebut semata-mata untuk melindungi orang lain dalam jangkauan lebih luas dan membuat dunia lebih aman dengan turut melibatkan anak-anak dalam prosesnya.

Penekanan pada poin penegakan pengadilan adalah adil bagi semua. Artinya adalah proses penyelesaian tindak pidana seluruh proses yang terjadi merupakan langkah yang dilakukan untuk membantu memperbaiki yang dianggap meresahkan melalui investigasi secara menyeluruh dalam mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan. Setiap orang yang terlibat dalam proses pengadilan ini harus berprilaku baik dan mengedepankan pendekatan persuasif yang menciptakan suasana yang mendukung untuk mendorong anak-anak tidak merasa tertekan ataupun terancam.

LPSK dalam menjalankan tugas tersebut bekerja secara prosfesional. Kepemimpinan baru LPSK periode 2018-2023 mengemban amanah ini. Penguatan kelembagaan; Kewenangan LPSK; perluasan subjek perlindungan; pelayanan perlindungan terhadap korban; peningkatan kerja sama dan koordinasi antarlembaga; pemberian penghargaan dan penanganan khusus; mekanisme penggantian anggota LPSK antarwaktu; dan perubahan ketentuan pidana; termasuk tindak pidana yang dilakuan oleh korporasi merupakan titik tolak dalam menjalankan roda LPSK dalam mengentaskan persoalan umum yang terdapat dalam proses perlindungan terhadap anak.

Dalam beberapa kasus yang melibatkan anak, terlihat peran aktif dan konstruktif LPSK menangani kasus tindak pidana. Kunjungan LPSK di Rumah Sakit Pondok Indah [1], Jakarta Selatan merupakan tindakan proaktif LPSK terkait indikasi kekerasan yang dialami Axel Matthew Thomas, anak aktor Jeremy Thomas.

Indikasi kekerasaan tersebut diduga dilakukan oleh pihak kepolisian saat dilakukan pemeriksaan setelah Axel ditetapkan sebagai tersangka terkait pemesanan narkoba jenis Happy Five dari Singapura. Terlepas dari tindak pidana yang dilakukan oleh Axel yang diketahui masih dikategorikan anak, bahwa penting bagi pihak keluarga untuk mengajukan perlindungan kepada LPSK agar sebagai saksi ataupun korban terpenuhi hak dan kewajibannya agar dalam pengungkapan tindak pidana pada proses peradilan pidana dapat berlangsung tidak dalam intervensi pihak tertentu.

Pada kasus lainnya, LPSK bekerjasama dengan Komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bertindak sebagai fasilitator bagi anak yang dilibatkan orang tuanya dalam aksis terror bom di Surabya dan Sidoarjo[2]. Kedua Lembaga tersebut, terutama LPSK bersepakat untuk memfasilitasi para korban tragedi Bom dengan mengajukan tuntutan ganti rugi atau restitusi kepada negara melalui pengajuan permohonan restitusi sebelum atau setelah putusan pengadilan.

Fasilitas ini dimungkinkan untuk dilaksanakan LPSK mengingat setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan korban tindak pidana terorisme berhak atas kompensasi berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum dan sesuai dengan undang-undang yang mengatur.

 

LPSK telah menaruh perhatian besar terhadap perlindungan terhadap anak, baik saksi maupun korban tindak pidana. Potensi anak terlibat atau dilibatkan dalam berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung telah menjadi perhatian utama dari LPSK. Pengembangan perangkat strategi dan pengawasan menjadi prioritas yang dilakukan Bekerjasama dengan pemerintah, organisasi non pemerintah lainnya dalam rangka meningkatkan kinerja yang berfokus pada penelitian, analisis, kasus dan evaluasi terhadap hak-hak anak korban dan atau saksi yang terabaikan.  Membangun jejaring antar organisasi sebagai upaya untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan umum, pengetahuan, dan pengalaman terkait isu-isu proteksi terhadap anak untuk kedepannya masyarakat sadar terhadap isu yang berkembang saat ini.

[1] https://metro.tempo.co/read/892461/lpsk-kunjungi-anak-jeremy-thomas-axel-matthew-thomas

[2] https://www.merdeka.com/peristiwa/lpsk-dan-kpai-pastikan-anak-pelaku-teror-bakal-diasuh-orang-yang-tepat.html

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun